Oleh : Win Wan Nur

KALAU kita membaca hasil penelitian Balai Arkeologi (Balar) Medan yang intens dan berkesinambunagn melakukan penelitian di Gayo selama kurun lima tahun belakangan di Ceruk (Loyang) Mendale dan Loyang Ujung Karang Takengon, ada banyak sekali informasi baru tentang masa lalu Gayo yang kita bisa kita dapatkan.
Salah satunya penemuan ini menegaskan teori migrasi manusia berdasarkan kapak batu perlu dikaji ulang. Kapak lonjong yang ditemukan tidak jauh dari Danau Lut Tawar diprediksi telah berusia sekitar 5.000 tahun. Padahal selama ini kapak jenis ini hanya ditemukan di wilayah timur nusantara dan sampai hari ini masih dipakai di Papua.
Fakta ini mencuatkan teori tentang jalur migrasi awal di Nusantara yang melalui Sulawesi. Tapi penemuan kapak lonjong di Mendale, mementahkan teori ini dan semakin menguatkan kemungkinan adanya jalur migrasi lain yang lebih tua dari pada jalur migrasi dari Sulawesi seperti yang kita kenal selama ini.
Itu kalau kita bicara secara nasional. Untuk dinamika sosiologis kekinian Gayo sendiri, seharusnya penelitian ini bisa mengakhiri polemik Uken-Toa yang menjadi duri dalam daging di dalam keseharian masyarakat Gayo Lut sejak lama. Sebab apa?
Polemik Uken-Toa ini selalu berkisar tentang klaim siapa penduduk asli Gayo yang lebih berhak untuk berkuasa dan memimpin.

Melihat skala waktu ribuan tahun dari hasil penelitian di Ceruk Mendale, argumen siapa yang lebih dulu antara Uken-Toa ini jadi terlihat menggelikan. Karena kalau dibandingkan dengan fakta yang ditemukan di Ceruk Mendale, segala polemic ini benar-benar hal yang sangat baru.
Bahkan kalau pun benar, Toa adalah pendatang dari Tanah Karo. Hasil penelitian DNA yang dilakukan terkait dengan penelitian di Ceruk Mendale ini menunjukkan kalau DNA orang Gayo dan orang Karo itu identik. Sama!
Jadi kalau pun benar, Toa berasal dari Karo. Itu artinya mereka adalah orang-orang yang pulang ke kampung halaman setelah sekian lama merantau. Sehingga dengan begitu seharusnya, perdebatan antara siapa penduduk asli Gayo antara Uken dan Toa tidak pantas lagi dikemukakan.
Sayangnya, politik yang begitu lekat dengan uang dan kekuasaan punya logika sendiri. Dan inilah yang seringkali menjadi pokok pangkal perpecahan. Segala logika dan teori, hanyalah alasan. []