*) Maha Putra, S.Pd
MELIHAT perkembangan Aceh saat ini yang mulai membuka diri terhadap hadirnya tokoh- tokoh dari Kawasan Tengah-Tenggara (Aceh Leuser Antara Disebut provinsi ALA ) maupun pantai barat selatan (Kawasan Aceh Barat Selatan disebut provinsi ABAS) dalam struktur pemerintah Aceh, seperti kepala dinas pendidikan Aceh Hasanudin Darjo (Aceh Tenggara), Kepala BAPPEDA Aceh Dr Abubakar Karim (Gayo Lues), dan Kepala Dinas Sosial Al Hudri, lalu terpilihnya perwakilan Aceh untuk DPR-RI baik di zona Aceh 1 yaitu H M Salim Fachri (Aceh Tenggara), Irmawan (Gayo Lues) dan Muslim Ayub (subulussalam) maupun Aceh 2 yaitu Ir. Tagore Abubakar dan Firmandez, menunjukan Aceh sudah menerima tokoh-tokoh yang berkompetensi dibidang masing – masing diluar kesukuan Aceh sebagai bagian penggerak roda pemerintah Aceh maupun sebagai wakilnya di dewan perwakilan rakyat .
Tujuh tahun terakhir ini Aceh Tenggara mulai membaik dengan terjadinya perbaikan-perbaikan disemua lini seperti inprastruktur jalan, fasilitas pendidikan, pertanian, perkebunan, kesehatan dan tempat peribadatan seperti masjid agung At-Taqwa yang dibangun megah di tengah-tengah Kutacane, ibukota kabupaten Aceh Tenggara. Masjid Agung At-Taqwa kini menjadi icon Aceh Tenggara layaknya masjid Baiturrahman di kota Banda Aceh.
Selain tempat peribadatan, Aceh Tenggara juga penghasil coklat terbaik di Aceh melalui program pemerintah Aceh Tenggara. Bila dulu pimpinan dan pejabat daerah di provinsi jarang mendatangi Aceh Tenggara, kini Aceh Tenggara seperti “seulanga” yang patut dilihat wakil gubernur Aceh, Muzakir Manaf.
Kondisi Aceh yang kian membaik itu sepatutnya didukung oleh semua elemen masyarakat Aceh. terutama pemuda dan mahasiswa Aceh untuk mengawasi dan mengimbangi pembangunan Aceh,seperti turut meningkatkan kompetensi diri sehingga pembangunan Aceh betul-betul bermanfaat bagi pemuda maupun mahasiswa sebagai aset lapangan kerja.
Untuk itu pembahasan tentang wacana pemekaran seyogianya harus turut dihilangkan dari benak masyarakat Aceh Tenggara demi terwujudnya pembangunan, selain itu alasan pemekaran mulai terjawab satu demi satu, yakni akibat jauhnya rentang kendali pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten Aceh Tenggara saat ini, namun solusi pendekatan dilakukan melalui insfrastruktur seperti pembangunan bandar udara Leuser dan turut direhabnya jalan lintas Kutacane–Takengon menjawab kendala “jauh”.karena transportasi antar kabupaten kian membaik sehingga jalur darat saja mampu menghemat waktu antara 7-9 jam dari total waktu 20 – 24 jam bila melalui provinsi Sumatra utara.
Sementara patut dipahami tentang pencapaian makna keutuhan Aceh itu sendiri yang merupakan harapan dari kakek monyang ketika memperjuangkan kemerdekaan, wacana pemekaran Aceh bukanlah warisan yang diturunkan oleh para-pejuang untuk diteruskan sebagai cita-cita yang harus dicapai, karena tujuan sebenarnya dari perjuangan kemerdekaan adalah kehidupan yang bebas, teratur dan terarah serta berkehidupan yang layak. Sehingga tujuan pembentukan provinsi ALA harus ditinggal dalam bingkai pembangunan Aceh, dan perjalanan ALA cukup menjadi kenangan seperti rakyat Aceh yang berjuang merebut kemerdekaan dari Indonesia, yang sekarang tinggal kenangan jua.
*) Maha Putra, S.PD adalah Lulusan Universitas Syiah Kuala FKIP Kimia. Tokoh Pemuda Aceh Tenggara dan Mantan Ketua Peguyuban Mahasiswa IPMAT Banda Aceh, tinggal di Kutacane, Aceh Tenggara.