Oleh : Muhammad Yasin, Lc *
Menikah sebenarnya memilih pasangan hidup. Memilih teman yang akan bersama selamanya di seluruh sisa hidup. Memilih seseorang yang akan bersama setiap saat dan dalam semua kondisi yang mungkin akan kita lalui; susah, senang, sakit, sehat, dan lainnya. Salah memilih pasangan hidup berarti penyesalan di seluruh sisa hidup.
Menikah sebenarnya memilih ayah atau ibu untuk anak. Di antara hak anak adalah seorang suami memilih istri yang baik yang akan mengasuh anak mereka. Begitu juga sebaliknya. Masa depan anak akan ditentukan oleh siapa yang menjadi pengasuhnya. Rasul menjelaskan, orang tualah yang menjadikan anak menjadi Yahudi atau Nashrani. Bagi muslim, orang tualah yang membuat anak menjadi shaleh atau tidak. Jika salah memilih pasangan hidup, sama dengan menelantarkan hak yang paling utama bagi anak, yaitu memilih pengasuh yang paling baik untuknya.
Menikah sebenarnya memilih kesenangan dunia. Bagi suami, “kesenangan paling indah adalah wanita shalehah.” (HR. Muslim). Hidup dengan wanita shalehah, sedikit harta akan membawa kesenangan, apalagi banyak harta, tentu lebih senang lagi. Maka salah memilih pasangan hidup bisa membuat seorang suami kehilangan kesenangan yang paling berharga baginya.
Menikah sebenarnya memilih masa depan harta seorang anak. Surat Al-Kafhi ayat 82 menjelaskan bahwa dua orang anak, Allah jaga harta mereka karena kedua orang tua mereka adalah orang tua yang shaleh. Maka, jika orang tua mau harta anaknya dijaga Allah, maka orang tua harus berusaha menjadi orang tua yang shaleh. Memilih pasangan hidup sama dengan memilih orang shaleh yang turut mendukung keshalehan kita. Jika salah memilih pasangan hidup, orang shaleh saja bisa menjadi tidak baik. Dan jika kedua orang tua tidak shaleh, maka bisa jadi Allah tidak akan menjaga harta anak mereka.
Menikah sebenarnya memilih tempat kembali di akhirat. Pasangan hidup kita berpotensi besar membawa kita ke surga atau ke neraka. Banyak orang baik menjadi jahat gara-gara istrinya. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang tidak baik menjadi shaleh karena istrinya. Salah memilih pasangan hidup sama dengan seseorang rela dituntun oleh pasangannya menuju ke neraka jahannam, na’uzubillahi minzalik.
Oleh karena itu, agar tidak salah memilih pasangan hidup, perlu timbangan. Timbangan yang Rasul jelaskan, yang paling utama adalah agamanya, kemudian baru hartanya, nasabnya, hingga parasnya. (HR. Bukhari dan Muslim). Jika mengenyampingkan agama dan hanya melihat paras dan harta, orang seperti ini Allah jelaskan adalah orang-orang yang, “hanya mengetahui yang zhahir dari kehidupan dunia, tapi tentang akhirat mereka lalai.” (QS. Al-Rum: 7). Padahal, akhirat adalah tempat hidup sesungguhnya dan dalam jangka waktu kekal selama-lamanya.
Hidup cuma sekali. Jangan sampai salah pilih pasangan hidup. Salah pilih pasangan sama dengan tidak bahagia seumur hidup; anak menjadi tidak bahagia; dan di akhirat hanya akan ada penyesalan di neraka. Sebaliknya, memilih pasangan yang shaleh/shalehah akan membawa hidup bahagia; anak bahagia bersama orang tua yang shaleh; dan insyaAllah di akhirat akan bahagia di surga. Bahagia dunia akhirat adalah dambaan semua manusia. Wallahu musta’an.
* Pengurus Dayah Darul Hijrah dan Staff Pengajar Dayah Insan Qur’ani