Oleh : Habibillah*

Arthika Putri Syahfani atau akrab dipanggil Thika adalah putri Gayo yang sangat menggemari segala hal yang berbau negara Jepang. Gadis 19 tahun yang lahir pada 12 Agustus 1995 ini, awalnya tidak sengaja tersandung untuk melirik Negeri Matahari Terbit. Hal ini disebabkan karena sebuah komik ber-genre misteri, Deathnote.
Sejak kecil Thika memang suka mengotak-atik barang elektronik. Namun, sejak peristiwa pertemuannya dengan komik tersebut, dia tersandung untuk memperhatikan negara Jepang lebih seksama. Dan dari hasil pencarian seluk beluk Jepang inilah dia menemukan bahwa Jepang merupakan negara yang banyak memproduksi alat elektronik yang keren. Melalui beberapa akun sosial media, dia berupaya mengetahui Jepang lebih dekat dengan cara berkomunikasi melalui tulisan dengan orang-orang Jepang.
Awalnya, sulit bagi Thika berkomunikasi dengan orang Jepang karena mayoritas tidak lihai berbahasa Inggris, namun berkat google translate mereka bisa saling berkomunikasi.
Saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, Thika dikenal sebagai siswa yang paling pendiam dan saking pendiamnya, hanya teman sekelas dan kelas tetangga yang mengenalnya. Hingga saat ia duduk di bangku SMA, ia mulai percaya diri mengekspresikan segala kemampuan dan bakat yang dia miliki.
Di bangku SMA, Thika mulai berani menunjukkan bahwa dia suka menulis baik cerita fiksi maupun non fiksi dan ia bisa menggunakan bahasa Jepang walau hanya sepatah dua patah. Di masa putih abu abu inilah gadis kalem ini mengikuti berbagai macam acara, perlombaan, dan program pertukaran pelajar, namun semua usahanya tak seperti roda yang selalu berputar dengan mulusnya.
Pertengahan tahun 2013 merupakan peristiwa yang menegangkan buatnya, karena pada pertengahan tahun itu pengumuman Ujian Nasional (UN) dan pendaftaran beasiswa untuk ke Jepang. Secara administrasi Thika telah memenuhi syarat dan dapat mengikuti tes tahap selanjutnya. Namun, dikarenakan jarak tempuh menuju kantor penyelenggara beasiswanya jauh dari Takengon, terjadilah keterlambatan selama 1 jam. Dan akhirnya Thika dinyatakan mengundurkan diri.

Saat itu Thika merasa sedih karena urung kuliah di Jepang yang disebabkan oleh keterlambatan yang tidak inginkannya. Rasa putus asa sempat menghampiri dirinya, hingga pernah hampir tercetuskan kata “aku nyerah, anggap saja untuk belajar di Jepang itu hanya mimpi bodoh ku.”
Sejak Thika menjadi mahasiswa tingkat 2 di Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Dia mulai menyadari bahwa walau gagal kuliah di Jepang, bukan berarti harus menghapuskan mimpi untuk bisa ke Negeri Sakura itu. Dan sejak mata nya terbuka kembali, dia tak pernah gentar berusaha untuk menggapai bunga Sakura untuk menggapai mimpinya menjadi nyata. awalnya dia mencari informasi dan terus mencari tentang Jepang, ketika itu Thika melihat ada suatu perlombaan menulis tentang Jepang, yang diadakan Konsulat Jenderal Jepang, Denpasar.
Dia mencoba menulis tentang Jepang dengan judul “Pupus Harapan ku menyentuh bunga Sakura”. Sialnya saat pengumuman dia tidak masuk dalam 5 besar, dia kembali kecewa dan sangat putus asa untuk dapat bisa menjadi cerita terbaik, karena menurutnya tulisan dia sudah sangat sempurna dan sangat menarik perhatian, dia sudah menyerah dan menutup hatinya untuk dapat bisa ke Jepang.
Beberapa bulan berselang setelah pengumuman itu, salah seorang Profesor Universitas Kyoto yang akrab dipanggil Mimi/Mimi Sensei berkunjung ke Takengon dan mewawancarai kakek dan nenek Thika tentang masa kecil mereka. Saat Mimi Sensei ingin pulang ke Banda Aceh, bibinya Thika mengutarakan jika keponakannya suka sekali yang berbau Jepang, dan Thika pun dipanggil Mimi Sensei, berkenalan dan tak lupa meninggalkan kartu nama serta alamat email.
Mulai dari sebuah kartu nama dan email, Thika kerap berkomunikasi dengan Mimi Sensei, dan saat sedang berada di Banda Aceh mereka berjumpa. Mimi Sensei memberikan Thika sepatu yang pernah dipakai oleh Mimi Sensei di tanah Negeri Sakura. Semangat Athika bangkit lagi dan membuka hatinya untuk kembali berusaha meraih selembar tiket ke Jepang.

Dan kini berkat kerja keras dan dukungan dari keluarga, teman dan kerabat terdekat, Thika akan pergi ke Jepang awal Februari 2015, dan Januari ini Thika harus singgah dulu ke Denpasar Bali untuk mengambil hadiah sebagai Juara Utama.
Rencananya, Thika berada di Jepang selama 10 hari, ini karena menjadi juara utama lomba menulis tentang Jepang yang diadakan oleh Konsulat Jenderal Jepang, Denpasar.
Kali ini judul tulisan Thika, “Sepatu Robot yang akan membawaku ke Jepang”. Alhamdulillah cerita Thika tentang Jepang menjadi yang terbaik alias Juara Utama dari sekian banyak cerita Jepang yang dia tulis, cerita ini merupakan kisah nyata yang dia rasakan sejak kecil hingga sekarang ini.
Selama 10 hari di Jepang, Thika akan mengunjungi beberapa sekolah, universitas, dan tempat wisata yang ada di Tokyo dan Kyoto.
Semoga saja dari sini kita bisa belajar bahwa jika satu kali gagal belum ada apa-apanya, karena jika mau seribu daya akan dilakukan, dan jika tidak mau ada seribu alasan.
“Arigato minna, terima kasih untuk semuanya”, begitu kata Arthika Putri Syahfani.
*Mahasiswa STAIN Gajah Putih Semester 2 Jurusan Bahasa Inggris Alumni SMAN 4 Takengon 2014