Kawula muda Tanoh Gayo saling mengungkapkan perasaan suka kepada lawan jenisnya biasanya sangat santun dan tidak secara langsung (to the point-red) tetapi memakai kiasan sehingga makna yang disampaikan mempunyai makna sangat mendalam, contoh ungkapan “suka” tersebut banyak ditemui dalam syair-syair lagu Gayo kontemporer.
Saat menyukai seorang gadis, Sebujang (sebutan untuk bujangan:Gayo-red) tidak pernah mengatakan rasa sukanya secara langsung dengan kalimat “aku suka kamu” atau “aku kenah beh ate ku ken ko”.
Tapi pada dasarnya mereka memberi perumpamaan tentang perasaan mereka dengan kiasan, misalnya “Sengkiren Uren Turun, Nerime ke die bumi?” (Jika hujan turun, apakah bumi menerimanya?)
Kiasan diatas mempunyai arti jika aku mencintaimu, apakah kamu mencintaiku jua? Jika dayung bersambut maka akan muncul kata-kata; Mampatdih batil tembege. Besapan ruje berisin diri e.
Kiasan ini menjelaskan tentang ajakan untuk menjalin hubungan yang serius ke jenjang pernikahan oleh sebujang tersebut.
Atau seperti yang tertera pada pada pantun Gayo berikut :
Ari sara tingket ku sara tenge,
ari sara bur ku sara pulo,
ari kerna cocok ku rembege,
oya kati angkak pinang urum belo
Jika seorang gadis setuju namun belum mau melanjutkan ke jenjang pernikahan karena sesuatu hal seperti merantau untuk menuntut ilmu atau alasan lainnya maka biasanya mereka berkata :
Kacang buncis dirin ne mutewah,
ike nge muah berulung lemi
Abang enti berate gunah,
ike ken tuah gi mungkin aku kona mai
Dan sebujang menanggapi kata-kata tersebut dengan kiasan sebagai berikut :
Ike sunguh nengko lagu noya janyi,
bierpeh muruntuh langit urum bumi
Genap kao sara padih i was ni ate ni
Kiasan tersebut diatas diartikan jika sebujang tersebut percaya terhadap seberu pujaan hatinya bahwa dia akan menunggu saat yang tepat untuk mempersatukan mereka dan setia sampai waktu yang dinanti akan tiba.
Dan sang sebujang biasanya berpesan kepada seberu agar bisa menjaga diri di perantauan dan tidak lupa akan jati dirinya seperti yang tertera pada pantun Gayo berikut :
Enti le kase sentan i cuben ko lungi ni manisen tir dih ko lupen ken pait empedu,
enti le kase sentan i cuben ko lemak ni iken,
terong i perempusen i daten ko layu
Maksudnya :
Jika telah kau rasa manisnya gula,
jangan cepat lupa kau pahitnya empedu,
jika telah kau rasa empuknya ikan,
jangan biarkan sayur terung di kebun kau biarkan layu
Seorang gadis Gayo biasaya digambarkan sebagai bunge atau tajuk (Bunga.red). Sedangkan pria digambarkan sebagai kalimemang, kalangmemang (kupu-kupu) dan gegoyong (lebah). Contoh yang dapat kita lihat seperti kiasan berikut :
Kadang aha bunge peh dang olok dih kemang,
oya kati kalimemang peh renye kuso ku ini.
Kiasan tersebut menjelaskan tentang keberadaan seorang gadis cantik sehingga banyak laki-laki yang mengaguminya.
Banyak makna kiasan yang digunakan sebujang atau seberu Gayo dalam mewakilkan perasaan hatinya. Tidak hanya ungkapan cinta, seberu dan sebujang Gayo juga mempunyai bahasa panggilan tersendiri kepada sang pujaan hati, seperti : daling seserenenku, payung kolakku, kekale nateku, mas pirak ku dan lain sebagainya.
Namun jika kita perhatikan kehidupan orang Gayo dulu, tetua menjodohkan anaknya tidak lah dengan cara pacaran atau dalam bahasa Gayo disebut dengan bebiak. Karena bebiak (maaf) adalah salah satu kata yang pantang diucapkan (sumang). Tapi tak menutup kemungkinan setiap orang merasakan cinta karena cinta adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang setiap insan secara biologis pasti merasakannya. Tinggal bagaimana kita menanggapi hadirnya cinta itu dengan tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan (sumang perbueten).
Dalam ajaran Islam pada saat seorang pria menyukai seorang wanita maka biasanya mereka melakukan ta’aruf yang dalam kehidupan masyarakat Gayo dikenal dengan sebutan “Bersiengonan” yaitu mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.
Karena pada dasarnya bersiengonan ini adalah salah satu cara yang ditempuh dalam menunjukkan keseriusan pihak laki-laki beserta keluarga kepada pihak perempuan. Banyak manfaat yang didapat dari ta’aruf atau bersiengonan ini karena prosesnya diketahui oleh orang tua kedua belah pihak. Sehingga akan meminimalkan terjadinya sumang perbueten.
Begitulah sedikit tulisan tentang kiasan cinta seberu dan sebujang dalam suku Gayo. Semoga bermanfaat.
*Mahasiswi jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, USU