Oleh: Husaini Muzakir al-Gayoni*
Pemilihan Presiden sudah didepan mata dan dengan dimulainya kampanye maka visi dan misi capres dan cawapres pun begitu menggeliat digaungkan kepada rakyat. Namun ada yang berbeda setelah dimulainya kampanye beberapa waktu lalu yaitu saling serang-menyerang lawan politik baik itu dari kalangan elit sampai kalangan facebookers begitu getolnya menyerang lawan politik, tahun ini hanya ada dua pasangan yang bersaing merebut kekuasaan sehingga bola panas dalam peta perpolitikan begitu seru dan menghibur.
Para elit partai tidak segan-segan memberikan perlawan kepada pihak lawan politik dengan kata-kata menyindir yang positif atau menyindir dengan kata-kata ngawur dan tidak kalah seru juga kalau kita melihat antara pemilik dua stasiun televisi yang merupakan elit partai yang berlawanan, dari kubu Prabowo ada TVOne yang dimainkan oleh pihak ARB (Golkar) dan dari kubu Jokowi ada MetroTV yang dimainkan oleh Surya Paloh (Nasdem). Begitu ketat persaingan sehingga pencitraan dan kelebihan masing-masing ditunjukkan kepada pemirsa dan terkadang melemahkan lawan politik.
Begitu juga dari kalangan facebookers tidak kalah serunya dari pihak elit partai yang ada di pusat sana, para facebookers juga memberikan dukungan kepada capres dan cawapres masing-masing melalui media sosial/facebook dengan kata-kata menyindir dan memberikan opini-opini yang merendahkan lawan.
Menurut hemat penulis ada beberapa tipe facebookers kenapa para facebookers ini begitu getolnya memberikan dukungan kepada capres dan cawapres mereka:
Pertama: Kader Partai Sejati, kalau kader partai seperti ini jelas mereka memberikan dukungan kepada capres dan cawapres sesuai dengan partai yang mereka usung.
Kedua: Kader Partai Fanatik, kalau kader seperti ini mereka hanya mengikuti apa yang di usung partainya, salah dan benar itu urusan belakang yang penting apa kata partai maka itu yang didukung.
Ketiga: Bukan Kader Partai, kalau seperti ini maka dia hanya melihat sosok dua capres dan cawapres tersebut tanpa melihat dia berasal dari partai mana. Menurut dia bahwa sosok tersebut cocok untuk dia maka dia mendukung sosok tersebut.
Keempat: Ikut-ikutan, ini malah lebih bahaya lagi dari yang kedua. Ini biasanya apa kata teman dia mengikuti tanpa melihat dan mengetahui seluk beluk kehidupan kedua capres dan cawapres tersebut dan mendeklarasikan dengan kelompok masing-masing.
Melihat fenomena di jejaring sosial khususnya di facebook mereka begitu antusias memberikan dukungan kepada capres dan cawapres mereka, bukan hanya mendukung tapi memberikan kesan negatif kepada pihak lawan agar lawannya tersebut tidak disukai oleh masyarakat.
Menurut penulis, opini saling menjelekkan tersebut tidak ada artinya karena kebanyakan yang memakai facebook adalah orang-orang yang sudah berpendidikan jadi mereka tahu mana yang salah dan mana yang benar dan pasti sudah punya pilihan masing-masing karena melihat sosok itu bukan dari pencitraan akan tetapi melihat dari kinerja mereka dan kepedulian mereka terhadap rakyat kecil.
Melihat fenomena saat ini banyak sekali berkembang masalah isu tentang agama dan syari’at dalam pra-pemilihan presiden ini, kita sebagai umat Muslim tugas kita yang pertama adalah menjaga aqidah kita agar tidak pindah kepada keyakinan yang lain, agama Islam adalah agama yang benar dan agama yang paling diridhai disisi Allah swt walaupun nantinya siapapun itu yang terpilih menjadi presiden maka diri kita lah yang menjaga aqidah kita bukan orang lain karena kedepan ini banyak sekali tantangan kepada Agama Islam khususnya dalam menjaga keyakinan ummat Muslim.
Penulis amat mengharapkan kalau semua partai Islam berkoalisi dan memperjuangkan syari’at Islam dan memperkuat aqidah seluruh warga negara Indonesia yang menganut agama Islam namun partai Islam justru merapat ke partai Nasional, yang mana kedua sosok capres tersebut berasal dari partai Nasional justu lebih mementingkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika atau lebih dikenal dengan empat pilar kebangsaan.
Pertahankan Aqidah dengan Berpedoman al-Qur’an dan As-Sunnah
Kalau kita cermati bahwa ideologi yang dipakai oleh partai nasional ialah ideologi Pancasila yang mana ideologi tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Pancasila sebagai falsafah negara (Philosohisce Gronslag) dari negara, ideologi negara dan staatside. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan negara. Begitu juga dengan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dalam pengertian ini Pancasila disebut way of life, weltanschaung, wereldbeschouwing, wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup dan petunjuk hidup.
Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang. Penulis sedikit mengutip secara singkat, kekufuran dan penyimpangan Pancasila dari al-Qur’an dan as-Sunnah dari buku terbaik yang memaparkan kekufuran dan penyimpangan pancasila dari al-Qur’an dan as-Sunnah adalah musuh-musuh Islam melakukan ofensif terhadap ummat Islam Indonesia: Sebuah Pembelaan karya KH. Abdul Qadir Jaelani, adapun kekufuran dan penyimpangan itu ialah, Pancasila di negara ini memiliki kedudukan sebagai sumber segala sumber hukum, padahal dalam Islam sumber segala hukum, peraturan dan pedoman hidup adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Kekufuran dan penyimpangan tersebut lebih banyak lagi dijelaskan ini bisa kita lihat dalam buku “Menjadi Ahli Tauhid Di Akhir Zaman” karangan Abu Ammar.
Oleh karena itu, siapapun presidennya tentu Pancasila sebagai pedoman hidup dan pedoman dasar negara Republik Indonesia ini, kalau kita mengambil Pancasila sebagai pedoman hidup berarti kita telah mengambil pedoman hidup jahiliyah dan hukum jahiliyah.
Sekarang ini bukan lagi masa kejayaan Islam dengan Khilafah Islamiyyah seperti masa-masa dulu yang pernah berjaya, sekarang telah beralih kepada zaman modern, hukum modern dan hidup modern. Da’i sejuta umat mengatakan “zaman boleh berubah namun aqidah jangan sampai goyah”. Zaman boleh berubah, bangsa ini berpedoman dengan Pancasila namun kita sebagai Ummat Muslim tetap berpedoman hidup dengan al-Qur’an dan as-Sunnah bukan berpedoman kepada Pancasila.
*Penulis: Kompasianer dan Remaja Masjid Asrama PHB TNI-AD