Oleh Johansyah*
ISTILAH ‘ustadz’ google dalam tulisan ini muncul ketika saya mengikuti kuliah Filsafat Pendidikan bersama Prof. Suwito di Program Pasca Sarjana (PPs) UIN Banda Aceh beberapa waktu lalu. Awalnya, ketika itu banyak yang mengeluhkan kurangnya referensi dalam membuat artikel ilmiah maupun makalah. Lalu beliau bilang, ‘kok bingung, tanya aja ustadz google’. Sontak saja, mendengar guyonan tersebut kawan-kawan tertawa. Ya, karena terkesan dengan istilah ‘ustadz’ google.
Memang kedengarannya lucu karena dalam benak kita ustadz itu adalah orang yang sedikit banyaknya mengerti tentang masalah-masalah agama (terutama fikih). Atau sebutan ustadz yang sering kita dengar adalah di lingkungan pesantren. Ustadz adalah nara sumber yang memberi fatwa dan pendapat terhadap permasalahan agama yang dihadapi oleh seseorang, atau seseorang yang bertanya tentang status hukum suatu perbuatan menurut tinjauan alqur’an dan hadits, interpretasi ayat, atau hadits yang melarang maupun membolehkan suatu perbuatan, dan masalah agama lainnya. Peran ini yang mungkin diserupakan oleh Prof. Suwito tersebut dengan google, sehingga menyebut ‘ustadz’ google.
Memang beginilah perkembangan zaman, di mana sejak memasyarakatnya internet di Indonesia, orang mulai bercengkrama dengan produk teknologi ini dan menjadikannya sebagai pusat pencarian sumber informasi tentang berbagai persoalan manusia yang begitu komplit. Dan salah satu fasilitas search engine (mesin pencari) yang banyak digunakan oleh user (pengguna) internet adalah google.
Google akan siap melayani beragam penelusuran informasi yang kita inginkan, walau pun tidak semua informasi dapat ditampilkannya sesuai dengan permintaan. Inilah mungkin salah satu dampak positif dari hadirnya internet ke tengah-tengah kita yang dapat mengakses aneka ragam informasi, baik berupa data teks, audio, video, gambar dan data dalam bentuk lainnya.
Google pada level manusia mungkin dapat disebut ‘maha mengetahui’ terhadap berbagai persoalan karena begitu kita berkonsultasi dengannya banyak informasi yang diminta akan tersajikan dengan cepat. Google sebagai fasilitas pelacak informasi saat ini ternyata benar-benar dimanfaatkan untuk menggali berbagai bentuk informasi, termasuk yang berhubungan dengan masalah keagamaaan.
Sebelumnya, mungkin satu-satunya yang diharapkan untuk menjawab persoalan seputar agama adalah ustadz, karena pada umumnya masyarakat kita tidak mau bersusah payah mencari jawaban melalui buku bacaan agama karena membaca belumlah mentradisi dalam masyarakat kita sehingga mereka mencari jawaban yang sifatnya praktis.
Sayangnya, ketika berdiskusi agama dengan ustadz atau tengku kadang-kadang ada kelemahannya. Misalnya dari kualitas para ustadz tentu tidak menyebar merata di setiap wilayah. Selain itu, sebagian ustadz biasa cenderung subjektif dalam menjawab persoalan agama dan menutup diri terhadap pendapat yang berbeda dengan pemahamannya, dan sering kali menjadi pemicu perpecahan umat dalam sebuah masyarakat.
Pada kenyataannya, hingga saat ini konsep fiqih yang ditawarkan oleh para ustadz atau tengku kita umumnya masih sangat terikat oleh mazhab. Di Indonesia pengaruh mazhab terbawa hingga ke aliran organisasi sosial kemasyarakatan seperti muhammadiyah yang banyak dianggap sebagai kaum muda dan Nahdhatul Ulama (NU) sebagai kaum tua. Konyolnya lagi, banyak yang tidak dapat membedakan mana mazhab dan mana organisasi.
Perbedaan pendapat sebenarnya sesuatu yang wajar dan biasa, akan tetapi banyak juga yang lupa diri untuk mengakui perbedaan tersebut dan tidak mau belajar lebih banyak tentang apa yang sudah dia pahami. Selain itu dalam masalah fikih masyarakat kita juga sering terjerumus kepada pemahaman satu mazhab yang menganggap mutlak kebenarannya. Padahal tidak ada pemahaman satu manusia pun yang mutlak melainkan relatif dan terbuka untuk dikritik. Inilah yang menjadi pemicu mengapa kemudian orang lebih memanfaatkan google sebagai teman konsultasi.
Permasalahan lainnya adalah karena kurang menyebarnya buku-buku agama update terkait dengan berbagai persoalan-persoalan baru yang berkembang di sekitar kita sehingga masyarakat tidak memahami bagaimana sebenarnya agama memandang persoalan tersebut, seperti bayi tabung, aborsi dan berbagai masalah baru agama lainnya. Bahkan baru-baru ini muncul semacam polemik terkait dengan boleh tidaknya meratap atau mengeluh di facebook.
Sejak internet muncul, sebagian orang tidak lagi ambil pusing dengan mencari buku-buku atau ustadz dalam mendiskusikan masalah-masalah agama dan lebih memilih untuk mencari jawaban atas persoalan yang dihadapainya di media ini. Mencari jawaban via internet memang sangat praktis, di samping cepat, hemat dan juga dapat memperoleh jawaban variatif. Namun demikian, kita tentu dituntut agar mencermati dengan baik, kira-kira jawaban mana yang sesuai dengan pemahaman dan apakah pendapat tersebut sangat kuat dasar hukumnya.
Mencari informasi seputar persoalan agama melalui internet, hitung-hitung memang sangat praktis mengingat penyebarannya saat ini dapat dikatakan sudah merata, walaupun mungkin di pelosok sekali wilayah negeri ini belum bisa dinikmati, tapi setidaknya di pusat kecamatan internet sudah bisa diakses.
Kehadiran ‘ustadz’ google merupakan fenomena perkembangan zaman yang dijadikan orang sebagai teman konsultasi agama dan berbagai persoalan hidup lainnya. Dalam hal ini kita harus menyadari betapa berperannya teknologi dalam kehidupan asalkan dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif. Sebagian orang mungkin alergi dengan tekologi dan cenderung mengasumsikannya sebagai media perusak moral generasi muda, padahal yang salah bukan teknologinya akan tetapi penggunaannya.
Di sisi lain, mungkin fenomena ‘ustadz’ google perlu menjadi bahan perbandingan ustadz atau tengku kita dalam menjawab berbagai persoalan agama. Artinya unsur subjektifitas dalam melihat berbagai persoalan perlu diperkecil dan jangat terlalu berani mempertahankan pendapat satu orang atau berdasarkan mazhab tertentu, karena itu semua hasil pemahaman manusia.
Ke depan, perkembangan teknologi semakin pesat. Manusia abad 21 sekarang sudah berada di era teknologi dan informasi yang sangat terbuka dan nyaris tanpa batas, seolah dunia ini menjadi kecil karena informasi di belahan negara lain dapat diperoleh dengan mudah. Namun demikian, kita berharap kepada publik agar betul-betul cerdas dalam memilih dan memilah informasi. Apa pun yang disajikan ‘ustadz’ google, kiranya perlu ditelaah, dikaji ulang, dan diuji kebenarannya sehingga betul-betul bermanfaat.
*Warga Bener Meriah. Email: johan.arka[at]yahoo.co.id






