[cerpen] Teroris Cinta

oleh

 

 

Aya melirik jam di handphone yang menunjukkan pukul 12.00 malam, dimana semua insan masih lelap dalam buaian mimpi, tetapi mata Ara masih saja tetap menatap langit-langit kamar. Sesekali Aya membaca kembali pesan masuk siang tadi.

Hai manis! Apa kabarmu?

 

Begitulah isi pesan itu, yang mampu membuat dia penasaran tentang siapa pengirimnya. Saat ditanya siapa, sang pengirim hanya membalas dengan simbol senyuman. Aya mulai memutar memori ingatannya pada kejadian siang tadi, kepada siapa saja dia memberikan nomor ponselnya. Tapi seingatnya hanya pada Fisya ia membagi nomornya, teman sekelompok pada saat opspek kemarin. Setahunya dia bukan orang yang suka iseng terhadap orang lain.

Dalam keheningan malam, tiba-tiba ponselnya berdering kembali. Satu pesan masuk. Aya membuka sms tersebut, dan ternyata nomor dari orang yang sama dan pesan yang sama seperti siang tadi. Reflek ia mendial nomor tersebut. Aya hanya ingin tahu siapa pemilik nomor tersebut, wanita atau priakah? Tapi, hanya kebisuan yang ia dapatkan. Si pengirim sms itu bahkan sama sekali tidak menjawab salam yang ia ucapkan. Dengan sedikit geram Aya berkata, “kalau mau iseng jangan tengah malam dong, dan menjawab salam itu hukumnya wajib tau!” Tetap saja tak ada jawaban. Akhirnya, dia memutuskan untuk mematikan handphonenya.

Suara merdu azan yang mendayu-dayu membangunkan wanita berwajah ayu itu dari tidurnya, padahal Aya baru saja terlelap. Dengan sedikit rasa malas ia membuka matanya. Dia langkahkan kaki menuju kamar mandi untuk membersihkan hadast kecil dari tubuhnya dengan berwudhu.

Matahari mulai menampakkan wujudnya. Aya mulai melupakan sedikit tentang sms misterius yang mengganggu pikirannya sejak kemarin sore. Senyumannya yang begitu menawan, menggambarkan suasana hatinya saat ini.

“pagi semuanya!” sapa Aya pada semua teman sekelasnya.

Ini hari pertama dia dan teman-temannya memulai aktivitas belajar di kampus, setelah satu hari yang lalu mereka mengikuti opspek. Nuansanya masih begitu baru. Mereka masih belum terlalu mengenal satu sama lain. Tetapi sifat ramah Aya pada semua teman sekelasnya, membuatnya disukai oleh mereka.

Seperti layaknya di SD, SMP, dan SMA, perguruan tinggipun hari pertama masuk hanya sekedar perkenalan dan dosen memberitahu mahasiswa tentang aturan belajar dengan mereka. Aya menyimak semua yang dibicarakan dosen dengan seksama. Tiba-tiba ponselnya kembali berdering.

“serius sekali mendengarkan omongan dosennya, muka kamu makin lucu kalau lagi serius begitu.”

Sms dari nomor yang sama seperti sebelumnya. Reflek Aya mengalihkan pandangan kesetiap sudut kelas, berharap menemukan seseorang yang sedang memainkan ponselnya. Dia mencoba menelpon si pengirim sms tersebut. Tetapi hasilnya nihil, tidak seorangpun yang merespon ponselnya dan itu menandakan bahwa seisi ruangan tidak sedang memainkan ponsel mereka.Aya semakin penasaran dengan si pengirim sms tersebut.

“Mengapa dia bisa tahu apa yang aku kerjakan saat ini, benar-benar mencurigakan,” ujarnya pada Fisya saat usai jam kuliah.

“Mungkin dia penggemarmu barangkali,” jawab Fisya sambil sibuk memainkan jemarinya dengan tombol-tombol ponselnya.

“penggemar apaan kalau kerjaannya hanya iseng begini. Bikin kesel tahu?”

“Ahhh, sudahlah! Anggap saja si pengirim sms tadi penggemar rahasiamu. Asyik tuh punya penggemar rahasia,” Fisya mulai menggoda.

Aya hanya membalas godaan temannya itu dengan cubitan. Sambil berjalan, Fisya terus saja menggoda Aya karena sms dari penggemar rahasianya.

“temanmu benar, aku adalah penggemar rahasiamu. J

What? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku sedang membicarakannya? Apa dia mengikutiku? Tapi dimana dia? Batinnya terus saja bertanya. Aya mencari-cari dimana sebenarnya posisi si pengirim sms tersebut hingga ia tahu apa yang dikerjakannya. Tetapi tetap saja sia-sia, ia tak menemukan seorang pun didekatnya.

Mungkin dia bersembunyi di balik semak-semak? Atau mungkin dia melihat dari kejauhan, tapi kalau dia melihat dari kejauhan pastinya dia tidak dapat mendengar percakapanku. Ahhh, sudahlah. Aya kembali membatin.

 

 

Dua minggu telah berlalu. Teror sms itu masih terus mengganggu hidup Aya. Bahkan saat ini si pengirim semakin agresif. Dia mulai memanggil Aya dengan panggilan sayang. Aya mulai risih dan terganggu dengan sms tersebut. Tapi ia juga semakin penasaran dengan siapa sebenarnya pengirim sms itu.

“Aya, ke kantin yuk!” ajak Fisya.

“Kamu duluan saja, nanti aku nyusul,” jawabnya sambil terus menuliskan sesuatu di sebuah buku berwarna biru.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan sedikit rasa malas Aya mengangkat panggilan masuk tersebut.

“Assalamualaikum! Ada yang bisa saya bantu?” ujarnya dengan muka cemberut.

“Waalaikumsalam! Aku tunggu kamu di taman sekarang, ok!” sambil menutup ponselnya.

Hah???? Nih orang sakit jiwa kali ya? Tiba-tiba nelpon, terus nyuruh aku ke taman. Siapa sebenarnya dia? Benar-benar sakit jiwa nih orang.

Aya kembali membatin. Meski sedikit kesal dan takut, akhirnya Aya memberanikan diri untuk menjumpai pria misterius yang selama ini mengganggu hidupnya.

Sesampainya di taman. Aya mulai melemparkan pandangannya ke setiap orang yang ada di taman tersebut. Ia mencari-cari sosok yang menyuruhnya untuk datang ke taman tersebut. Tanpa berfikir panjang, ia menelpon kembali ke nomor masuk tadi. Dan tiba-tiba…….

Tidak perlu menelpon kembali, aku di belakangmu,” ucap pria misterius tersebut dengan tersenyum manis.

“Kak Rio? Jadi, kakak yang menerorku selama ini?” dengan raut wajah keheranan.

 “What? Meneror? Jadi kamu anggap aku ini teroris? Sungguh teganya dirimu!” dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Akhirnya kini Aya tahu siapa sebenarnya pria yang menerornya selama ini. Teror yang sedikit membuatnya gelisah dan takut, tetapi membuatnya berbunga-bunga juga. Karena teroris itu ternyata senior yang ia sukai sejak pertama kali ia mengikuti ospek kampus. Meski berawal dari teror, tapi aku senang.[SY]

Asmaul Husna

 Asmaul Husna lahir di Kota juang Bireun. Alumnus Pondok Pesantren Modren Misbahul Ulum, saat ini tercatat sebagai mahasiswi salah satu universitas negeri ternama di Banda Aceh, dan aktif di sanggar kampus.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.