Pidato Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah Pada Pengukuhan Wali Nanggroe

oleh
WN dan Ketua DPRA padaacara gladi bersih (sk)
WN dan Ketua DPRA padaacara gladi bersih (sk)

Banda Ketua-LintasGayo.co: DPR Aceh Hasbi Abdullah menyampaikan pidato setelah paripurna pengukuhan Wali Nanggroe Malik Makmud Al Haytar senin (16\12\2013) di gedung DPR Aceh. Berikut pidato ketua DPR Aceh Hasbi abdullah di depan ribuan undangan pengukuhan Wali Nanggroe;

Pembentukan lembaga Wali naggroe sebagaimana dimaksud dalam uu no 11 tahun 2006 telah dijabarkan dalam Qanun Aceh nomor 8 tahun 2012. Dan kemudian mendapat perubahan sehingga ditetapkan dalam Qanun nomor 9 tahun 2013 tentang perubahan atas Qanun Aceh nomor 8 tahun 2012 tentang lembaga wali nanggroe.

Memang kalau kita lihat kebelakanh dalam prosesnya Qanun wali nanggroe ini mengalami berbagai kendala dalam perjalanan panjangnya, sehingga terjadi tarik ulur antara para pihak yang berkepentingan.silang pendapat ini tidak hanya terjadi antara DPRA dan pemertintah Aceh dengan Jakarta,tetapi juga dengan kelompok masyarakat dan perorangan di Aceh.Salah tafsir, salah analisa bahkan salah sangka terjadi dalam menyambut keluarnya Qanun wali nanggroe,namun itu semua masih dalam batas-batas toleransi sebagai wujud dinamika masyarakat aceh yang terkenal progresif dan mari kita jadi perbedaan pendapat tersebut,sebagai suatu rahmat.

Kalau kita lihat secara filosofis,wali naggroe adalah lembaga dan sekaligus sosok yang paripurna karena padanya melekat beberapa fungsi.

Pertama, Wali nanggroe adalah sososk pemersatu,independen,dan bijaksana yang akan menjadi penengah bila ada beda pendapat di antara unsur-unsur atau pribadi dalam pandangan dan pengambilan keputusan.kita harus akui bahwa dalam sejarah Aceh tidak jarang terjadi gesekan dan bahkan selisih pendapat dan pandangan antar elit politik dan elit pemerintahan.meskipun tidak memiliki hak eksekutif ,apalagi legislatif kiranya wali nanggroe lah yang akan turun tangan menyelesaikannya secara adat dalam kearifab yang terukur setiap terjadi ketidak harmonisan tersebut.

Inilah yang kita namakan wewenang tradisional,dimana wewenang ini juga berlaku bila dalam masyarakat terjadi perbedaan tafsir ketika menerjemahkan sesuatu kebijakan pemerintah.kita mengetahui bahwa pada masa lalu ketika lembaga adat dan badan-badan tradisional masih kuat,kearifan lokal seperti ini yang memainkan perannya di pentas sosial politik masyarakat Aceh.dengan adanya wali nanggroe ,peran ini lebih maksimal digunakan agar keharmonisan Aceh lebih tetap terjaga di antara kita semua.

Kedua,Wali nanggroe sebagai penggali,perumus,dan pemelihara nilai-nilai lokal.kita yakin wali nanggroe memahami secara seksama keberagaman adat istiadat yang ada di aceh. Keberagaman ini antara lain kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dimana masyarakat yang tinggal di aceh tidak hanya menggunakan bahasa aceh, tetapi jugabertutur bahasa Gayo,bahasa kluet,bahasa alas,bahasa jameee,bahasa tamiang atau bahasa semelu dan lain-lain.

Keberagaman ini bagi aceh adalah hikmah,karena dari sanalah terajut dan terbentuk nanggroe aceh yang kita sepakati dan kita banggakan hari ini.dengan demikian boleh dikatakan ke depan wali nanggroe adalah langit-langit yang mampu melindungi seluruh persada aceh dari berbagai pengaruh negatif yang dapat merusak keharmonisan kaum tanah aceh tercinta ini. (Sengeda Kale).

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.