Oleh : Syaiful Hadi J.L
Buruh-buruh masih dipanggang terik. Membakar luka yang penuh darah.
Api masih membakar amarah. Bendera setengah tiang berkibar dalam bingkai kaca yang pecah.
Mencari keadilan yang dijanjikan ?
Politisi pun berdiskusi, di ruang ber AC,  tentang konsep untuk mencapai kemakmuran.
Tentang pembangunan daerah terpencil. Tentang undang-undang  korupsi.
Tentang  kebebasan, hak bicara dan hak azasi.
Buruh terus saja berteriak. Tentang upah tak pernah naik.
Jaminan kesehatan dan hari tua yang tak pernah jelas aturannya.
Tentang anak-anak jalanan –  anak-anak mereka – yang tidak bersekolah.
Politisi masih saja berdebat – atau pura-pura berdebat –tentang moratorium pengiriman TKI,  tentang moratorium remisi koruptor.
Politisi juga bicara anggaran negara. Tapi lebih sengit ketika bicara angaran untuk mereka sendiri.
Buruh Marah. Berteriak disepanjang jalan. Di depan istana. Buruh Marah. Membakar diri. Mati
Politisi terus saja ber-Onani. Bicara angka-angka.
Dimana rakyat tidak pernah paham apa yang mereka bicarakan.
Karena  ketika ada buruh yang mati membakar diri. Mereka tak peduli.
Buruh terus saja berorasi
Politisi juga terus saja berdiskusi
Menyelesaikan masalahnya sendiri
Medan – 2013







