Dari Lamno ke Gayo karena Gempa, Cinta, dan Didong

oleh
Peutua Lamno bersama anak-anak korban Gempa Gayo (Tarina)
Peutua Lamno bersama anak-anak korban Gempa Gayo (Tarina)
Peutua Lamno bersama anak-anak korban Gempa Gayo (Tarina)

BEGITU gempa menggoyang Gayo, Selasa 2 Juli 2013, laki-laki bertubuh kecil ini langsung bergerak. Dia ingin membantu saudara-saudaranya yang berada di Gayo, tentu, sebagai mantan Geucik dan akhirnya diapun dipanggil “Pak Geucik”, lantas mengumpulkan beberapa organisasi anak muda di Lamno Daya, Aceh Jaya–tujuannya, ya mengumpulkan dana untuk korban gempa di Gayo.

“Itu panggilan hati sebagai orang yang pernah tertimpa musibah, dan pasti terpanggil ketika yang lainnya mengalaminya,” kata Pak Geuchik kepada LINTASGAYO.co di pengungsian gempa Kute Gelime, Kecamatan Ketol, beberapa waktu lalu.

Peutua Lamno, begitu nama Pak Geucik, tidak perlu ditanya kalau soal bekerja untuk sosial. Bersama anak-anak muda dari Lamno Daya, diapun lantas menuju ke Aceh Tengah untuk megantarkan bantuan 150 paket sekolah anak-anak, pakaian balita, dan keperluan kaum perempuan. Desa Pantan Jerik adalah daerah yang dipilih, karena sesuai dengan informasi dari temannya di Takengon.

“Nilainya memang tidak seberapa, tapi adik-adik punya semangat membantu saudara-saudara di Gayo,” lanjut Ayah seorang anak ini.

Setelah mengantarkan bantuan, pemuda Lamno Daya dari lintas organisasi itu, 26 Juli, langsung meninggalkan lokasi dan kembali ke Lamno. Eh rupanya Pak Geucik tersangkut dan tidak langsung kembali. Katanya,dia ingin bersama korban gempa saja untuk beberapa lama.

“Saya mau bersama saudara-saudara saya di sini. Mau bermain bersama anak-anak, dan membantu apa yang bisa saya bantu,” kata Peutua Lamno lagi.

Betul saja, sehari ditinggal, Peutua Lamno sudah berbaur dengan warga dipengungsian dan juga warga kampung. Dia lantas bergabung dengan beberapa dokter dari tim dompet Dhuafa–yang kebetulan sedang memiliki program di situ wilayah itu, tujuannya agar bisa berbaur lebih jauh dengan masyarakat korban.

Adalah Kute Gelime dan Pantan Jerik, dua daerah yang parah didera Gempa yang menjadi sasarannya. Peutua di Pantan Jerik bersama teman-teman dari dompet dhuafa, dan setiap hari ke posko gempa Pantan Gelime.

“Disini kami bersama anak mengisi waktu dengan berkesenian,mereka bermain didong saya menikmatinya,” lanjut wasit bola tingkat kecamatan di Aceh Jaya ini.

Didong? ya didong. anak-anak korban gempa lihai-lihai bermain didong. Apalagi jelang kehadiran Rafly waktu itu, masyarakat Pantan Jerik dan masyarakat diposko Kute Panang, bersemangat memainkan kesenian lokal. Di pantan Jerik, bersama masyarakat disitu, Peutua mendorong kesenian Guel, sedangkan di Kute Gelime dia mendorong memainkan kesenian Didong dan Qasidah.

“Wah luar biasa. Mereka punya semangat yang tidak biasa, dan orang tua mensupport mereka, berbeda dengan tempat dia tinggal yang sulit berkesenian,” jelas Peutua.

Menurutnya, Gayo memang daerah berbudaya yang hebat. Musibah gempa yang meluluh lantakan rumah mereka, mereka rekam dalam karya-karya seninya. Ini, katanya, langkah cerdas mencatat peristiwa untuk diberikan kepada generasi berikutnya. “Mereka mengambil hikmah gempa sebagai pelajaran lalu mereka catat dengan seni. luar biasa,” kata Peutua.

Betul saja, pada tanggal 30 Juli 2013, ketika Rafly hadir di Kute Gelime, sekelompok seni Didong dari desa Bah menyenandungkan Sebuku berjudul Gempa. Dalam syairnya, Ceh Tawardi berkisah tentang gempa dan rasa kebersamaan yang tinggi. “Terima kasih kepada yang telah membantu,” begitu sepenggal bunyi syair Didong mereka.

Peutua Lamno ikut berseni Didong bersama para pengungsi. (tarina)
Peutua Lamno ikut berseni Didong bersama para pengungsi. (tarina)

“Bencana gempa sangat mengerikan/seakan kiamat dunia/sawah dan ladang habis tertelan/rumah berantakan sudah habis rata,” lanjutan lirik Didong mereka yang ditulis berbahasa Indonesia.

Daya tarik Didong rupanya membuat Peutua semakin yakin apabila Gayo akan dapat segera bangkit. Katanya, begitu besar semangat yang dikmiliki orang Gayo, tinggal perlu penanganan trauma . “Orang Gayo setiap hari bekerja. Ada saja yang mereka lakukan selain ke kebun,” jelas Peutua.

Peutua berharap, rehab rekon Gayo bisa dilakukan dengan baik,karena kondisi masyarakat memang siap untuk kembali bangkit, tinggal pengelolaannya saja.

Lantas 31 Juli lalu Peutua Lamno pun kembali ke Kampung halamannya di Lamno, dan dia selalu siap kembali ke Gayo, karena  sudah mengenal banyak korban, sehingga tersisa rindu untuk kembali. Ingin berdidong dan memainkan Rebana lagi. Begitulah Peutua Lamno, mencintai Gayo dengan hati dan kesungguhan. Begitukah?. (Tarina)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.