Camat, Melayani bukan Dilayani

oleh
penandatangan perjanjian para camat.(LGC-Istimewa)
penandatangan perjanjian para camat.(LGC-Istimewa)

Catatan: Ir. andinova

MAU jadi Camat. Anda harus bersedia tinggal di wilayah yang saudara pimpin. Kalau tidak, anda tidak akan jadi Camat. Itulah ilustrasi kebijakan yang diberlakukan oleh Pemkab Aceh Tengah dalam menempatkan seorang pamong di sebuah kecamatan.

Ini merupakan langkah maju. Sebab, memang sudah layaknya seorang abdi negara yang membawahi sebuah wilayah (kecamatan) harus tinggal dimana wilayah yang ia pimpim. Agar lebih dengan masyarakatnya. Kapanpun dibutuhkan, Camat selalu ada.

Berbagai penyakit klasik yang dialami warga perkampungan selama ini, akibat seringnya Camat berada di luar daerah. Hal ini bisa disebabkan kesibukan camat itu sendiri diluar daerah, maupun akibat domisilinya di luar kecamatan yang berbeda.

Secara psikologis, warga merasa dekat dengan pamongnya, jika camat tersebut berdomisili di wilayah yang dia pimpin. Tentunya, faktor psikologis ini sangat mempengaruhi derap pembangunan diwilayah tersebut. Makanya, untuk level “akar rumput” seperti ini, tuntutan putra asli daerah sangat dibutuhkan juga, meski tidak menjadi hal mendasar.

Pasalnya, camat tersebut akan berjibaku untuk membangun daerahnya, guna mengejar ketertinggalan. Segala upaya akan dilakukan. Hal ini bukan saja sebagai pertarungan gengsi, namun juga membawa marwah daerah dan karir sang Camat di kancah pemerintahan setempat.

Bukanlah kita tahu, tolak ukur keberhasilan seorang camat itu bila ia sukses membangun wilayahnya. Karenanya, penempatan putra daerah juga perlu dipertimbangkan. Namun, bukan tidak mungkin juga, jika seorang camat yang memang mempunyai sense of belonging (rasa memiliki) terhadap daerah, maka ia juga akan berusaha semaksimal mungkin membangun wilayah yang ia pimpin.

Camat adalah petarungan awal, dalam menapakan jenjang karir dalam birokrasi pemerintahan. Bila nantinya, sukses sebagai Camat, maka bukan tak mungkin, ia juga akan mendapat kepercayaan oleh pimpinan (bupati) untuk menjabat jabatan level yang lebih tinggi.

Bayangkan saja, jika saat menjadi camat saja sudah tak mampu, bagaimana mau memimpin level yang lebih tinggi dengan resiko kebijakan yang lebih tinggi pula. Makanya, ini tantangan awal bagi para camat yang baru saja mendapat promosi atau reposisi dalam wilayah Pemkab Aceh Tengah.

Ada 10 orang camat yang dilantik Sabtu, 8 Juni 2013 lalu, yakni Nasrun Liwanza, sebagai Camat Lut Tawar, Agus Kasim sebagai Camat Linge, Fauzan sebagai Camat Bebesen, Sukatsyah sebagai Camat Jagong Jeget, Yusra sebagai Camat Kebayakan, Kamaluddin sebagai Camat Pegasing, M. Aris sebagai Camat Rusip Antara, Gempar sebagai Camat Celala, Muhammad Sofyan sebagai Camat Silih Nara, dan Junaidi sebagai Camat Atu Lintang.

Dari sepuluh Camat ini, ada empat camat yang merupakan wilayah pemekaran dari kecamatan sebelumnya memang sudah lama ada. Mereka ini yakni Camat Atu Lintang, Camat Celala, camat Rusip Antara, dan Jagong Jeget.

Sebagai daerah pemekaran, tentunya butuh banyak perhatian. Sebab, orientasi pemekaran itu hakikatnya sebagai upaya mempercepat pembangunan diwilayah tersebut, guna mempersingkat birokrasi yang selama ini terasa jauh jika masih bergabung dengan wilayah (kecamatan) induk.

Sebuah tantangan berat tentunya bagi ke empat camat ini untuk mengejar ketertinggalan wilayahnya. Disamping camat lainnya, seperti Camat Pegasing, Silihnara, Linge sebagai kecamatan induk juga belum begitu maju dalam pembangunan.

Terakhir, saya hanya bisa mengucapkan selamat. Jalankan amanah yang diberikan. Karir anda dipertaruhkan. Sebagai catatan, anda (camat) pada hakekatnya hanyalah pelayan masyarakat, jangan pernah minta dilayani.***

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.