Profesi Guru dan Beban yang Tak Terlihat

oleh

Oleh Ahmad Dardiri*

Banyak orang masih memandang profesi guru sebagai pekerjaan yang ringan: berdiri di depan kelas, menjelaskan materi, lalu memberikan soal. Sesederhana itu. Seakan-akan guru hanya pengantar pengetahuan.

Padahal, yang terjadi di ruang-ruang kelas kita jauh lebih rumit dari apa yang terlihat mata. Guru tidak hanya mengajar, mereka mendidik.

Dan mendidik manusia, apalagi tiga puluh karakter berbeda dalam satu kelas, adalah kerja berat yang sering tidak dianggap.

Setiap pagi guru memasuki kelas dengan harapan yang sama: semoga hari ini lebih baik dari kemarin.

Namun yang menunggu di hadapan mereka adalah anak-anak dengan latar belakang keluarga yang berbeda, suasana hati yang berubah-ubah, dan masalah pribadi yang kadang lebih rumit dari rumus matematika.

Di balik senyum seorang murid, bisa ada rumah yang tidak rukun. Di balik tatapan hampa, bisa ada kurang tidur karena harus membantu orang tua. Dan di balik murid yang tampak sulit diatur, bisa ada kebutuhan kasih sayang yang tak terpenuhi.

Mengelola tiga puluh watak manusia pada waktu yang sama bukan pekerjaan teknis, tetapi pekerjaan jiwa. Butuh kesabaran yang tidak dibayar, empati yang tidak tercatat dalam laporan supervisi, dan keteguhan hati yang tak terukur angkanya. Ini sisi profesi guru yang sering luput dari sorotan publik.

Di rumah, anak dibentuk oleh orang tua. Di sekolah, guru melanjutkan tugas itu. Keduanya bukan pesaing, tetapi mitra. Namun sering kali masyarakat lupa bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama.

Guru dianggap pusat segalanya, sementara orang tua dan lingkungan memposisikan diri sebagai penonton. Padahal karakter anak tak mungkin terbentuk hanya oleh sekolah.

Keberhasilan anak adalah buah dari kolaborasi: orang tua yang menanamkan dasar adab, guru yang mengarahkan, dan masyarakat yang menjaga.

Guru bisa menyalakan api semangat, tetapi rumah harus menjaga nyalanya. Guru bisa menuntun perilaku, tetapi lingkungan mesti menguatkannya. Tanpa dukungan itu, guru hanya berdiri sendirian di tengah badai ekspektasi.

Menjadi guru profesional memang tugas berat. Ia menuntut ilmu, integritas, dan keteladanan. Tetapi lebih dari itu, ia menuntut kemampuan memahami manusia.

Guru bukan hanya penyampai pengetahuan; ia adalah penafsir hati, pendengar diam, sekaligus penjaga masa depan. Pekerjaan guru sulit diukur dengan angka, tetapi pengaruhnya menetap dalam ingatan seorang anak seumur hidupnya.

Hari ini kita membutuhkan bukan hanya guru yang cakap mengajar, tetapi masyarakat yang cakap menghormati peran guru. Sebab pendidikan akan runtuh jika guru terus dibebani, sementara dukungan dari rumah dan lingkungan semakin menipis.

Gurulah yang membimbing anak-anak kita mengenali dunia. Tetapi dunia pun punya kewajiban untuk menghormati mereka. Sebab tanpa guru, peradaban hanya tinggal puing kata-kata. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.