MTQ: Rutinitas dan Syiar Al-Qur’an

oleh
Prof. Ridwan Nurdin dan Istri. (Ist)

Oleh : Prof. Dr. Ridwan Nurdin,MCL (Rektor IAIN Takengon)

Perhelatan MTQ Tingkat Propinsi Aceh ke 37 di Pidie Jaya tahun 2025. baru saja selesai dan para pemenang dengan segala peringkatnya telah diumumkan dan ketahui secara meluas.

Juga telah diumumkan MTQ ke 38 tahun 2027 akan dilaksanakan di Aceh Barat Daya. Selamat jumpa di Blang Pidie tahun 2027, itulah yang disampaikan oleh Zahrol Fajri Kepala Dinas Syariat Islam Aceh. Tentu bagi yang telah mendaftarkan diri menjadi Tuan Rumah harus menahan diri untuk priode berikutnya.

MTQ telah memberikan pengaruh sosial yang signifikan, kehadiran para kafilah dari berbagai daerah bukan saja menjadi ajang uji kompetensi dengan kompetisi melainkan juga menghidupkan ekonomi rakyat.

Hadir para pegiat UMKM yang meraup keuntungan pada even ini. Karena itu tidak lah salah rutinitas MTQ selalu ditunggu sebagai sebuah upaya meningkatkan pendapatan.

Faktanya, para pedagang bukan saja mereka yang berdomisili pada daerah tersebut melainkan juga mereka datang dari seluruh Aceh dan luar Aceh.

Bukan sekedar rutinitas !

Bila melihat Gerakan penyelenggaraan MTQ, maka sedari awal MTQ dimaksudkan sebagai ajang uji mampu menampilkan seni tilawah al Quran. Dimana para qari qari terbaik unjuk kebolehan.

Selanjutnya, para pengunjung mendengar lantunan ayat ayat suci tersebut diharapkan membrikanj pengaruh yang mendalam yang menimbulkan kecintaan dan berujung pada pengamakan ajaran al Quran.

Demikian juga halnya bila ajang MTQ telah selesai tentu evaluasi atas pelaksanaan dan peringkat yang didapat akan dilakukan;terkait persiapan, personal, daya dukung dan lainnya sehingga capai pada MTQ selanjutnya dapat meningkat.

Jika dipahami dengan seksama bahwa MTQ dengan rutinitasnya yang telah terjadwal maka perencanaan dapat dibuat dengan mudah, mulai dari cabang-cabang yang akan tampil dan pihak yang menjadi pelatihnya, serta pendanaan akan mudah digerakkan. Karena itu kegiatan rutin seperti ini hanya disiapkan 6 bulan sebelum acara, tentu sangat mengecewakan.

Budaya Menggerakkan !!!

Bila dibandingkan dengan kesiapan daerah menyahuti MTQ, tentu bisa dilihat bagaimana proses kelahiran seorang juara. Modal suara dan ketekunan serta latihan rutin berkesinambungan memerlukan daya dukung yang relevan.

Dukungan keluarga, pemerintah dan juga elemen social yang terkait. Sebagai contoh, orang kaya yang memebrikan perhatian kepada para pegiat al Quran berupa dukungan finansial pada aktifitas dan penghargaan atas pencapaianya.

Artinya, mencipatakan juara bukan saja tangguing jawab sepihak atau instajnsi tertentu melainkan seluruh elemen masyarakat.

Sekedar perbandingan, bila melihat pemain top sepaka bola dunia sepertinya pemain Bintang dari Brazil dan Argentina tidak pernah putus selalu hadir pemain-pemain hebat.

Demikian juga halnya dengan pemain bulutangkis Indonesia, bintang-bintang baru terus berdatangan.

Tentu terkait al Quran, Propinsi Sumatera Utara selalu menghadirkan qari-qari yang luar biasa dan tidak pernah putus ; nama nama yang dikenal, Hasan Basri, Mirwan Batubara, Adnan Tumangger, Darwin Hasibuan.

Saat ini yang lagi top seperti; Erin Zelia Nawawi: juara 1 pada Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Internasional di Qatar (2023) dan Aljazair (2023). Ahmad Khairi Novandra: menjuarai kompetisi Al-Qur’an internasional di Tanzania. Jakfar: Meraih Juara I Qari Dewasa pada MTQ Nasional XXVII, Adman M: Meraih Juara I Qari Anak-anak pada MTQ Nasional pada tahun yang sama dengan Jakfar. Farhan Muhammadi: juara pada MTQ Internasional di Kerajaan Maroko.

Upaya berkesinambungan !

Setiap kompetisi melahirkan pihak yang kalah dan menang, menerima merupakan suatu kewajaran. Tetapi membiarkan diri dalam suatu kekalahan bukan sikap bijak yang perlu dituruti. Apakah lagi menyalahkan para pihak yang akibatnya memperburuk keadaan.

Prof. Dr. Tgk. Baihaqi AK salah ulama Gayo menyebutkan bahwa suara adalah anugerah karena itu berilah perhatian kepada mereka yang mendapat anugerah tersebut.

Pelatihan dan pembinaan yang berkelanjutan menjadi kewajiban semua pihak. Bentuklah sentra sentra training al Quran, seperti di masjid, rumah para ustazd dan lainnya. Agar aktifitas seperti ini menggejala dalam masyarakat.

Banyak lembaga yang bisa terlibat dan bertanggung jawab, mulai dari Pemerintah dengan Dinas Syariat (LPTQ di dalamnya), MPU, Kementerian Agama, Kampus, BKPRMI, IPQQAH, Masjid, Desa, Orang Kaya dan lainnya.

Akhirnya !

Kewajiban seorang muslim menjadikan al Quran sebagai pedoman hidup bukanlah pekerjaan yang mudah melainkan harus diupayakan secara serius dan berkesinambungan.

MTQ dengan tujuan syiar al Quran tidaklah cukup melainkan harus dibarengi dengan upaya lain agar membumikan al Quran menjadi tanggung jawab bersama.

Bila semangat al Quran telah berjalan maka segala aspek kehidupan kita akan terikat dengan ajaran al Quran tentu yang hal ini merupakan tujuan bagi setiap orang yang beriman. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.