TAKENGON-LintasGAYO.co : Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) merasa ada yang aneh dalam sistem pengadaan barang jasa dalam pengadaan baju dan seragam pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) Kabupaten Aceh Tengah.
Hal itu disampaikan Rahmad Roza, Aktivis GMNI Aceh Tengah melalui keterangan tertulisnya kepada media ini, Jum’at, 12 September 2025.
Menurutnya dari awal pelaksanaan pengadaanya tertutup sejak dan berpotensi menyalahi aturan.
Pertama menurut Roza, dari jumlah anggaran Rp. 600 juta lebih kegiatan tersebut seharusnya memungkinkan kegiatan tersebut dilakukan tender.
“Kemudian untuk alasan pemberdayaan kegitaan tersebut dipisahkan untuk beberapa item untuk memungkinkan untuk dilakukan Penunjukan Langsung (PL),” tegasnya.
Namun kejanggalan terjadi, tidak ada kegiatan serupa dalam LPSE, artinya dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut dilakukan swakelola oleh OPD.
“Kejanggalan lainnya kembali muncul, berdasarkan keterangan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam hal ini Kepala Kesbangpol Aceh Tengah bahwa kegiatan tersebut dipegang oleh pihak ketiga,” ujarnya.
“Mungkinkah ada pihak ke tiga dalam sistem pengadaan melaui swakelola? Mengacu ke Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 Jo. Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pedoman Swakelola, pengadaan barang dan jasa hanya mungkin dilakukan dengan skema swakelola type III,” tambahnya.
Berdasarkan ketentuan swakelola type III juga sifatnya tidak boleh dilakukan oleh orang perorangan melainkan LSM/Oraganisasi, perguruan tinggi swasta dan/atau organisasi profesi.
Kreteria dari LSM/organisasi juga telah diatur secara rigid salah satunya Mempunyai bidang kegiatan yang berhubungan dengan Barang/Jasa yang diadakan, sesuai dengan AD/ART dan/atau dokumen pengesahan.
“Kemudian jika yang dibutuhkan hanya seragam paskibraka sangat keliru apabila dilakukan swakelola. Karena berdasarkan aturan tersebut Swakelola dilaksanakan manakala barang/jasa yang dibutuhkan tidak dapat disediakan atau tidak diminati oleh pelaku usaha atau lebih efektif dan/atau efisien dilakukan oleh Pelaksana Swakelola,” terangnya.
Menurut Roza, menjahit pakaian paskibraka tidak memenuhi kualifikasi tersebut. Karena banyak UMKM yang bergerak dijasa jahit pakaian yang jumlahnya ratusan.
Oleh sebab itu menurut Roza, patut diduga bahwa pengadaan barang dan jasa tersebut memang sengaja setting untuk kepentingan penguasa semata untuk kepentingan balas jasa saat pemilihan lalu.
[Ril]





