Oleh : Marah Halim*
Pacuan kuda di dataran tinggi Gayo bukan cuma sekadar tontonan, tetapi sebuah warisan budaya yang sudah mendarah daging. Namun, di balik setiap tontonan tersebut, tersembunyi sebuah potensi ekonomi yang luar biasa.
Sudah saatnya kita mengubah sudut pandang, dari sekadar “kin galak nate” (hobi semata) menjadi sebuah industri yang menguntungkan.
Mengapa? Karena pacuan kuda dapat menjadi motor penggerak ekonomi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Gayo.
Mengapa, Hanakati?
Pacuan kuda adalah cerminan kekayaan budaya dan keterampilan luar biasa yang dimiliki oleh masyarakat Gayo. Namun, jika tradisi ini hanya menjadi ajang tahunan yang menghabiskan banyak biaya tanpa memberikan nilai ekonomi, kita telah melewatkan sebuah kesempatan emas.
Di negara-negara maju, olahraga seperti sepak bola di Eropa, basket di Amerika, dan kriket di India telah membuktikan bahwa tradisi dapat diubah menjadi industri yang menguntungkan.
Industri pacuan kuda tidak hanya sebatas penjualan tiket. Lebih dari itu, industri ini akan menggerakkan sektor-sektor lain, mulai dari tekstil untuk perlengkapan berkuda, kuliner, pariwisata, hingga penyiaran.
Gayo memiliki semua modal yang dibutuhkan: sejarah panjang, keterampilan berkuda yang diakui, dan gairah masyarakat yang tinggi. Jika kita tidak memanfaatkan potensi ini, kita akan terus melihat pacuan kuda sebagai beban finansial, bukan sebagai investasi.
Inilah saatnya untuk mengubah paradigma dan menjadikan pacuan kuda sebagai penggerak ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Gayo.
Apa Langkah Konkretnya?
Langkah pertama adalah mengubah mindset dan mentalitas dari sekadar hobi menjadi bisnis yang serius. Pacuan kuda harus dikelola secara profesional, dengan standar yang jelas dan visi jangka panjang.
Pertama, membangun mindset syari’ah terhadap olah raga pacuan kuda. Selama ini jarang dihubungkan pacuan kuda dengan syari’at; padahal pacuan kuda adalah olah raga yang betul-betul syar’i. Berkuda adalah ketangkasan yang disunnahkan Nabi.
“Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah dan menunggang kuda.” Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Dalam al-Qur’an pun tidak sedikit ayat yang memberi gambaran tentang kuda, apakah sebagai kenderaan perang, angkutan, ataupun simbol kekayaan.
Kedua pembangunan Infrastruktur: Gayo harus memiliki sirkuit pacuan kuda yang memadai, bukan hanya lapangan seadanya. Kita juga perlu membangun infrastruktur pendukung, seperti kandang modern, fasilitas pelatihan, dan pusat perawatan hewan berkualitas.
Yang ketiga pengemasan Acara: Pacuan kuda harus dikemas menjadi sebuah festival yang menarik bagi wisatawan. Bayangkan sebuah festival yang tidak hanya menyajikan perlombaan, tetapi juga menampilkan budaya lokal, kuliner khas Gayo, dan produk kerajinan tangan.
Dengan begitu, pacuan kuda dapat menjadi magnet bagi wisatawan domestik dan internasional, yang akan memberikan dampak langsung pada sektor perhotelan, transportasi, dan usaha mikro lainnya.
Kiban Cara?
Untuk mewujudkan visi ini, dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Pemerintah daerah harus berperan aktif dengan membuat kebijakan yang mendukung pengembangan industri ini.
Misalnya, dengan mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, memberikan insentif bagi investor, dan mempermudah perizinan.
Masyarakat Gayo juga harus berpartisipasi dengan membentuk komunitas atau asosiasi yang mengelola pacuan kuda secara profesional. Pelatihan dan edukasi tentang manajemen acara, pemasaran, dan pariwisata perlu ditingkatkan.
Para pemilik kuda juga dapat didorong untuk berinvestasi pada kuda-kuda berkualitas dan meningkatkan perawatan hewan.
Terakhir, sektor swasta memiliki peran krusial. Perusahaan lokal dan nasional dapat menjadi sponsor acara, sementara investor dapat melihat pacuan kuda sebagai peluang bisnis yang menjanjikan.
Dengan dukungan dari semua pihak, pacuan kuda di Gayo bukan lagi sekadar tradisi turun-temurun, melainkan sebuah mesin uang yang akan menggerakkan roda ekonomi Gayo.
Kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa di Gayo, budaya dan ekonomi bisa berjalan beriringan, menghasilkan kemakmuran bagi seluruh masyarakat. []