REDELONG-LintasGAYO.co : Tersangka ayah bunuh anak di Bener Meriah, merupakan korban trauma konflik Aceh.
Hal itu disampaikan mantan Panglima GAM Wilayah Linge yang juga Deputi 1 BRA, Fauzan Azima, lewat keterangan tertulisnya Sabtu 16 Agustus 2025.
Fauzan mengatakan, tersangka S dan anaknya T, pernah tinggal bersama dirinya beberapa tahun lalu pasca damai Aceh.
Diceritakan, awalnya S tinggal di Jamur Atu, Kecamatan Mesidah, Bener Meriah. Tahun 2000, S bersama istrinya dan anaknya T, meninggalkan kampung halaman karena mendapat teror dari orang tidak dikenal.
Terkait : Tersangka Ayah Bunuh Anak di Bener Meriah Korban Trauma Masa Konflik Aceh
“Pilihan meninggalkan harta bendanya karena S mendapati tetangganya di Jamur Atu bernama AI sudah terbunuh dalam kondisi mengenaskan. Peristiwa itu awal membuat dirinya trauma,” kenang Fauzan.
Masyarakat Jamur Atu menghormati jenazah dengan tetap melakukan kenduri sampai tujuh hari. Malam terakhir S pulang ke rumah, di halaman rumahnya sudah menunggu orang tidak dikenal melakukan ancaman terhadap dirinya.
“Esok harinya, keluarga S pindah menuju rumah ibunya di Kampung Mutiara Baru, Kec. Bukit, Bener Meriah (Kampung Berghendal),” sebutnya.
Sejak tinggal di Bergendal, sikapnya sudah mulai aneh. S mulai ketakutan ketika mendengar suara mobil atau sepeda motor di luar rumah. Tidak jarang S mengintip dari lubang kunci suasana di luar rumah. S merasa selalu ada orang yang ingin membunuhnya.
“Prilaku S dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan. Tidak jarang melakukan kekerasan terhadap istrinya. Pada tahun 2003, keluarga memutuskan untuk membawanya berobat ke Rumah Sakit Jiwa Simalungkat, Medan, Sumatera Utara,” kata Fauzan.
Kepada dokter RSJ itu, S menceritakan semua peristiwa yang dialaminya. Sebelumya S sangat tertutup dan tidak pernah menceritakan penyebab dirinya trauma berat. Dokter RSJ itu hanya memberikan resep obat. Tapi tidak mengurangi traumanya.
“Sejak pulang dari Medan, S setiap kali minum obat, efeknya selalu ingin mencoba bunuh diri dengan melompat ke kolam di samping rumah ibunya. Syukur upaya masih bisa diselamatkan keluarga,” kata Fauzan.
Setiap kali sakitnya kambuh, S selalu melakukan kekerasan kepada istrinya. Karena tidak tahan dengan perlakukan S, akhirnya istrinya menceraikannya yang menambah sakit jiwanya semakin parah.
Sementara anaknya T sendiri kadang bersama ayahnya, kadang dengan ibunya yang tinggal di Simpang Utama, Pondok Baru, Bener Meriah.
“T anak korban keluarga tidak utuh (broken home), ditambah lagi kelurga inti dengan tingkat ekonomi lemah. Sehingga tidak ada keluarganya yang dengan intensif mengurusnya,” ujarnya.
Tahun 2021, S dan T pindah ke Kampung Bintang Berangun, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah atau orang menyebutnya daerah Uwer Lah untuk membuka lahan kebun kopi.
Sementara kopi belum panen, S dan T mencari pekerjaan serabutan. Mereka tidak memilih pekerjaan asal bisa untuk makan.
S bekerja sebagai tukang parkir di Simpang Balik, Kecamatan Bukit, Bener Meriah. Sementara T pernah sebagai penjaga alat berat di daerah Lut Kucak, Kecamatan Bukit, Bener Meriah.
“Diduga saat bekerja di Lut Kucak, akibat salah pergaulan dan T mulai memakai narkoba. Sejak itu sifatnya tidak bisa dikendalikan lagi. T pernah mencincang HP, membakar rumahnya dan berkali-kali mengancam akan membunuh ayahnya,” kata Fauzan Azima.
[Darmawan]