TAKENGON-LintasGAYO.co : Unit Tipikor Satreskrim Polres Aceh Tengah, hari ini Kamis 7 Agustus 2025, akan menyerahkan 7 orang tersangka kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Lanjutan Pasar Bertingkat Bale Atu, ke Kejaksaan.
“Iya, hari ini setelah siang para tersangka akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, untuk proses lebih lanjut,” kata Kapolres, AKBP Muhammad Taufik, melalui Kasat Reskrim, Iptu Deno Wahyudi, saat konferensi pers bersama wartawan.
Dijelaskan, kasus dengan nilai kontrak Rp. 1.697.800.000.- yang bersumber dari dana APBK Aceh Tengah, yang dikelola oleh Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, pada tahun 2018.
“Kerugiaan negara yang timbul dari tindak pidana korupsi ini, senilai Rp. 526.324.607,” sebut Iptu Deno yang turut didampingi Kanit Tipikor Satreskrim Aceh Tengah, Aipda Hendri Faisal, SH.
“Dari 500 juta lebih kerugian negara, hanya Rp. 20 Juta yang dikembalikan oleh 3 tersangka yang beritikad baik, yakni dari HP sejumlah Rp. 10 Juta, dari tersangka AL sejumlah Rp 5 Juta dan tersangka KA sejumlah Rp. 5 Juta,” tambahnya.
Dijelaskan, keeenam tersangka tersebut adalah SY selaku Pengguna Anggara (PA), MAW selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), KA selaku Konsultan Pengawas, HP selaku Pelaksana Pekerjaan, AL selaku Peminjam Perusahaan dab FB. Peminjam Perusahaan serta SYF selaku Pemenang Lelang Pekerjaan dan Peminjam Perusahaan.
“Dari ketujuh tersangka ini, masing-masing memiliki peran atau modus operandi yang berbeda,” tegasnya.
Tersangka SY selaku (Pengguna Anggaran), kata Iptu Deno, tidak mengelola keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang – undangan, efesien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
“Hal ini, dengan ditemukannya pekerjaan yang tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis namun dilakukan pembayaran terhadap pekerjaan tersebut sebesar 100%,” terangnya.
Kemudian, tersangka MAW Selaku (PPTK) tidak menjalankan tugas mengendalikan pelaksanaan kegiatan, dengan ditemukannya kekurangan volume serta pekerjaan yang tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis namun tetap dilakukan pengajuan pembayaran pekerjaan sebesar 100%.
“Kemudian tersangka KA selaku konsultan pengawas tidak menjalankan tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan, dengan ditemukannya pekerjaan yang tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis namun didalam laporan mingguan dan bulanan, pekerjaan tersebut dinyatakan selesai sebesar 100%,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, tersangka HP selaku pelaksana pekerjaan telah mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama kepada pihak lain dan menerima fee atas pengalihan pekerjaan tersebut sebesar Rp. 37.150.000,-
“Kemudian, tersangka FB selaku pihak yang meminjam perusahaan, tidak memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manejerial untuk menyediakan barang/ jasa dan tidak memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan barang/ jasa, sehingga pekerjaan tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis yang disyaratkan,” katanya.
“Kemudian tersangka AL selaku peminjam perusahaan telah memberi uang sebesar Rp. Rp. 160.000.000,- kepada Tersangka SYF untuk melaksanakan pekerjaan sedangkan Tersangka AL tidak memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manejerial untuk pelaksana pekerjaan, sehingga ditemukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis yang disyaratkan,” sebutnya.
Lebih jauh dijelaskan, tersangka SYF selaku (pemenang lelang dan peminjam perusahaan), yang mengikuti proses pelelangan, dan setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang, telah mengalihkan pekerjaan kepada tersangka AL dengan menerima fee pengalihan pekerjaan sebesar Rp. Rp. 160.000.000,-.
Kepada tersangka kata dia lagi, disangkakan Pasal 2 Ayat (1) UU RI Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dimana bunyinya, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun, denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- atau paling banyak Rp. 1.000.000.000,” jelasnya.
Kemudian, Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam pasal itu, berbunyi : ”Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan neagara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- dan paling banyak Rp. 1 M,” katanya.
Lalu, Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana, yang berbunyi : Dipidana sebagai pelaku tindak pidana; mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.
“Terhadap para tersangka, hari ini akan dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap 2) ke Kejaksaan Negeri Aceh Tengah,” tandas Iptu Deno Wahyudi.
[Darmawan]