Perempuan Merdeka

oleh

Oleh: Dinika Audina*

Saya lahir di bulan Agustus. Sebetulnya bulan proklamasi kemerdekaan inilah yang menginspirasi saya saat ini menulis hal yang bersinggungan dengan kedudukan perempuan dalam hal kebebasannya.

Setidaknya dari sudut pandang saya sebagai seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anak bersama suami. Walaupun kami berkeluarga masih relatif singkat, namun keyakinan kami akan terus kami perjuangkan dan pertahankan keutuhan keluarga yang telah kami bangun.

Berkeluarga seperti bahtera mengarungi lautan. Kadang ombaknya tenang dan tidak jarang angin bertiup kencang. Sesekali badai mengombang-ambingkan bahtera rumah tangga. Nakhoda dan kru kapal harus pandai-pandai menghadapi angin dan gelombang agar kapal selamat sampai ke pelabuhan.

Belum lagi godaan tuntutan perempuan modern melalui gerakan feminisme. Tidak semua orang menerimanya. Menurutnya bukan saja merenggangkan keutuhan keluarga, tetapi juga perempuan ingin berada pada posisi bebas tanpa batas. Sedangkan faham kita bebas tidak tak terbatas.

Tentu saja maksud judul perempuan merdeka bukan merupakan bagian organisasi sayap sebuah partai politik. Tapi kepada sebuah pandangan saya di tengah keterbatasan yang diikat dengan gelar ibu rumah tangga yang identik dengan dapur, sumur dan kasur.

Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya 80 tahun lalu. Pertanyaan saya mewakili jutaan ibu lainnya, apakah kaum istri juga telah merdeka? Apakah mereka telah memperoleh kebebasannya? Padahal kita sama-sama tahu peran perempuan dalam memerdekakan Indonesia tidak kalah penting dari kaum lelaki.

Angkat senjata mempertahankan seperti yang dilakukan nenek moyang kita, jelas kami tidak merasakannya. Berjuang bersama suami untuk hidup lebih baik dalam bingkai keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, tentu kami adalah modal utama.

Jargon dibalik lelaki yang sukses ada perempuan yang telaten memberikan dukungan moral kepadanya adalah benar adanya. Kesuksesan seorang suami tidak mungkin terwujud kalau rumah tangganya berantakan.

Diri pribadi adalah cermin bagi semesta. Hati yang kacau akan direstui alam raya sampai kemudian suasana hati yang bahagia juga alam sekitarnya akan mewujudkannya. Sehingga tidak berlebihan seorang filsuf mengatakan kamu adalah apa yang kamu fikirkan.

Kesadaran sebagai seorang Ibu dalam berkeluarga saling mengisi bersama suami untuk saling mendukung untuk mewujudkan keluarga yang mandiri sangat penting. Akhlak suami istri sangat menentukan kesuksesan sebuah keluarga.

Saling terbuka dalam segala hal menempatkan antara suami dan istri setara. Kesetaraan inilah idealnya sebuah keluarga. Menerima segala kekurangan dan kelebihan dengan menempatkannya sebagai kekuatan dalam keluarga. Kesetaraan inilah yang dimaksudkan sebagai kemerdekaan sang istri.

Kata setara jangan diartikan sempit. Suami kerja kantoran tidak harus istri juga berkantor. Pelibatan suami dan istri bersama-sama merumuskan kemana keluarga ini akan dibawa? Itulah hakikat kesetaraan.

Suami yang menerima kesetaraan dan membuang jauh-jauh sikap patriarki adalah kemerdekaan bagi kaum ibu. Sungguh sebuah terjemahan yang sederhana tentang arti sebuah kemerdekaan bagi seorang istri. Nah, kalau kesetaraan itu terwujud, maka seorang ibu sudah pantas disebut perempuan merdeka.

(Banda Aceh, 3 Agustus 2025)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.