Oleh : Muhammad Syukri*
Akhir-akhir ini, publik sedang dihebohkan oleh sengketa empat pulau di kawasan Aceh Singkil. Isu itu bagai snow ball effects, makin lama semakin meluas. Sampai-sampai tersebut-sebut Aceh sebagai daerah modal.
Julukan sebagai daerah modal, seperti komentar netizen, karena rakyat Aceh pernah menyumbang pesawat perjuangan bernama Seulawah 001. Ada juga yang menulis karena orang Aceh yang bernama Teuku Markam pernah menyumbang 28 kg emas untuk tugu Monas.
Bahkan, keberadaan sumur gas alam di Arun Aceh Utara dianggap pula sebagai modal Aceh untuk pembangunan Republik Indonesia. Bukan itu saja, banyak lagi argumen netizen tentang asal muasal sebutan daerah modal. Dan, komentar itu masih terus berseliweran di timeline medsos.
Baca Juga : Negeri Para Saudagar
Sebenarnya siapa yang pertama kali menyebut Aceh sebagai daerah modal? Bung Karno ketika berorasi di Lapangan Blang Asan, Sigli, Aceh, 16 Juni 1948.
Begini inti pidato Bung Karno dalam rapat akbar yang dihadiri ratusan ribu massa, seperti dikutip dari buku Aceh Daerah Modal karya AK Jacobi (1992).
“Biar Republik Indonesia selebar payung! Biar Republik tinggal selebar payung! Kita harus berjuang terus dengan Aceh sebagai Daerah Modal dalam meneruskan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan meneruskan perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara.”
Baca Juga : Kritik Lewat Seni Didong
Kenapa Bung Karno mengingatkan massa dengan narasi: “biar Republik Indonesia selebar payung?” Karena agresi militer Belanda I (21 Juli – Agustus 1947) berhasil menguasai kembali seluruh wilayah nusantara.
Hanya Aceh yang oleh Bung Karno disebutnya “selebar payung” sama sekali belum dikuasai oleh Belanda. Makanya dari negeri “selebar payung” ini semangat perlawanan dikobarkan kembali oleh Bung Karno.
Mengobarkan semangat juang saat itu bukan hanya dengan bedil dan bambu runcing. Mereka mengudarakan siaran radio dari tengah-tengah rimba raya. Kemudian, siaran itu dikenal dengan nama siaran Radio Rimba Raya.
Baca Juga : Cara Menulis Kata “Kami” Dalam Bahasa Tulis
Dengan menggunakan bahasa Inggris, Urdu, Arab, Belanda, Cina, dan Indonesia, siaran itu mengudara ke seluruh dunia. Sampai akhirnya PBB mengetahui bahwa Republik Indonesia masih ada.
Selain itu, sebenarnya ada satu hal paling esensial yang membuktikan bahwa Aceh benar-benar sebagai daerah modal. Apa itu? Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Teungku Muhammad Daud Beureueh, pernah menolak permintaan Wali Negara Sumatra Timur, DR Tengku Mansyur, agar Aceh menjadi bagian dari Negara Sumatra.
Apa jawaban Teungku Muhammad Daud Beureueh kala itu? Sebagaimana dilansir surat kabar Semangat Merdeka yang terbit pada 23 Maret 1949, Daud Beureueh menyatakan bahwa Aceh tidak memiliki perasaan kedaerahan dan tetap bersemangat republiken (sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id).
Begitulah balada sebuah negeri, tempat para pejuang menumpahkan darah demi republik. Sekarang, negeri ini sedang berkeringat, berjuang menyelamatkan empat pulaunya yang “hilang” di laut selatan. []