Oleh : Alfisyahrin*
Kemudahan teknologi menyebabkan kehidupan manusia saat ini berevolusi, sehingga pola hidup manusia modern cenderung sedikit dalam mengguanakan tenaga, semuanya serba mudah, kendaraan, peralatan pertanian, peralatan komunikasi dan yang lainya.
Sedangkan secara alami manusia harus menghabiskan energi yang diserap dari makanan, jika tidak demikian, tubuh manusia akan rusak, sehingga secara natural manusia mencari tempat untuk melampiaskan energi tersebut.
Manusia modern memiliki banyak energi lebih serta waktu luang yang banyak, karena seluruh pekerjaannya telah dimudahkan dengan teknologi, berbanding terbalik dengan orang yang hidup pada zaman dahulu.
Mereka harus mengerahkan seuruh energinya untuk dapat bertahan hidup, olehkarena itu sering kita jumpai pada saat ini keanehan-keanehan tingkah laku manusia dalam menyalurkan energinya, yaitu banyaknya waktu luang dan melimpahnya energi yang membutuhkan tempat untuk menyalurkannya.
Olahraga adalah salah satu kegiatan positif yang sangat bermanfaat untuk menyalurkan energi lebih dan waktu luang tersebut, olahraga dapat menyerap banyaknya waktu yang terbuang sia-sia dan juga menyerap energi lebih sehingga menciptakan fisik dan mental yang sehat.
Ketika seseorang melakukan olahraga, tubuh orang tersebut menghasilkan beberapa hormon yang dapat menciptakan rasa bahagia diantaranya hormon Endorfine, Dopamine, Serotonim dan Oksitosin.
Keempat hormon ini akan menciptakan rasa senang, rasa ringan, rasa berhasil, mengurangi rasa cemas dan menciptakan rasa kebersamaan.
Singkatnya, semakin maju olahraga di suatu bangsa, maka akan semakin berkualitas pula tingkat kehidupan masyarakatnya.
Siapa saat ini yang tidak mengenal Khabib Nurmagomedov, beliau adalah seorang atlet MMA (Mix Martial Art) yang berasal dari Daerah Dagestan, yang kini telah pensiun dan melanjutkan memimpin Camp Pelatihan Beladiri di desa Sildi yang terletak di Pegunungan Kaukasus Utara, Rusia, Desa Sildi terletak di dataran tiggi, yaitu 1931 meter di atas permukaan laut.
Jika kita telisik, daerah pegunungan kaukasus utara secara geografis mirip dengan Aceh Tengah.
Secara geografis Aceh Tengah berada diantara 200-2600 MDPL, yang sebagian besar wilayahnya berada diantara 1500 MDPL (Meter di Atas Permukaan Laut).
Jika kita cermati, secara teoritis, tekanan oksigen pada daerah dataran tinggi lebih rendah daripada dataran rendah, Oksigen pada dataran rendah diperoleh pada angka 760 mmHg, sedangkan pada dataran rendah berkisar antara 560–600 mmHg, ekstrimnya kondisi ini dapat membuat tubuh beradaptasi dengannya.
Indikator ini dapat kita lihat dengan pengamatan langsung; masyarakat yang tinggal dan menetap di dataran rendah akan mudah mengantuk di malam hari, mayoritas mereka akan mulai mengantuk pada pukul 09.00, berbeda dengan dataran rendah.
Mereka akan mulai mengantuk pada pukul 11 malam bahkan sampai pukul 12 malam, ini semua disebabkan kadar oksigen yang lebih rendah ketimbang dataran rendah.
Seorang olahragawan (selanjutnya kita sebut atlet) harus memiliki beberapa komponen fisik, seperti Endurance (daya tahan), muscle strength (Kekuatan), Speed (Kecepatan) dan Flexibelity (Kelenturan) serta beberapa komponen spesifik lainya.
Kondisi geografis dataran tinggi seperti Aceh Tengah sangat berpeluang untuk membentuk voume paru-paru yang lebih besar yang berkontribusi terhadapa daya tahan seorang atlet, atau disebut dengan VO2Max (Volume of Oxigen Maximum).
Bahkan menurut beberapa penelitian yang dilakukan Arumugam dan Chellaturai (2019) dan yang lainya, perbandingannya bisa mencapai angka 10%, bahkan pada penelitian lain dapat mencapai angka 20% dibanding latihan yang dilakukan di dataran rendah, metode ini disebut Hipoksia Training.
Angka yang kami sebutkan sungguh sangat patut untuk disyukuri oleh kita masyarakat Aceh Tengah yang memiliki kondisi geografis ini.
Dari data yang penulis temukan banyak atlet berskala nasional dan internasional yang dibentuk dan ditempah di dataran tinggi baik dalam bentuk club dan individual, seperti Khabib dan yang lainya.
Banyak Training Camp (TC) atlet kelas dunia dan nasional yang sengaja dilakukan di dataran tinggi agar mendapat Hipoksia Training, diantaranya juara pelari jarak jauh dunia Eliud Kipchonge di Kota Iteen, Kenya (2000-2800 MDPL).
Tim lari dan balap sepeda Amerika Serikan di Kota Flagstaff Arizona (2100 MDPL), persiapan Olympiade oleh para etlet tiongkok di kota Kunming dan Dali (1800-2100 MDPL) dan juga club MMA milik Khabib Nurmagomedov di Dagestas, serta Timnas Indonesia U-20 dan Tim Senior yang berlatih di Malang dan Lembang (1200 MDPL).
Dari penjelasan di atas, kita dapat membayangkan peluang besar yang dapat kita raih jika kita berhasil memanfaatkan kondisi geografis ini, Aceh Tengah dapat dijadikan pusat pelatihan Nasional dalam berbagi cabang olahraga, tentunya akan pasti akan berimbas pada ekonomi masyarakat sekitar, dan juga karena kemajuan olahraga adalah salah satu indikator kemajuan sebuah daerah.
Pada tulisan ini kami berharap banyak para pembaca menyadari betapa bermanfaatnya sebuah kegiatan fisik yang kita sebut olahraga ini bila didasari analisis yang komplit, dan juga banyaknya biaya, tenaga dan waktu yang dikerahkan pemerintah dalam memperbaiki dampak kerusakan tatanan sosial yang diakibatkan banyaknya waktu luang dan pelampiasan energi yang salah.
Kemajuan olahraga tentunya merupakan sesuatu hal kompleks, tidak dapat kita lihat hanya dari satu sisi saja, ada beberapa faktor yang masih perlu intervensi oleh para pemegang kebijakan dan para penggiat olahraga, seperti; Sarana dan prasarana pelatihan olahraga, kualitas SDM pelatih, jam terbang, perhatian pada kesehatan dan gizi atlet, pencarian minat dan bakat usia dini, sponsorship, pendidikan dan membudayaan olahraga dan faktor-faktor lainya yang masih perlu perhatian khusus dari kita semuanya.
*Pelatih Doujou Karate KKI Aceh Tengah