Oleh : Marah Halim*
Ada pepatah Gayo: “Ke Nge Ilagang Turah I Lepih” Kalau sudah dirintis atau dimulai, maka harus jadi atau dilanjutkan.” Ini bukan sekadar omongan kosong, tapi cerminan nyata dari setiap gebrakan yang dilakukan pemimpin daerah, seperti Bupati atau Wakil Bupati.
Memulai sesuatu memang mudah, semangatnya membara di awal. Tapi, ujian sebenarnya adalah saat harus melanjutkan, menjaga determinasi itu agar tidak luntur di tengah jalan.
Setiap langkah dan aksi yang ditunjukkan pimpinan daerah, entah itu memungut sampah, menertibkan perokok di rumah sakit, membersihkan selokan mampet, sampai inspeksi dapur RSU, semua itu bukan sekadar aksi sesaat; bukan pula pencitraan.
Baca Juga : Kontradiksi Eksekutif dan Legislatif Terkait Penertiban Cangkul Padang di Danau Lut Tawar
Ini adalah sinyal atau kode keras yang harus segera ditangkap dan ditindaklanjuti oleh semua instansi terkait.
Fungsi Bupati/Wakil Bupati adalah menggerakkan dan memberi contoh. Begitu contoh ditunjukkan, giliran para pimpinan di SKPK, kecamatan, desa, sekolah, lembaga-lembaga daerah, hingga dunia usaha-lah yang harus melanjutkan gerakan itu.
Terkait kebersihan misanya, Dinas Kebersihan, Lingkungan Hidup, Pariwisata, bahkan Satpol PP, adalah leading sector yang tugasnya beririsan satu sama lain harus segera menyamakan frekuensi dengan ritme pimpinan. Instansi-instansi ini harus bisa bekerjasama, bukan sama-sama kerja.
“Pantun Kepala Daerah Jangan Hanya Dibilang Cakeep!”: Saatnya Satpol PP Danau Dibentuk
Coba perhatikan, berbagai aksi Bupati/Wakil Bupati yang kerap muncul di media sosial, itu adalah bentuk komunikasi langsung dengan jajarannya, dengan DPRK, masyarakat, bahkan instansi vertikal.
Baca Juga : Luas Danau Lut Tawar Berkurang 2 Hektar Setiap Tahun, Akibat Penimbunan?
Ibarat pantun, jangan sampai pantun dari kepala daerah itu cuma dibilang “cakeep!”, tapi tidak dibalas dengan tindakan nyata di lapangan.
Aksi Bupati/Wakil Bupati bahkan disambut dengan sinisme, dianggap pencitraan, dianggap aneh dan tidak biasa.
Tapi sebagai warga yang dipimpin kita juga perlu introspeksi diri, apakah kondisi yang ada saat ini sudah bagus? Jika kita masih mengeluh dengan segala bentuk pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan, maka itu tandanya ada masalah.
Ambil contoh paling nyata: masalah cangkul padang dan cangkul dedem yang selama ini begitu merajalela di pinggir, bahkan sampai ke tengah danau.
Baca Juga : WALHI Aceh Desak Pemkab Aceh Tengah Bertindak Menyeluruh Terhadap Danau Lut Tawar
Kenapa mereka bisa begitu nyaman dan berani berunjuk rasa saat ditertibkan? Jawabannya jelas: pembiaran selama ini.
Pembiaran ini terjadi karena ada institusi atau instansi yang seharusnya berfungsi, tapi malah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi mereka ada, tapi tidak diaktifkan.
Di sinilah kunci pentingnya. Dalam setiap upaya penertiban dan penegakan peraturan daerah (qanun) atau kebijakan apa pun, Satpol PP adalah garda terdepan.
Mereka adalah leading sector yang punya wewenang dan tanggung jawab penuh untuk memastikan kebijakan daerah itu benar-benar efektif berjalan.
Maka, sudah saatnya kita melihat pembentukan Satpol PP Danau. Tim khusus ini akan menjadi mata dan tangan pemerintah untuk menjaga marwah danau kita.
Mereka akan fokus mengawasi, menertibkan, dan memastikan tidak ada lagi pembiaran terhadap pelanggaran yang merusak keindahan dan ketertiban danau.
Dengan begitu, setiap rintisan dan gebrakan dari pimpinan daerah tidak akan berhenti di tengah jalan, melainkan terus berlanjut menjadi perubahan yang nyata dan berkelanjutan.
Ini menurut penulis, bagaimana menurut Anda, dengan adanya Satpol PP Danau yang spesifik, akankah permasalahan seperti cangkul padang atau pelanggaran lainnya di sekitar danau bisa teratasi lebih efektif?