Yaman Bukan Korea: Menang 4-1, Indonesia Lolos ke Piala Dunia dengan Bergaya

oleh

Oleh: Win Wan Nur*

Indonesia U-17 baru saja mengalahkan Yaman dengan skor 4-1. Kemenangan yang tidak hanya membawa kita ke Piala Dunia U-17, tapi sekaligus membuktikan bahwa:
permainan yang terorganisir lebih penting dari sekadar jumlah tembakan ke gawang.

Nyinyiran yang Luruh di Bawah 90 Menit

Beberapa hari lalu, ketika kita menang atas Korea Selatan, banyak suara miring bermunculan.

“Indonesia cuma beruntung.”
“Korea mainnya jelek.”
Atau yang lebih klasik:
“Menang sih, tapi mainnya bertahan… gak seperti tim besar.”

Tapi pertanyaan pentingnya adalah: apa itu tim besar?

Apakah tim besar harus selalu menyerang, punya ball possession 70%, dan menari-nari tanpa hasil di depan kotak penalti?

Pertandingan malam ini memberikan jawabannya: tim besar adalah tim yang terorganisir. Yang tahu kapan menekan, kapan bertahan.

Dan yang paling penting: tahu bagaimana mematahkan strategi lawan. Dan inilah yang kita saksikan dalam pertandingan tadi, meskipun secara statistik Yaman menang persentase penguasaan bola, tapi dalam urusan efektifitas serangan, mereka jauh di bawah kita.

Dalam pertandingan tadi, kita lihat Yaman bermain agresif. Menekan. Berharap dengan permainan seperti itu, mereka bisa menghabisi Indonesia.

Tapi Yaman lupa, mereka bukan Korea yang selain kualitas serangannya memang oke punya, pertahananannya juga sulit ditembus dan mereka jarang sekali membuat kesalahan.

Yaman tidak punya presisi teknik dan kedalaman taktik seperti Korea. Hasilnya, bermain seperti itu melawan Indonesia, sama seperti bunuh diri.

Karena ketika tekanan mereka gagal, Indonesia membalas dengan presisi dan kecepatan dan hasilnya, gol demi gol bersarang ke gawang mereka.

Coba lihat gol pertama yang dicetak oleh Zahaby Gholi, ketika serangan mereka gagal dan Indonesia mulai mengambil inisiatif serangan.

Beda dengan Korea yang barisan belakangnya tetap solid, Yaman langsung kocar-kacir, dan dalam situasi chaos inilah Gholy menarik kokang dan menghajar bola dengan tendangan setengah voli menghantam mistar bagian dalam gawang dan kemudian bola memantul ke jaring.

Gol kedua kurang lebih sama, ketika Indonesia menyerang, mereka kelabakan di belakang sehingga membuat jebakan offside yang sangat fatal, karena meninggalkan satu pemain di belakang sehingga ketika Zahaby Gholy mengirimkan umpan, langsung disundul oleh Fadli Alberto Henga yang tidak terjaga dan mengarahkannya ke tiang jauh dan Indonesia pun unggul 2-0 dan skor ini terus bertahan sampai peluit babak pertama dibunyikan.

Babak kedua, Yaman kembali mengambil inisiatif serangan dan cukup merepotkan pertahanan Indonesia, Indonesia bertahan sangat baik, sampai kemudian Putu Panji, kapten tim yang biasanya menjadi pemain paling tenang di belakang malah melakukan pelanggaran yang menghasilkan pinalti untuk Yaman.

Penalti ini dengan dingin dieksekusi kapten tim Yaman dan hasilnya papan skor berubah, Yaman kembali membuka harapan dan terus menekan.

Tapi kemudian di sekitar menit ke 70, dominasi pemain Yaman terpatahkan dan Indonesia yang memegang kendali dan melakukan tekanan bertubi-tubi sampai akhir pemain Yaman melakukan kesalahan backpass ke kiper yang berhasil dikejar pemain Indonesia, sehingga kiper tak punya alternatif lain selain menjatuhkan. Penalti.

Penalti kali ini kembali dieksekusi oleh Evandra Florasta, tidak seperti gol ke gawang Korea, kali ini Evandra melakukan tugasnya dengan sempurnya, tanpa mampu ditahan kiper.

Gol keempat kita—kontra yang mematikan.

Ini kembali menunjukkan bahwa Yaman bukan Korea, gol ini berawal dari keberhasilan pemain Indonesia mementahkan serangan Yaman dan mengirimkan umpan ke depan yang disambut pemain pengganti Josh Hoolong yang berhasil menggiring bola sampai ke kotak penalti dan tinggal berhadapan dengan kiper, tapi karena posisinya tidak sempurna, dia memberikan operan ke tengah dan di sana Evandra yang dalam posisi enak, langsung mencocor bola dan seperti penaltinya ke gawang Korea, tendangannya kali inipun berhasil ditahan kiper Yaman, tapi bola rebound hasil penyelamatan itu kembali dicocor oleh Evandra dan Gol, Indonesia 4-1 Yaman.

Dan secara praktis sebenarnya pertandingan sudah selesai, karena dengan waktu tersisa 8 menit, Yaman sudah tidak mungkin mengejar ketertinggalan, dan Indonesia pun naik ke puncak klasemen dan memastikan diri lolos ke Piala Dunia U-17.

Keberuntungan Tidak Turun dari Langit
Kemenangan ini juga menjadi tamparan bagi mereka yang beberapa hari yang lalu mengecilkan kemenangan Timnas U-17 atas Korea, karena waktu itu mereka lupa satu hal: Keberuntungan adalah hasil dari kerja keras.

Indonesia bisa mencetak gol ke gawang Korea bukan karena langit sedang baik hati.
Tapi karena anak-anak muda kita berjuang sampai detik terakhir.

Menekan tanpa lelah. Menutup ruang. Bertahan dengan struktur.

Dan ketika celah kecil muncul, kita manfaatkan. Begitulah cara tim-tim besar di dunia menang.

Bukan dengan “cantik” yang kosong, tapi dengan cerdas dan disiplin. Kemenangan Ini Adalah Kritik Diam kepada Pundit dan Pengamat Pemalas

Banyak dari mereka yang mengomentari sepak bola hanya dari statistik: jumlah tembakan, penguasaan bola, formasi default.

Tanpa menyentuh esensi: bahwa sepak bola bukan seni lukis. Ia bukan hanya soal “menyerang indah”, tapi soal mengendalikan ritme permainan.

Kemenangan atas Yaman adalah pengingat:
Tim yang terorganisir bisa menang dengan menyerang ataupun bertahan.

Karena sepak bola sejatinya adalah pertarungan kecerdasan dan eksekusi—bukan kompetisi estetika.

Dan sepakbola juga soal mentalitas.
Untuk Timnas, Shin Tae-yong merintis mentalitas ini. Dan Nova Arianto melanjutkannya tanpa kehilangan ruh.
Bukan hanya disiplin. Tapi ketajaman membaca lawan.

Bukan hanya teknik. Tapi kemauan untuk berkorban demi satu kesatuan.

Di tangan mereka, tim muda Indonesia tidak lagi tampil sebagai pelengkap.
Tapi sebagai pihak yang mengarahkan narasi pertandingan.

Akhirnya, seperti yang saya sebut tadi, perbedaan kualitas antara Yaman dan Korea memang nyata. Tapi kemenangan malam ini bukan berarti ringan.

Yaman datang sebagai pemuncak grup.
Mereka mencetak dua gol tanpa balas melawan Afghanistan. Dan tetap menekan Indonesia sepanjang pertandingan.

Namun bedanya: Indonesia tahu kapan harus sabar, dan kapan harus menggigit.

Gol ketiga dan keempat adalah bentuk kulminasi: Yaman terlalu fokus menyerang, dan Indonesia tahu celah itu akan muncul.
Bukan Sekadar Lolos—Tapi Lolos dengan Martabat

Kemenangan ini bukan hanya tiket ke Piala Dunia. Ini adalah argumen panjang tak terucap kepada mereka yang terlalu cepat menyimpulkan. Bahwa kita bukan menang karena hoki. Tapi karena kita layak.

Kita tidak hanya menang. Kita menang dengan cara kita sendiri. Dengan kerja keras. Dengan disiplin. Dengan ketenangan. Dengan kecerdikan.

*Penulis adalah anggota dewan redaksi LintasGAYO.co dan seorang YouTuber

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.