Oleh Dr. Johansyah, MA*
Bersyukurlah kepada Allah SWT karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu ramadhan tahun ini. Kita kembali diberikan waktu untuk menata diri menjadi hamba yang lebih baik melalui puasa ramadhan.
Banyak di antara saudara kita yang kehilangan kesempatan untuk ini karena sudah kembali ke hadirat-Nya.
Tinggal menghitung hari, kita akan menuju bulan istimewa ini. Bulan di mana Allah SWT melimpahkan kasih sayang, ampunan, dan pembebasan dari api neraka terhadap hamba-Nya yang serius dan penuh perhitungan menjalani puasa ramadhan.
Setiap amal kebaikan di bulan ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya. Maka sangat wajar kalau bulan ini disebut sebagai bulan istimewa karena banyak bonus pahalanya.
Hal lain yang membuat bulan ini istimewa adalah karena kita dibimbing secara totalitas untuk memperbaiki diri. Betapa Allah SWT Maha Mengetahui tentang makhluk ciptaan-Nya manusia yang cenderung lupa dengan perintah dan larangan, serta sering lalai dengan kehidupan dunia yang penuh tipu daya.
Dari itu, di setiap bulan ramadhan Allah SWT mengundang kita secara resmi untuk bersedia mengikuti program pendidikan dan latihan (diklat) khusus agar iman kita tertata kembali dengan baik, sehingga berdampak positif pada perbaikan sikap dan perilaku.
Hanya Orang Yang Beriman
Ada pembatasan yang diberikan Allah SWT untuk mereka yang mengikuti program ini, yakni hanya orang-orang yang beriman (QS. Al-Baqarah: 183). Hal ini jelas, sebab orang-orang yang tidak beriman tidak akan sanggup menjalani program ini karena penuh dengan batasan dan larangan.
Mereka yang tidak beriman akan terliminisasi sendiri dari program ini. Maka kalau mau melihat keimanan seseorang, salah satunya bisa disaksikan pada saat bulan ramadhan. Ketika ada di antara umat Islam yang tubuhnya bugar tapi enggan menjalankan ibadah puasa, berarti imannya darurat.
Ibaratnya sebuah lembaga yang membuka diklat untuk mengasah skill tertentu tanpa dipungut biaya. Meski gratis, terkadang banyak yang enggan untuk mengikutinya, padahal diklat tersebut bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada pesertanya.
Begitu pula halnya dengan puasa ramadhan, bahwa dapat dipastikan hanya orang-orang yang beriman merasa terpanggil dan mau mengikuti program ini.
Maka alangkah ruginya mereka yang menyia-nyiakan undangan ini. Satu hal yang perlu kita sadari bahwa jika kesempatan ini tidak dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk memperbaiki diri, tidak ada jaminan kita akan bertemu dengan ramadhan tahun depan.
Jangan-jangan ini menjadi ramadhan kita yang terakhir. Tidak usah terlalu percaya diri dengan kondisi badan yang bugar dan sehat, sebab maut itu bisa datang kapan saja dan tidak harus sakit.
Hal yang paling berharga dalam hidup adalah hidayah Allah SWT dan itu dapat kita maksimalkan melalui ibadah puasa yang serius dan penuh pehitungan.
Berbagai rangkaian amal kebaikan yang dilakukan secara sinergis dan totalitas akan membuka jalan hidayah yang sangat lebar. Ibarat lampu yang sudah mulai redup karena kacanya tertutupi oleh asap hitam di sekitarnya, lambat laun akan mulai bersinar terang karena asap hitam yang lengket di kaca tadi sedikit demi sedikit hilang.
Sekiranya manusia menyadari nilai-nilai tarbiyah dari ibadah puasa, dia tidak akan merasa ini sebagai sebuah kewajiban yang harus dijalankan, tapi akan menjadikannya sebagai kebutuhan pokok yang harus dipenuhi sendiri.
Tapi untuk sampai ke level kesadaran seperti ini manusia dihadapkan kepada tantangan yang sangat berat, yakni hawa nafsu yang ada di dalam dirinya. Jika dia mampu mengendalikannya, berarti dia berhasil menjadi manusia. Sebaliknya, jika dia dikendalikan hawa nafsunya, itu artinya secara ruhaniyah belum menjadi manusia seutuhnya.
Hawa nafsu bagi manusia lebih dari musuh dalam selimut. Sebab dia menyatu dalam diri kita. Maka tidak mengherankan kalau banyak manusia yang sama sekali tidak merasa terjebat oleh hawa nafsunya.
Justru sebaliknya dia merasa puas ketika keinginannya tercapai meski pun sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran. Dia sangat mengerti bahwa yang dia lakukan salah, tapi dia tetap melakukannya.
Hatinya dilanda sakit parah karena sulit menerima petunjuk kebenaran. Tapi begitulah, tidak banyak orang yang khawatir dengan penyakit hatinya.
Berbeda dengan sakit fisik yang kalau seseorang diserang demam, batuk, dan sebagainya, dia langsung berinisiatif pergi ke dokter, atau minimal pergi ke apotik untuk membeli obat agar sakit yang dideritanya segera pulih.
Betapa banyak orang yang menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta untuk berobat ke dokter yang hebat atau ke rumah sakit luar negeri.
Dia tidak peduli berapa pun biaya pengobatannya asalkan dia sehat. Namun berapa banyak orang yang bersedia menghabiskan anggaran sebesar itu untuk mengobati penyakit hatinya? Justru kalau dia kaya, akan memanfaatkan kekayaannya untuk sesuatu yang sia-sia.
Dia semakin terjebat pada perilaku yang terus membuat hatinya semakin keras dan sulit untuk menerima petunjuk.
Perkara Hati Menjadi Masalah Inti
Begitulah manusia, perkara hati menjadi masalah inti. Kita tidak boleh main-main dengan hati, sebab dalam hadits juga ditegaskan bahwa di dalam jasad manusia itu ada segumpal darah.
Jika dia baik, maka baiklah manusia. Jika dia buruk, maka jahatlah manusia. Hati menjadi semacam remot kontrol untuk fasilitas tubuh lainnya seperti indera, tangan, kaki untuk melakukan sesuatu.
Hati yang diliputi hidayah akan memerintahkan mata untuk melihat hal-hal yang baik dari ciptaan Allah SWT. Demikian pula, dia akan menghalangi telinga untuk mendengarkan kalam yang tidak berguna, mengarahkan tangan untuk mengambil makanan halal, dan memerintahkan kaki untuk pergi ke tempat-tempat yang mendatangkan pahala serta kebaikan.
Maka kalau masih merasa terpanggil dengan seruan perintah puasa, mari pergunakan kesempatan di bulan ramadhan nanti untuk menempa diri dengan sebaik-baiknya.
Yakni membersihkan dan membuang sampah-sampah batin yang mengotori hati. Selanjutnya mengisinya dengan sesuatu yang baik dengan amal-amal yang mampu membuatnya lembut dan mudah menerima hidayah.
Dalam sebulan ke depan, mari fokus pada program ini, persiapkan diri sebaik-baiknya dari berbagai aspek. Terakhir tentu kita meyakini bahwa puasa ramadhan yang diwajibkan Allah SWT kepada kita menjadi solusi bagi multidemensi persoalan hidup, baik secara individual maupun sosial.
Dengan kesungguhan dalam menjalani ibadah puasa di bulan ramadhan yang istimewa ini, semoga kita menjadi hamba yang istimewa, yakni muttaqin. Wallahu a’lam bishawab!
*Penulis adalah Dosen STIT Al-Washliyah Aceh Tengah.