Catatan: Muhammad Syukri*
Memancing di Danau Lut Tawar merupakan salah satu cara menikmati liburan tahun baru di Takengon.
Sore itu, saya menyaksikan joran (gagang pancing) seorang lelaki paruh baya melengkung. Dia sedang berjuang menyelamatkan ikan yang nyantel dimata pancingnya.
Dia berhasil mengangkat nila super babon itu ke atas pemantaran (pondok pemancingan). Alhamdulilah bisik saya. Namun dengan suara lemah, dia mengeluh “grilen kin rezeki geh.”
Ternyata ikan nila super babon itu terlepas sewaktu akan dimasukkan kedalam iwen (keranjang penampungan ikan).
“Sabar pak, kita coba pancing lagi,” hibur saya. Dia mengangguk.
Grilen kin rezeki (bahasa Gayo), frasa itu terngiang-ngiang ditelinga saya. Arti frasa itu, ikan nila super babon tadi belum jadi rezeki dia. Rezeki, apa itu?
Rezeki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah.
Dalam pengertian yang lebih luas, rezeki adalah segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia untuk menunjang kehidupan mereka.
Rezeki tidak hanya terbatas pada materi seperti uang dan harta, tetapi juga mencakup kesehatan, kebahagiaan, ilmu, kesempatan, dan hal-hal lain yang bermanfaat.
Dalam pandangan banyak budaya dan agama, rezeki dipandang sebagai anugerah yang harus disyukuri dan digunakan dengan bijaksana.
Rezeki juga dianggap sebagai hasil dari usaha dan kerja keras, serta berkat yang diberikan oleh Tuhan sebagai tanda kasih sayang-Nya.
Terlepas dari semua pengertian itu, sesungguhnya “rezeki itu adalah ujian. Dimewahkan bukan berarti dimuliakan, disempitkan bukan berarti dihinakan. Dua kunci yang meluluskan kita adalah syukur dan sabar.” (liputan6.com, 26 Mei 2024).
Oleh karena itu, marilah kita nikmati rezeki yang ada dengan penuh syukur, dan bersabar apabila rezeki belum menyambangi kita.
Bagi yang sudah berkelimpahan rezeki bersyukurlah, rendah hati, humble. Caranya: “Sugih tanpa bondo, menang tanpa ngasorake.” Selamat Tahun Baru 2025. []