Perjalanan seorang visioner mengubah sungai terlupakan menjadi destinasi wisata yang menarik 86.000+ pengunjung per tahun
______________
Teriakan gembira memecah keheningan pagi di Sungai Peusangan. Perahu karet meluncur di antara bebatuan, membawa delapan wisatawan yang berteriak penuh semangat mengarungi sungai berjeram grade 2. Air jernih mengalir deras, memantulkan sinar matahari pagi yang menembus dedaunan hijau di sepanjang aliran Sungai yang hulunya di Danau Lut Tawar nan indah permai.
“Saat pertama kali saya melihat sungai ini, yang terpikirkan bukan sampah yang mengapung atau nelayan yang mengeluh,” kenang Khalisuddin, pria berusia 50-an yang kini dikenal sebagai “Raja Sungai Peusangan.” “Yang saya lihat adalah potensi luar biasa yang terpendam.”
Siapa sangka, visi seorang pegiat multisektoral ini akan mengubah wajah pariwisata Aceh Tengah, Arung Jeram di daulat jadi ikon wisata daerah berhawa sejuk itu, selain kopi arabika dan danau Lut Tawar.
Ketika Sungai Hanya Tempat Pembuangan
Tahun 2012, Sungai Peusangan yang berhulu dari Danau Lut Tawar terlihat memprihatinkan. Sampah plastik mengambang di permukaannya.
Masyarakat sekitar menganggapnya tak lebih dari saluran pembuangan. Nelayan mengeluh hasil tangkapan berkurang, sementara petani khawatir dengan erosi yang mengancam lahan mereka.
“Tidak ada yang melihat potensi ekonomi dari sungai ini,” tutur Khalisuddin. “Padahal, aliran airnya stabil, tidak pernah banjir bandang, dan pemandangannya indah. Semua yang dibutuhkan untuk arung jeram ada di sini,” timpalnya.
Bagi kebanyakan orang, arung jeram identik dengan olahraga ekstrem yang berbahaya. Di mata Khalisuddin yang telah berkecimpung di berbagai cabang olahraga, dari kempo hingga balap sepeda, sungai ini berbisik menyampaikan peluang yang tak terhitung.

Mimpi Besar di Perahu Karet Bekas
Ide gila itu dimulai dengan diskusi sederhana bersama Muhammad Ibnu Akbar, Winara, Zainal Abidin, Munawardi, Muzakir, Mude Angkasa, Almutaqin, Wiwin Mustakim, Irham Rahmadi, Iwan Tanmiko, Usmar Effendi dan segenap sahabat seperjuangan lainnya. Di warung kopi di kawasan Simpang Lima Takengon, mereka bermimpi mengubah Sungai Peusangan menjadi destinasi wisata kelas dunia.
“Awalnya orang-orang mengira kami tidak waras,” tawa Khalisuddin. “Membayangkan ibu-ibu rumah tangga berarung jeram? Mustahil, kata mereka.”
Tapi Khalisuddin bukan tipe orang yang mudah menyerah. Pada 2015, ketika Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Aceh Tengah resmi terbentuk, mereka bermodal nekat mengikuti Kejuaraan Daerah di Gayo Lues. Peralatan seadanya: perahu rakitan dari ban dalam bekas, helm dari pelaku olahraga sepeda, dayung tradisional dan semangat membara.
“Perahu kami yang kami rakit dari ban dalam truk bocor berantakan. Perahu karet bekas yang saya beli sobek lebar saat kami pakai untuk pertama kalinya mengarungi sungai grade 1,2 dan 3,” kenang Khalisuddin. “Tapi justru dari situlah kami belajar dan melatih ketangguhan sejati,” ujarnya.
Hasilnya? Juara II Umum. Sebuah pencapaian yang tak pernah mereka bayangkan untuk atlet pemula yang bertanding dengan peralatan seadanya.

Dari Ejekan Menjadi Sensasi
Kemenangan di Gayo Lues menjadi titik balik, semangat berlatih dan belajar dari pengalaman hingga akhirnya memdapatkan 2 unit perahu hibah dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah selaku cabang olahraga yang di pertandingan Pra Kualifikasi Pekan Olahraga Aceh (Pra PORA) di sungai Tangse Pidie. Tim besutan Khalisuddin dan kawan-kawan berhasil lolos ke ajang PORA yang digelar tahun berikutnya, 2018 di sungai Jalin kota Jantho Aceh Besar.
Disela-sela persiapan ke ajang PORA tersebut. Pada 11 November 2017, puluhan orang berkumpul di jembatan Lukup Badak Kecamatan Bies untuk melahirkan sebuah operator Arung Jeram dengan nama Arung Jeram Lukup Badak yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya koperasi yang akan mengubah sejarah pariwisata Aceh Tengah, Koperasi Jasa Syariah Wisata Alam Gayo (Kopwis Alga).
“Kami tidak hanya ingin berolahraga,” jelas Khalisuddin. “Kami ingin membuktikan bahwa arung jeram bisa menjadi wisata keluarga yang aman dan menguntungkan,” ucapnya.
Strategi mereka brilian, mengubah persepsi. Arung jeram tidak lagi dijual sebagai olahraga ekstrem, melainkan sebagai petualangan keluarga yang menyenangkan. Bahkan pejabat negara Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki sudah menjajal sungai ini, didampingi langsung oleh Khalisuddin. Lokasi meeting point yang hanya 8 kilometer dari pusat kota Takengon, tarif terjangkau Rp70.000 per orang, dan durasi hanya 1-2 jam membuat wisata ini mudah diakses semua kalangan.
Hasilnya mengejutkan. Tahun ke tahun alami peningkatan signifikan dan yang tercatat di tahun 2023, 45.920 wisatawan menikmati arung jeram Lukup Badak. Angka itu melonjak drastis menjadi 86.726 orang pada 2024.
Revolusi di Balik Jeram
Keberhasilan Lukup Badak bukan kebetulan. Khalisuddin dan timnya yang juga pecinta lingkungan dan relawan kebencanaan yang kerap terlibat dalam penanganan kebencanaan ini memahami bahwa profesionalisme adalah kunci. Semua pemandu berlisensi, banyak di antaranya adalah mantan atlet berprestasi tingkat nasional dan internasional. Peralatan memenuhi standar internasional dengan sertifikat aman dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pramindo didampingi PB FAJI.
“Kami tidak main-main. Setiap detail diperhatikan, bebas pengaruh narkoba, keselamatan hingga kebersihan Sungai,” tegas Khalisuddin.

Setiap bulan, mereka mengadakan gotong royong membersihkan sungai. Masyarakat yang awalnya skeptis kini ikut menjaga kelestarian Sungai Peusangan. Nelayan yang dulu mengeluh kini turut menikmati berkah ekonomi dari wisatawan yang berdatangan.
Prestasi Menggema hingga Mancanegara
Tidak hanya sukses secara bisnis, FAJI Aceh Tengah di bawah binaan Khalisuddin terus mengharumkan nama daerah. Di PORA 2018, tim berjuluk Badak Peusangan berhasil raih juara umum di sungai Jalin Jantho. Berlanjut di tahun 2022 di Pidie, mereka menyapu bersih seluruh medali emas dan meloloskan diri ke PON XXI. Di ajang tertinggi olahraga nasional itu, mereka meraih 1 emas, 2 perak, dan 3 perunggu.
“Prestasi terbaik adalah ketika anak-anak kampung yang dulu tidak punya harapan, kini menjadi atlet berprestasi sekaligus pemandu wisata berlisensi,” ujar Khalisuddin dengan mata berbinar.
Pencapaian internasional juga tak luput dari genggaman mereka. Di kejuaraan dunia di Sungai Kampar, Malaysia, tim Aceh Tengah membuktikan bahwa mereka layak bersaing di kancah global.
Dampak yang Mengalir Lebih Luas dan Dalam
Hari ini, Koperasi Jasa Syariah Wisata Alam Gayo telah berkembang menjadi imperium bisnis dengan 200 anggota dan 144 karyawan. Mereka tidak hanya mengelola arung jeram, tetapi juga mengembangkan unit simpan pinjam syariah, camping ground, cafe, hingga gerai souvenir.
“Yang membanggakan, sebagian besar anggota dan karyawan kami berasal dari keluarga kurang mampu,” kata Khalisuddin. “Kini mereka memiliki penghasilan tetap dan masa depan yang cerah.”
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mengakui kontribusi luar biasa ini. Tahun 2019, tepatnya di acara resepsi HUT RI ke-74, Khalisuddin diapresiasi Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar menyerahkan Piagam penghargaan atas Prestasi Pengembang Wisata Arung Jeram di Sungai Peusangan.
Di tahun 2020, koperasi meraih predikat “Koperasi Sehat,” dan tahun 2024 dinobatkan sebagai “Juara 1 Koperasi Berprestasi” oleh Bupati Aceh Tengah.
Menatap Masa Depan
Setiap hari, Khalisuddin sering berdiri di tepi Sungai Peusangan, memandangi air jernih yang mengalir dengan tenang.
Sungai yang dulu diabaikan kini menjadi tulang punggung ekonomi ratusan keluarga dan kebanggaan Aceh Tengah.
“Ini baru permulaan,” ujarnya dengan senyum penuh harap. “Kami bermimpi Aceh Tengah menjadi destinasi wisata arung jeram terbaik.”
Takengon Rafting Festival yang digelar rutin setiap tahun kini menjadi magnet wisatawan mancanegara. Event khusus peserta perempuan ini membuktikan bahwa arung jeram telah benar-benar berubah menjadi wisata ramah keluarga.

Pelajaran dari Aliran Sungai
Kisah Khalisuddin dan transformasi Sungai Peusangan mengajarkan bahwa visi besar dimulai dari keberanian melihat potensi di tempat yang diabaikan orang lain. Tidak ada yang mustahil ketika semangat, kerja keras, dan strategi yang tepat berpadu dengan komitmen terhadap kelestarian lingkungan.
“Sungai mengajarkan kita untuk terus mengalir, tidak berhenti meski ada bebatuan besar yang menghadang,” refleksi Khalisuddin. “Yang penting adalah tetap bergerak maju, sambil membawa berkah bagi semua yang dilewati.”
Kini, setiap teriakan gembira di Sungai Peusangan bukan hanya ekspresi kegembiraan wisatawan, tetapi juga suara harapan yang mengalir dari hulu ke hilir, membawa prosperity untuk Aceh Tengah dan menginspirasi Indonesia.
Dari sampah menjadi emas. Dari mimpi menjadi kenyataan. Dari satu sungai, lahir seribu harapan baru.

_______________
Saat ini, Arung Jeram Lukup Badak telah menjadi ikon wisata Aceh Tengah yang tidak hanya menghadirkan kegembiraan bagi wisatawan, tetapi juga berkontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah dan memberdayakan masyarakat lokal.
Sebuah bukti nyata bahwa inovasi dan kepedulian lingkungan dapat berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
[Darmawan]