Oleh : Abshar, SH., MH*
Membaca tulisan Bapak Muhammad Syukri dalam Media ini pada tanggal 2 November 2024. Catatan yang langsung ditujukan kepada kami selaku Kabag. Hukum Setdakab. Aceh Tengah dengan judul “Kabag. Hukum kurang cermat dalam menafsirkan Permendagri 12 Tahun 2014”.
Terkait : Kabag Hukum Kurang Cermat Menafsirkan Permendagri 12 Tahun 2014
Tulisan tersebut adalah respon atas tanggapan yang saya berikan dalam media yang sama, bahwa Pemda tidak dapat menyediakan Pengacara untuk kasus yang dihadapi oleh Bapak Arslan, karena kasus tersebut adalah kasus pidana.
Menanggapi pernyataan saya teersebut, kemudian Bapak Muhammad Syukri menyampaikan kajiannya terhadap Permendagri Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah dalam hal ini Bagian Hukum Setdakab Aceh Tengah, memang dalam menangani perkara di lingkungan Pemerintah Aceh Tengah berpedoman kepada Permendagri tersebut.
Namun setelah saya mencermati tulisan Bapak M. Syukri, saya melihat beliau hanya melakukan penekanan kajian terhadap 1 (satu) pasal saja, yaitu Pasal 15 huruf d, lalu kemudian mengambil kesimpulan bahwa Kabag. Hukum kurang cermat dalam menafsirkan permendagri tersebut.
Menurut saya, kita harus berhati-hati dalam menafsirkan suatu aturan perundang-undangan, tidak boleh kita hanya menafsirkan sepenggal atau terpisah, apalagi hanya menggunakan 1 (satu) pasal kemudian membuat kesimpulan.
Namun harus mencermati pasal-pasal lain yang jika kita kaji ternyata bisa saja akan saling berkaitan atau berhubungan, sehingga ketika kita merasa pasal tertentu bisa ditafsirkan, ternyata jika kita hubungkan dengan pasal lain ternyata pasal tertentu tersebut sudah konkrit atau paling tidak akan mempunyai penafsiran terbatas.
Permendagri 12 Tahun 2014 tersebut, telah secara rinci menyebutkan bagaimana kewenangan Pemerintah Kab/Kota dalam hal ini Bagian Hukum Setdakab, dalam menangani kasus perdata, kasus Pidana dan kasus Tata Usaha Negara yang dihadapi oleh Kepala Daerah atau PNS.
Dalam Pasal 11 disebutkan, khusus mengenai penanganan perkara Perdata, Bagian Hukum Kab/Kota, melakukan:
a. telaah terhadap objek gugatan;
b. penyiapan surat kuasa, penyiapan jawaban, duplik, alat bukti dan saksi, kesimpulan, memori banding/kontra memori banding, memori kasasi/kontra memori kasasi dan memori peninjauan kembali/kontra memori peninjauan kembali;
c. menghadiri sidang di Pengadian Negeri;
d. menyampaikan Memori Banding/ Kontra Memori Banding kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Tingkat Pertama; dan
e. menyampaikan Memori Kasasi/ Kontra Memori Kasasi, Memori Peninjauan Kembali/Kontra Memori Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Pertama.
Kemudian dalam Pasal 14 disebutkan, bahwa dalam kasus pidana, Bagian Hukum Kab/Kota hanya melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana. Lalu bagaimana bentuk pendampingan itu, dijelaskan secara rinci dalam Pasal 15, yaitu:
a. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan;
b. ketentuan hukum acara pidana;
c. mengenai materi delik pidana yang disangkakan; dan
d. hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi.
Selanjutnya mengenai perkara Tata Usaha Negara disebutkan juga secara rinci dalam Pasal 17, Bagian Hukum Kab/Kota dalam menangani gugatan tata usaha negara melakukan antara lain:
a. kajian/telaah terhadap objek gugatan;
b. menghadiri sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara;
c. menyiapkan dan menyampaikan surat kuasa, jawaban, duplik, alat bukti, saksi, kesimpulan;
d. menyatakan dan mengajukan Banding, menyampaikan Memori Banding/Kontra Memori Banding; dan
e. menyatakan dan mengajukan Kasasi, menyampaikan Memori Kasasi/Kontra Memori Kasasi, Memori Peninjauan Kembali/Kontra Memori Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Pertama.
Jika kita lihat dari cara penanganan perkara dari ke tiga jenis kasus tersebut, maka sangat jelas disebutkan, bahwa hanya pada kasus Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) saja Bagian Hukum Kab/Kota dapat menghadiri sidang secara langsung di pengadilan, di bagian inilah sebenarnya diberikan ruang, jika Bagian Hukum tidak bisa mengadiri sidang, maka dapat diberikan kuasa kepada Pengacara.
Karena Bagian Hukum bisa langsung menghadiri sidang dipengadilan, maka Pemda juga bisa menguasakan kepada Pengacara.
Hal tersebut sangat berbeda jika kasusnya adalah terkait kasus pidana. Bagian hukum kab/kota hanya boleh melakukan pendampingan, tidak diberi ruang untuk bisa masuk menghadiri sidang secara langsung di pengadilan, oleh karena itu Bagian Hukum tidak dapat menunjuk pengacara sebagai kuasa hukum.
Bapak Muhammad Syukri, menafsirkan Pasal 15 huruf d, dimana melakukan hal-hal lain yang dianggap perlu adalah seperti menyediakan pengacara.
Penafsiran tersebut, saya rasa sangat keliru, karena jika bagian hukum dapat menghadiri sidang dipengadilan dalam perkara pidana, maka sudah tentu juga para pembentuk Permendagri 12 Tahun 2014 tersebut, akan secara rinci mencantumkan narasi atau redaksi pada batang tubuh permendagri tersebut.
Seperti secara rinci diatur tentang kasus perdata dan Tata Usaha Negara itu, tapi ini sangat jelas pada kasus pidana, hanya dapat melakukan pendampingan, sedangkan hal-hal lain yang dimaksud pada Pasal 15 huruf d, adalah hal lain yg terkait pendampingan saja, bukan terkait dalam persidangan di pengadilan (tidak boleh tafsir kita atas huruf d tersebut disamakan dengan perkara Perdata/Tata Usaha Negara).
Inilah yang saya maksud, agar mengkaji perundang-undangan harus melihat keterkaitan antara Pasal per Pasal, tidak boleh secara terpisah.
Kemudian dalam Permendagri tersebut juga, kemendagri menekankan, agar dalam penanganan kasus, Bagian Hukum Kab/Kota berkoordinasi dengan Biro Hukum Provinsi. Dalam kasus Pak Arslan ini, dan juga dalam rangka menafsirkan Pasal 15 huruf d tersebut, kami telah melakukan koordinasi dengan biro hukum provinsi dan instansi lain yang terkait.
Arahan yang kami terima, bahwa dalam kasus pidana pemerintah daerah tidak boleh menyediakan kuasa hukum (pengacara). Jadi perlu saya pastikan, terhadap pernyataan saya bahwa Bapak Arslan tidak dapat dibantu pengacara oleh Pemda, itu adalah hasil koordinasi dengan Biro Provinsi, bukan penafsiran kami semata.
Selama ini, jika Pemerintah Daerah mendapat gugatan hukum dalam kasus Perdata atau Tata Usaha Negara, kami dari Bagian Hukum selalu terjun langsung ke pengadilan sebagai Kuasa Hukum Pemda.
Namun regulasi kita membatasi, bahwa terhadap kasus pidana, bagian hukum tidak boleh menjadi kuasa hukum, artinya tidak boleh menyediakan pengacara.
Terakhir Pemerintah Daerah sejauh ini selalu mendampingi Pak Arslan dalam menghadapi kasus yang dialami, dan kita akan selalu mendukung semua upaya bagaimana beliau terbebas dari semua tuntutan, saya juga percaya banyak pihak yang mendo’akan kebaikan untuk beliau. Untuk itu kami ucapkan terimakasih.
*Kabag. Hukum Setdakab. Aceh Tengah