Catatan: Muhammad Syukri*
Kabag Hukum Setdakab Aceh Tengah, Abshar SH MH, terkesan kurang cermat dalam memahami maksud Permendagri 12 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Dalam berita berjudul “Arslan A Wahab Tak Dapat Bantuan Hukum dari Pemkab, Begini Penjelasan Kabag Hukum Setdakab Aceh Tengah,” alhamdulillah, dia mengakui telah memberikan pendampingan.
“Jadi kalau kasusnya kemarin masuk ke PTUN atau Perdata, Pemkab bisa menyiapkan pengacara yang dibiayai pemerintah,” ujar Abshar dalam berita itu.
Jawaban itu mendorong saya mengulik kembali payung hukum yang dikenal dengan nama Permendagri Nomor 12 Tahun 2014. Ingin mengetahui, apakah benar hanya perkara PTUN dan perdata saja yang pengacaranya dibiayai pemerintah?
Dalam pasal 2 ayat (3) Permendagri tersebut ditegaskan bahwa “Penanganan perkara hukum di lingkungan Kabupaten/Kota dilaksanakan Bagian Hukum Kabupaten/Kota diwilayahnya.”
Perkara hukum apa saja yang bisa ditangani? Litigasi dan non litigasi (pasal 3). Litigasi, salah satunya meliputi perkara pidana (pasal 4 huruf d). Nah, ternyata bukan hanya PTUN dan perdata yang bisa ditangani, perkara pidana pun bisa.
Kemudian, “Bagian Hukum Kabupaten/Kota melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang dilakukan Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, dan CPNS/PNS kabupaten/kota (Pasal 13).”
Dalam Pasal 15 disebutkan; Pendampingan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, memberikan pemahaman hukum antara lain:
a. Mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan;
b. Ketentuan hukum acara pidana;
c. Mengenai materi delik pidana yang disangkakan, dan
d. Hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi.
Setelah saya baca keseluruhan pasal dalam Permendagri Nomor 12 Tahun 2014 tersebut, tidak ditemukan satu pun kalimat yang melarang atau menyuruh menyediakan pengacara/penasehat hukum.
Lantas kenapa Kabag Hukum seperti ketakutan menyediakan penasehat hukum? Padahal dananya tersedia dalam APBK Aceh Tengah.
Sebenarnya, Pasal 15 huruf d adalah celah yang dapat digunakan untuk menyediakan penasehat hukum yang dibiayai Pemkab Aceh Tengah.
Apalagi perkara hukum yang didakwakan kepada Arslan A Wahab bukan pidana akibat perbuatan pencabulan, pencurian, kekerasan fisik, atau memperkaya diri sendiri.
Melainkan karena kebijakan yang diambilnya disaat kritis agar APBK Aceh Tengah Tahun 2023 tidak kena penalti berupa pemotongan anggaran sebesar Rp 21 milyar lebih oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi.
Apakah petinggi negeri ini rela membiarkan Arslan A Wahab dan Nafisah Elviana berjuang sendiri di depan meja hijau? Tragedi ini akan menjadi preseden buruk bagi semua pihak.
Kedepan, dikhawatirkan PNS jajaran Pemkab Aceh Tengah akan menjadi pengecut, tidak berani mengambil langkah strategis untuk menyelamatkan uang daerah dan uang negara.
Karena pada akhirnya, mereka akan ditelantarkan oleh pimpinannya. Dibiarkan berjuang sendiri di ruang pengadilan. Inilah ironi hari ini di negeri ini. []