[Puisi] Geming Subuh
Rudi Rendra
Dari kiri jendela, bayangan terkapar
setelah mencuri sepotong lelap
dan tertangkap.
Matahari menarik kantuk
dari lipatan tirai
mengukur jejak kaki yang hilang
di atas kiblat degup jarum jam.
Kau masih berdiri
menyaksikan waktu runtuh dari langit:
menimpa kubah doa yang kususun
dengan rapuh keringat taubat.
Adakah pintu kiblat masih terbuka
untuk sebuah sujud
yang membekas denda:
seribu sendi rakaat.
Di balik panas jendela
dari luar musim seharusnya
hujan yang tajam mengiris dada
menyisakan gema di tebing alamat pagi.
Kata-kata telah terbit
dan tak mungkin lagi salah ketik direvisi
tinta menugur sampul buku
diranap rayap
menugur mereka menghapus
cacat halaman yang ingin sekali
Ingin sekali kau robek
demi selembar mungkin
terbang rapuh kertas pesawat
yang kau lipat
dari ingatan masa kecil
menuju langit penuh maaf
meninggalkan jarak yang tak mampu
menyentuh ekor waktu. [SY]
Kundurian, Oktober 2024
Rudi Rendra, lahir di Tanjung Batu Kundur Kabupaten Karimun Kepri pada 30 Maret 1991. Matahari Menggelinding dari Puncak Garis Miring (2017) terpilih sebagai Naskah Buku Puisi Terbaik oleh Dewan Kesenian Kepri. Menulis Puisi di Laman Sastra Anak Cucu Tumpang Lalu (dilasatula) Beberapa Puisi tunggalnya memenangi lomba diantaranya; Sajak yang Tak Akan Pernah Ibu Baca (Juara 5 Lopunas, 2019), Ziarah Sapih Rahim Sejarah (Juara 1 Penulis Muslim, 2021), Sajak Terbaik Orang-Orang Karimun (Pesta Rakyat Karimun Tourism 2020), Terbaik 10 Baca Puisi WS Rendra ‘Politik itu’ pada acara 1 Dekade Mengenang Rendra Megatruh 2019. Dapat ditemui secara virtual di instagram @rudi.rendra @dilasatula dan YouTube: rudirendra.