[Puisi] Senja Memerah Di Bener Meriah
Habas
Senja itu…
Masih terngiang diingatanku
Anak-anak berlari kecil
Menapaki jalan
Melangkah beriringan menuju surau
Bersama megkaji ilmu Illahi
Dalam lantunan irama ayat suci
Rahasia yang terjadi
Senja itu…
Petani bersukacita di ladangnya
Memetik butiran kopi yang memerah
Syukur yang teramat sangat
Rahmat Illahi berbinar hati
Letih dan lelah hilanglah sudah
Berganti rizki berlimpah ruah
Tiada tahu maknanya
Apa yang terjadi setelahnya
Senja itu…
Hanya kedamaian yang terlihat
Tiada yang mengumpat
Sumpah serapah dan keluh kesah
Hingga bala datang tiba-tiba
Merobek dan menghancurkan suasana
Bumi bagaikan tercerabut
Menumbuk tanah-tanah yang berhamburan
Seakan menunjukkan amarah dan murkanya
Mematahkan jejak-jejak rata
Meleburkan gundukan dan tebing curamnya
Ambruk dan porak poranda
Seakan tak menggubris teriakan kesakitan
Menimpa segala yang didera
Anak-anak kecil di surau kami
Kocar kacir tanpa pikir
Bibir berteriak Allahu Akbar!!
Di sudut bongkahan bangunan terdengar tangisan lirih memanggil ayah bunda
Hitungan menit waktu berubah seketika
Canda dan tawa hilang
Berganti duka
Tanah masih memompa amarah
Petani gelisah dalam resah
Bukit dan tebing kebun kopi
Bergelincir terhempas berjatuhan
Mengirimkan batu dan tanah
Dari puncaknya yang terbelah
Menerjang apa yang terhalang
Menentang setiap bila yang menghadang
Petani hanya mampu memekik dalam suara yang tercekik
Allahu Akbar!!
Tak mampu berkata
Disaat tanah mengubur raganya
Diam tanpa suara dalam tangisan meminta pertolongan
Ucapan syukur tiada lagi terdengar
Sayup meratap dalam hati yang mencabar
Senja ini benar-benar memerah
Seperti amarahnya yang menggelegar
Bagaikan terbangun dari mimpi panjang
Entah asbab apa senja hari ini menorehkan sepi
Seperti hati yang bertanya pada jiwa
Ada apa di Bener Meriah
Tanah-tanah merona merah
Mengubur segala indah dengan senja yang memerah
Tak bisa menjawab
Karena pertanyaan ini tak terjawab
Kalbu berbisik sahdu
Apakah Allah marah pada kita
Lewat murkanya meluluh lantakkan dunia
Terkapar di tanah-tanah yang menggelepar
Mengais-ngais dalam timbunan tanah yang meringis
Masih terendus aromanya
Darah yang bersimbah
Anak-anak syahid di surau sedang Ffisabilillah
Jiwa para petani di kebun yang terkubur tanah lumpur
Senja begitu memerah
Seakan berkata tanpa kata
Bener Meriah berduka dalam gempa
Senja itu tepatnya selasa 2 Juli 2013
Seakan menjadi saksi bisu
Bahwa senja pernah memerah di Negeri Atas Awan Bener Meriah
Al-Fatihah untuk Almarhum dan Almarhumah [SY]
*Habas Rangga, nama pena dari Habas, S.Pd. Telah menulis beberapa antologi pusi, diantaranya buku antologi puisi “Introspeksi Memandang Aceh Dari Satu Kacamata”, Takengon: The Gayo Institute (TGI), 2024. Saat ini tengah menulis sebuah buku motivasi. Bertugas sebagai guru di SMK Negeri 1 Bener Meriah.