Oleh : Dr. Jamhuri Ungel, MA*
Seorang mahasiswa yang sudah selesai menulis skripsi, disidangkan di depan 4 (empat) orang penguji dan diumumkan lulus dengan nilai akumulasi dari isi skripsi, cara penulisan, kemampuan mempertahankan serta sikap ketika sidang dan dinilai berdasarkan kesepakatan dewan penguji.
Selanjutnya mereka diyudisium dan diwisuda kemudian mereka diserahkan ijazah sebagai tanda selesainya tahapan kuliah.
Setelah tamat mereka menunggu datangnya pekerjaan atau sebagian lain mencari pekerjaan, sambil menunggu datangnya pekerjaan dan mencari pekerjaan kebanyakan dari para sarjana menganggap dirinya sudah tamat (selesai) kuliah.
Dan dalam bayangan mereka tidak ada lagi hubungan antara kuliah dengan lapangan pekerjaan, di pikiran mereka apapun pekerjaan yang ada mereka akan kerjakan baik berhubungan dengan ilmu yang mereka dapat atau tidak.
Dalam masa penantian tidak ada aktivitas yang berhubungan dengan materi atau mata kuliah yang pernah didapat di bangku kuliah. Meunasah/mushalla tempat tinggal para sarjana agama tidak lebih ramai dari tempat ibadah yang tidak ada sarjana agamanya, bahkan ada mushallah atau meunasah di tempat sarjana agama yang tidak terdengar suara azan.
Desa tempat tinggal para sarjana hukum tidak lebih tertib dari desa yang tidak ada sarjana hukumnya, desa yang banyak sarjana pertanian hasil pertanian malah lebih sedikit bahkan tidak cukup untuk konsumsi penduduk satu desa.
Desa para sarjana ekomomi lebih miskin dari desa yang tidak ada penduduknya berswkolah dan kuliah di ekonomi. Itulah realita yang terjadi ketika semua sarjana menganggap dirinya sudah tamat dari kuliah.
Kalau kita mendata lebih detil tentu didapati jumlah sarjana pendidikan lebih banyak daripada sarjana-sarjana yang lain disetiap daerah sapai yingkat desa, tetapi lembaga pendidikan di desa-desa tidak hidup bahkan sebagiannya tidak punya lembaga pendidikan, padahal para sarjana yang ada di desa tersebut semuanya menunggu dan mencari pekerjaan.
Tetapi karena para sarjananya menganggap diri sudah tamat maka tidak mau lagi menambah dan mengembangkan ilmu yang telah didapat, karena juga menganggap kuliah adalah satu beban yang berat dan sarjana adalah meletakkan beban yang berat.
Ketika mahasiswa sedang kuliah ditanyakan kepadanya, apa yang kamu cari dalam kuliah ? Rata-rata mereka menjawab mencari ilmu, lalu kalau pertanyaan dilanjutkan apa itu ilmu ? Mereka mulai kebingungan menjawabnya karena mereka tidak mengerti apa arti ilmu.
Permasalahannya kalau mahasiswa yang mencari ilmu tetapi tidak mengetahui apa itu ilmu, lalu apa yang didapatkan ketika mereka selesai kuliah selain dari kata tamat. Ketika itu terjadi maka wajarlah para sarjana tidak bisa memanfaatkan ilmunya sesudah selesai kuliah.
Fenomena inilah yang terjadi dikalangan ilmuan milineal, sehingga banyaknya lembaga pendidikan tidak menjanjikan masyarakatnya menjadi berilmu, banyaknya sarjana tidak menjamin sejahteranya kehidupan masyarakat, terbukanya lapangan kerja belum tentu lapangan kerja tersebut dapat menjawab permasalahan dan kebutuhan masyarakat.
Sehingga pada akhirnya mereka yang bekerja harus diajari dengan pelatihan beberapa bulan, karena ilmu yang didapat selama kuliah tidak tau untuk apa gunanya.
Seharusnya seorang sarjana tidak menganggap dirinya tamat tetapi mereka harus berpikir bahwa ilmu yang didapat di bangku kuliah dapat dijadikam alat untuk bekerja dalam kehidupan selanjutnya yang riil.
Sarjana agama menjadi orang terdepan dalam masyarakat untuk menghidupkan lembaga keagamaan dan memberi pengetahuan keagamaan kepada masyarakat, sarjana ekonomi menjadi tolak ukur bahwa mereka yang paham ilmu ekonomi kehidupannya lebih baik.
Dan juga sarjana pertanian mempunyai lahan yang dpat ditiru oleh masyarakat yang lain dan sarjana pendidikan menghidupkan lembaga pendidikan mulai dari lembaga terendah sampai kepada yang tertinggi.
Melihat problema yang terjadi sebagaimana telah disebutkan, saya mecoba memberi tahu kepada anak saya.
Sekarang kamu sudah selesai kuliah, ilmu yang telah kamu dapat selama 4 tahun coba manfaatkan dalam kehidupan kamu, jangan kamu berpikir hntuk mencari ilmu yang siap saji yang kamu haris ulanhi dari awal (0), karena kalau kamu harus mengulanginya berarti kamu telah menghabiskan umur untuk kebaikan (mencar ilmu) yang sia-sia.
Dan kalaupun kamu ingin melanjutkan pendidikan maka lanjutkan sesuai dengan ilmu yang telah kamu miliki sehingga tidak ada yang sia-sia.
*Ka. Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fak. Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh