Oleh: Muhammad Syukri*
Sebagai warga Aceh Tengah, saya mengucapkan selamat bekerja kepada 30 orang anggota DPRK Aceh Tengah yang telah dilantik, 26 Agustus 2024 lalu.
Selain itu, saya ingin memberi masukan tentang fungsi yang melekat pada anggota DPRK Aceh Tengah. Diantaranya, fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan, fungsi representasi, dan fungsi advokasi.
Kali ini, fokus pembahasan pada fungsi pengawasan. Agar lebih komprehensif, perlu dipahami lebih dahulu arti kata fungsi. Menurut KBBI, salah satu arti fungsi adalah: kegunaan suatu hal, misalnya fungsi sebuah alat (kbbi.co.id).
Mari kita analogikan pada fungsi sebuah mobil. Dikatakan mobil itu berfungsi apabila bisa mengantar kita dari titik A ke titik B. Apabila mobil itu tidak bisa mengantar penumpang ke tempat yang diinginkan, maka mobil itu pasti tidak berfungsi.
Nah, fungsi pengawasan anggota dewan juga seperti itu. Berfungsi atau tidak, tinggal dilihat dan dicermati oleh konstituen dan rakyat.
Dalam pasal 153 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ditegaskan sejumlah fungsi pengawasan yang melekat pada anggota dewan, meliputi:
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
Anggota DPRD Kabupaten mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku di daerah mereka.
Fungsi pengawasan anggota dewan dikatakan berfungsi apabila mereka menelaah: apakah peraturan perundang-undangan atau Qanun (peraturan daerah) sudah dijalankan atau belum.
Kalau sudah dijalankan, apa hasilnya. Kalau belum dijalankan, kenapa, apa hambatannya.
Masalah ini, kemudian dipertanyakan anggota dewan dalam rapat dengar pendapat (RDP) atau rapat resmi lainnya.
2. Pengawasan terhadap peraturan bupati.
Mereka juga mengawasi pelaksanaan peraturan yang dikeluarkan oleh bupati.
Dalam hal ini, supaya fungsi pengawasan berjalan, anggota dewan perlu menelisik, apakah peraturan itu bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan atau qanun.
Kalau bertentangan, anggota dewan wajib mempertanyakan kepada bupati. Kalau tidak bertentangan, diawasi, apakah peraturan bupati itu dijalankan atau tidak.
3. Pengawasan terhadap keputusan bupati.
Selain itu, anggota dewan mengawasi keputusan yang diambil oleh bupati untuk memastikan keputusan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kalau tidak sesuai atau bertentangan, maka anggota dewan mempertanyakan dalam RDP. Apabila jelas-jelas bertentangan dengan peraturan yang berlaku, tetapi didiamkan oleh anggota dewan, maka fungsi pengawasan tidak berfungsi.
4. Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah.
Anggota dewan mengawasi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk memastikan kebijakan tersebut berjalan dengan baik dan sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Salah satu kebijakan strategis yang harus diawasi dengan cermat adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Cikal bakal RPJMD berasal dari visi misi bakal calon bupati/wakil bupati.
Oleh karena itu, visi misi para bakal calon bupati/wakil bupati harus ditelaah secara mendalam oleh para anggota dewan.
Salah satu hal yang perlu ditelaah, apakah visi misi itu sudah sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Mengapa harus ditelaah secara cermat? Bukan mustahil, saat bupati terpilih mengajukan Ranqanun RPJMD, anggota dewan kebingungan.
Akhirnya seperti “beli kucing dalam karung.” Tidak tahu, dokumen apa yang telah disetujui sebagai qanun.
Seandainya hal tersebut benar-benar terjadi, bukankah fungsi pengawasan yang melekat pada anggota dewan sebenarnya tidak berfungsi.
Rakyat pasti tidak berharap fungsi pengawasan menjadi “tidak berfungsi” ditangan wakil-wakil mereka. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. []