Catatan: Muhammad Syukri*
Menjelang kontestasi Pilkada 2024, perbincangan politik lokal makin menarik. Lebih-lebih mitra bincang-bincangnya sekaliber Mustafa Daud, salah seorang pemerhati politik lokal di Aceh Tengah.
Perbincangan bermula dari isu mahalnya tiket opera untuk bisa masuk dalam kontestasi Pilkada 2024. Berapa? Tak perlu disebutkan angkanya, tapi sangat mahal untuk ukuran kantong kita.
Saya tersentak mendengar angka yang disebutkan Mustafa Daud. Daripada beli tiket opera masalah, kata saya, lebih baik beli 2 juta lembar saham emiten tambang. Setiap tahun akan kebagian dividen sekitar Rp 700 juta lebih.
Perbincangan bukan beralih fokus terhadap dividen, tetapi para pengopi menpertanyakan: kenapa perebutan tahta Aceh Tengah 1 dianalogikan dengan opera masalah?
Iya, memang begitu adanya. Hari ini, Pemkab Aceh Tengah sedang berhadapan dengan segudang masalah keuangan. Siapapun yang terpilih sebagai kepala daerah, kerja pertamanya adalah menyelesaikan krisis keuangan tersebut.
Baca saja berita yang beredar di media online. Ada masalah defisit yang berdampak kepada keterbatasan dana cash. Ujungnya, terjadi tunda bayar atas berbagai tagihan.
Ditambah lagi krisis BPRS Gayo (bank milik Pemkab Aceh Tengah) yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah. Sampai hari ini, nasabah tidak dapat mencairkan simpanannya.
Mungkinkah masalah serius itu didiamkan? Membiarkan seperi air mengalir yang hanyut ke hilir, dan menyatu di Selat Malaka.
Menurut saya tidak. Sebab, masalah tersebut akan menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap Pemkab Aceh Tengah.
Bayangkan, begitu duduk di meja Aceh Tengah 1, kepala daerah langsung dihadapkan dengan masalah keuangan. Masalah yang hanya dapat diselesaikan dengan injeksi dana segar.
Dana segar dari kas daerah (APBK). Sementara semua orang tahu, APBK Aceh Tengah sedang defisit. Dari mana datangnya dana segar. Untuk menutupi defisit saja para punggawa daerah ini harus ikat pinggang.
Apabila injeksi dana segar untuk menyelesaikan masalah keuangan BPRS Gayo gagal, dikhawatirkan gelombang demonstrasi akan menyambangi sang kepala daerah.
Dihadapkan dengan masalah itu, masih sempatkah kepala daerah memikirkan masa depan Aceh Tengah? Hari-harinya harus berhadapan dengan tagihan gagal bayar dan aksi demo nasabah BPRS Gayo.
Itulah yang saya namakan opera masalah. Sebuah pertunjukan yang akan dihadapi oleh kepala daerah terpilih nantinya. Dan, untuk masuk kedalam opera masalah ini bukan gratis. Para tokoh harus membayar tiket dengan harga yang cukup mahal. Sepadankah? Wallahualam bis sawab. []