Bersama, Mari Cegah Nikah Dini dan Stunting

oleh

Catatan Mahbub Fauzie*

Dua di antara yang menjadi pekerjaan rumah bangsa ini adalah masih maraknya pernikahan dini dan ancaman stunting. Kedua permasalahan tersebut cukup menguras perhatian semua pihak yang berkepentingan akan perkembangan kualitas anak bangsa di masa depan.

Terlebih pernikahan dini yang kejadiannya akibat dari pelanggaran prilaku pergaulan lewat batas para remaja. Itu sangat memiriskan hati dan sungguh mengecewakan siapapun yang mempunyai harapan pada kemajuan bangsa ini, yang kita sandarkan pada generasi muda yang tumbuh kembang di saat ini.

Pergaulan lewat batas akibat merosotnya adab dan akhlak sebagian anak muda, dan juga prilaku sebagian orangtua juga adalah di antara sebab musabab terjadinya perkawinan atau pernikahan di bawah umur atau istilah umum dari sebutan pernikahan dini.

Pernikahan dini yang terjadi, ada yang proses nikahnya melalui prosedur yang benar dengan mengikuti peraturan dan perundang-undangan di negara Indonesia ini, ada juga yang proses pernikahannya mengabaikan regulasi yang ada.

Dikatakan mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, pasangan pengantin yang menikah itu mendaftarkan dan pelaksanaan pernikahannya dilakukan di depan Pegawai Pencatan Nikah atau Penghulu Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan. Tentu setelah melengkapi dan memenuhi persyaratan-persyaratannya.

Di antara persyaratannya adalah ada Dispensasi Perkawinan yang didapat dari Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyyah. Mengingat, sesuai dengan revisi Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yakni Undang-Undang No.16 Tahun 2019 bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Setelah melengkapi persyaratan dan kemudian mendaftarkan serta pelaksanaan pernikahannya sesuai prosedur, memenuhi syarat rukun sesuai syariat agama dan aturan negara, mereka pun resmi menikah. Sah secars agama dan tercatat secara negara.

Namun, masih ada juga warga masyarakat yang mengabaikan prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Mereka nyelonong saja, prinsipnya yang penting nikah dengan berbagai macam banyak alasan. Padahal, jika mereka menyadari sebagai orang beragama yang taat dan warga negara yang baik, maka musti mentaati aturan agama.dan negara.

Firman Allah Swt: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. An-Nisa:59). Hujah dalam Al-Qur’an ini, bagi orang Islam yang beriman bisa menjadi dasar bahwa menikah yang sah dan tercatat adalah hal yang harus, untuk sebutan lain dari kata ‘wajib’.

Kejadian perkawinan dini atau kawin di bawah umur, pasangan pengantin umumnya masih berusia di bawah itu. Dimana para remaja pada usia-usia tersebut masih sangat labil kondisi fisik dan psikologisnya. Dan tentu sangat berpengaruh nantinya ketika mereka harus menikah dan membentuk bangunan keluarga atau rumah tangga.

Apalagi pada umumnya pernikahan yang terjadi itu karena terpaksa.dan tidak ada persiapan atau perencanaan matang. Terjadi serba instan dan ‘tiba-tiba’. Disangsikan nantinya keseriusan dan kesungguhan pasangan suami isteri para pelaku nikah dini dalam membina rumah tangganya.

Pandangan ini tentunya menakutkan semua kita. Dan alasan inilah yang perlu menjadi perhatian kita semua tentang kesadaran bahwa banyak dampak negatif dari terjadinya pernikahan dini!. Di antara dmpak yang ada korelasinya dengan nikah dini adalah adanya ancaman stunting!

Stunting merupakan ancaman terhadap perkembangan kualitas manusia Indonesia dan ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini disebabkan karena anak yang stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya bertubuh pendek atau kerdil saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.

Dampak stunting ini juga bisa didapat dalam kehidupan pribadi seseorang. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.

Dalam dunia medis, penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang atau kronis. Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan.

Sungguh, ternyata pernikahan dini dan stunting adalah masalah yang harus menjadi perhatian kita semua. Semua pihak, para orangtua, masyarakat, unsur pemerintahan mulai dari tingkat kampung, kecamatan, kabupaten dan seterusnya harus serius menyikapi dua masalah tersebut.

Di tingkat kecamatan, seperti unsur forum komunikasi pemerintahan kecamatan seperti Camat, Kantor Urusan Agama, Puskesmes, Balai Penyuluhan Keluarga Berencana, Mukim dan semua aparatur kampung harus kompak bahu membahu mencari solusi terbaik dalam pengantisipasi pernikahan dini dan ancaman stunting.

Demikianlah di antara beberapa hal perbincangan kami bersama Pak Camat Atu Lintang, Kabupaten Aceh Tengah Bapak Iwan Kenanga, S.STP pada Kamis (18 April 2024) saat bersilaturrahim di KUA Kecamatan Atu Lintang dalam suasana Idul Fitri 1445 H.

*Penghulu Ahli Madya / Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.