Mendudukkan Antara Perkataan, Perbuatan dan Hati

oleh

Oleh : Hajarus Salam, M.Pd*

Berkata mudah, semua orang dapat berkata dan menjelaskan tentang kebaikan terhadap orang lain, ada yang pinter merangkai kata menjadi kalimat yang indah, ada yang sedang-sedang saja dan ada yang alakadarnya, yang jelas setiap orang memiliki kemampuan berbicara dan menyampaikan sesuatu informasi.

Perbuatan atau pekerjaaan berbanding terbalik dengan perkataan, tidak semua orang memiliki kemampuan mengerjakan sesuatu atau melakukan sesuatu apa yang dia ucapkan.

Banyak orang hanya pinter berkata atau berbicara serta menjelaskan sesuatu hal ynga baik kepada orang lain tapi hanya sedikit sekali orang yang mampu mengimplementasikan apa yang dia katakan dengan apa yang dia lakukan.

Padahal jelas dalam Suarah Syaf ayat 2 dan 3 Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)

Allah juga mencela perilaku Bani Israil dengan firman-Nya,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Tidak merupakan suatu keanehan yang saat ini kita lihat dan kita pertontonkan banyak kalangan masyarakat tidak mengikuti perintah atau anjuran dari orang lain bahkan tokoh masyarakat dan kaun alim ulama.

Kita tersesat dengan kepentingan sehingga yang diharap menjadi panutan dalam masyarakat sudah mulai pupus perlahan atau dengan kata lain tidak lagi mencerminkan ketokohan seseorang dalam masyarakat.

Orang yang punya jabatan (pemimpin) yang tidak amanah dengan jabatannya kelak akan sangat mendapat azab yang luar biasa seperti yang riwayatkan Usamah: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Akan didatangkan seorang pada hari kiamat lalu dicampakkan ke dalam neraka. Di dalam neraka orang tersebut berputar-putar sebagaimana keledai berputar mengelilingi mesin penumbuk gandum. Banyak penduduk neraka yang mengelilingi orang tersebut lalu berkata, ‘Wahai Fulan, bukankah engkau dahulu sering memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran?’ Orang tersebut menjawab, ‘Sungguh dulu aku sering memerintahkan kebaikan namun aku tidak melaksanakannya. Sebaliknya aku juga melarang kemungkaran tapi aku menerjangnya.’” (HR Bukhari dan Muslim)

Berkaitan dengan para penceramah, dai dan mubaligh bahkan terdapat hadits khusus. Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, “Saat malam Isra’ Mi’raj aku melintasi sekelompok orang yang bibirnya digunting dengan gunting dari api neraka.” “siapakah mereka”, tanyaku kepada Jibril.

Jibril mengatakan, “mereka adalah orang-orang yang dulunya menjadi penceramah ketika di dunia. Mereka sering memerintahkan orang lain melakukan kebaikan tapi mereka lupakan diri mereka sendiri padahal mereka membaca firman-firman Allah, tidakkah mereka berpikir?” (HR. Ahmad, Abu Nu’aim dan Abu Ya’la.

HATI

Hati menurut Islam adalah jantungnya iman dan sumber dari seluruh kebaikan. Hati merupakan tempat bernaungnya keimanan, kebaikan, dan keikhlasan. Oleh karena itu, hati harus senantiasa dirawat dan dijaga dengan baik agar tidak terkontaminasi oleh keburukan dan kejelekan.

Islam adalah agama yang menempatkan hati sebagai pusat dari segala perbuatan manusia. Hati merupakan organ terpenting yang mengendalikan emosi, pikiran, dan tindakan.

Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memahami arti hati menurut Islam dan bagaimana perannya dalam kehidupan sehari-hari.

Peran Hati Menurut Islam

1. Sebagai Tempat Bersemayamnya Keimanan
Hati adalah tempat bersemayamnya keimanan seseorang. Iman tidak dapat dilihat secara kasat mata, tetapi terdapat dalam hati setiap muslim.

Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk menjaga keimanan di dalam hati agar tetap kuat dan tidak tergoyahkan oleh hal-hal yang bertentangan dengan agama.

2. Sebagai Sumber Ketaqwaan

Hati yang bersih dan suci akan menjadi sumber dari ketaqwaan. Ketaqwaan adalah sikap taat dan patuh kepada Allah SWT, yang tercermin dalam segala aspek kehidupan.

Dengan memiliki hati yang suci, seseorang akan mampu menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dengan mudah.

3. Sebagai Motivator untuk Berbuat Baik
Hati yang baik akan memotivasi seseorang untuk berbuat kebaikan.

Ketika hati sudah terisi dengan kebaikan, maka akan mudah bagi seseorang untuk berbuat kebaikan pada orang lain. Hati yang suci juga akan memberikan motivasi untuk senantiasa berbuat baik, meskipun dalam situasi yang sulit sekalipun.

4. Sebagai Pusat Cinta dan Kasih Sayang;

Hati juga berperan sebagai pusat dari cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang yang tulus hanya dapat berasal dari hati yang baik dan suci. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memelihara hati agar selalu penuh dengan cinta dan kasih sayang, terutama pada sesama muslim.

Qalbu jasmaniah berarti organ tubuh manusia yang tugasnya memompa darah, yakni jantung. Definisi ini berpacuan pada hadist populer yang dijelaskan oleh An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Muhammad SAW bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).”(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Penyakit yang dimaksud disni bukanlah penyakit fisik. Melainkan penyakit hati seperti dengki, iri, dendam, sombong, dusta, dan sejenisnya. Penyakit –penyakit hati seperti biasanya menimpa orang-orang munafik dan terlupa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

“Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan.” (Qs. al-Baqarah: 10)

Dari uraian di atas di atas disimpulkan bahwa hatilah pengendali antara ucapan dan perbuatan, maka perlu manajemen hati (kalbu) sebaik mungkin sehingga dapat terdudukkan antara ucapan (perkataan) dengan perbuatan. Dalam hal ini butuh proses pembelajaran sejak dini menanamkan nilai karakter yang kuat dalam diri seseorang.

Tentulah hal ini tidak mudah untuk dilakukan kalau tidak dibarengi dengan kekuatan jiwa dan hati yang Ikhlas. Kunci dari segala kunci dapat saya katakana adalah “Ikhlas” karena dengan keikhlasan maka besar kemungkinan kita lebih tawaduq berserah diri untuk menghilangkan rasa ego yang menjadi musuh terbesar dalam diri sendiri.

Hanya orang yang iklaslah yang dapat memenejmen hatinya menjadi pribadi yang menedeladani.

Perlu kita ingat bahwa Hati (jantung) merupakan segumpal darah yang berperan sangat penting untuk seluruh anggota tubuh, jika dia baik dan berfungsi dengan baik maka seluruh anggota tubuh menjadi baik, oleh sebab itu mari kita rawat hati dengan baik dengan cara mendudukkan perkataan dan perbuatan dengan mengedepankan rasa kemanusiaan dan kasih sayang sesama makhluk Allah SWT.

Insya Allah jika hal ini dapat kita lakukan dengan Ikhlas maka hati (jantung) akan terpelihara dengan baik karena pada hakekatnya hati adalah rasa yang senatiasa peka terhadap rasa simpati, empati untuk berbuat kebaikan.

Hanya rasa ego dan nafsu lah yang sering menglahkan hati sehingga tidak jarang orang melakukan tidak sesuai apa yang dia katakana dengan yang dia kerjakan.

*Kepala SMKN 1 Takengon

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.