Oleh : Fauzan Azima*
Pada tahun 1997 saya bertemu dengan Saudara Stanley di Kantor Media Independen, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Stanley menulis buku “Seputar Kedung Ombo” yang mengadvokasi masyarakat yang pemukimannya akan ditenggelamkan oleh proyek pembangunan Waduk Kedungombo.
Saudara Stanley dan kawan-kawan tidak saja berhadapan dengan pemerintah, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam memperjuangkan keadilan untuk masyarakat Kedung Ombo, tetapi juga mereka juga dengan masyarakat yang setuju dengan proyek yang dikerjakan PT. Brantas Abipraya.
Begitupun proyek bendungan Krueng Keureuto walaupun tidak menenggelamkan perkampungan, tetapi akan menggenangi sejarah, harga diri, bahkan ingatan akan pahit getirnya orang-orang tua “pemuger” kawasan Serdang Linge. Sehingga nilai yang tidak bisa dihitung dengan rupiah itu harus dihilangkan.
Sebagaimana halnya perang, dalam proyek besar selalu hadir kumpulan pengkhianat. Tampak nyata pihak perusahaan dan pemerintah memasang orang-orang yang mau menjadi lawan masyarakatnya sendiri.
Apa sebenarnya motif orang menjadi pengkhianat? Tidak lain godaan uang dari zaman ke zaman selalu mendominasi. Di samping itu motif balas dendam serta lemahnya pengetahuan soal benar dan salah. Dalam kasus Krueng Keureuto sangat mudah dipetakan, motifnya jamak, yaitu uang dan ketidaktahuan.
Motif ketidaktahuan yang dimaksud adalah nilai sejarah Makam Pang Kilet dan orang-orang Gayo yang dikubur di sana. Mereka tidak faham hakikat ziarah adalah untuk mengetahui kebenaran sejarah agar kita mengerti “tauhid” atau tahu diri. Menenggelamkan makam Pang Kilet sama dengan menjauhkan diri dari tauhid.
Sebenarnya perjuangan keturunan Pang Kilet bukan saja untuk mereka pribadi, tapi untuk seluruh rakyat Gayo. Permohonan sangat sederhana, jauh dari nafsu, tidak ribet dan sangat mudah untuk diselesaikan. Kita sebagai rakyat Gayo sepatutnya mendukung upaya dari ahli waris Pang Kilet.
Pertama kawasan makam Pang Kilet dan saudara Gayo lainnya agar dijadikan situs cagar budaya, kedua agar makam-makam yang sudah dipindahkan dikembalikan ke posisi semula dan buat perencanaan opsi makam tidak dipindahkan.
Ada kecurigaan AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) proyek Krueng Keureuto tidak menyebutkan makam-makam ada di sana. Artinya tim AMDAL tidak turun ke lapangan. Sehingga sampai saat ini kawasan tersebut bermasalah.
Tidak terlambat bagi pemerintahan maupun perusahaan pelaksana proyek bendungan Krueng Keureuto untuk mengakomodir Aliansi Masyarakat Gayo dan keturunan Pang Kilet. Terlalu besar biaya dan resikonya untuk menciptakan pengkhianat baru demi proyek bendungan Wih Kerti.
(Mendale, Desember 9, 2023)