Cekgu…! Nasibmu Seperti Gula (2)

oleh

Oleh : Hammaddin Aman Fatih*

Ketika seorang anak berhasil meraih apa yang ia cita-citakannya. Maka orang tuanya mengatakan “siapa dulu orang tuanya”. Tapi, jika anaknya bermasalah maka masyarakat serta merta menyalahkan, siapa gurunya”.

Hal diatas, harus kita akui, bahwa begitulah realitanya nasib seorang guru. Calo masa depan itu yang hanya mampu berteriak, anakku jadilah kau pemimpin yang adil, jadilah kau dokter, jadilah kau polisi atau tentara, jadilah engkau kau seorang arsitektur dan lain sebagainya.

Namun ketika peserta didik sampai kepada tujuannya, seorang guru tetap tak bergerakan ditempatnya. Nasib guru bagaikan gula, tidak pernah tersebut jika meraih keberhasilan dan begitu kegagalan menyertainya, barulah mereka tersebut kata “guru”.

Jasa seorang guru bagaikan gula sewaktu kita meminum minuman kopi. Dalam minumam kopi ada 3 unsur ; kopi, gula dan rasa. Kopi adalah orang tua, gula adalah guru, rasa adalah peserta didik. Jika kopi terlalu pahit, siapa yang salah ?

Gulalah yang disalahkan karena terlalu sedikit, hingga “rasa” kopi menjadi pahit !!! Jika kopi terlalu manis, siapa yang disalahkan?
Gula pula yang disalahkan karena terlalu banyak, hingga “rasa” kopi menjadi manis, jika takaran kopi dan gula seimbang, sehingga rasa yang tercecap menjadi nikmat, siapa yang dipuji ?

Tentu semua akan berkata, “kopinya mantap” !!! Kemana gula ? Dimana Gula ? Yang mempunyai andil membuat “rasa” kopi menjadi mantap!

Itulah guru yang ketika “rasa“ terlalu manis, maka dia akan dipersalahkan ! Itulah guru kita “rasa” terlalu pahit maka dia pula yang akan dipojokkan ! Tetapi, Ketika “rasa” mantap, ketika peserta didik berprestasi maka orang tualah yang akan menepuk dadanya ; “anak siapa dulu”,

Guru harus ikhlas seperti gula yang larut tak terlihat, tapi sangat bermakna. Gula memberi rasa manis, pada kopi, tapi orang menyebutnya, kopi manis bukan kopi gula. Gula memberi rasa manis pada teh, tapi orang menyebutnya teh manis, bukan teh gula.

Orang menyebut roti manis, bukan roti gula. Orang menyebut sirup pandan, sirup apel, sirup jambu pada hal bahan dasarnya gula. Tapi, gula tetap ikhlas larut dalam memberi rasa manis.

Akan tetapi, apabila berhubungan dengan penyakit barulah gula disebut. Penyakit Gula, begitulah hidup kadang kebaikan yang kita tanam, tak pernah disebut orang, tapi sedikit saja kilaf, salah dilakukan guru, maka akan dibesar-besarkan.

Ikhlaslah guru seperti gula, larutlah seperti gula. Tetap semangat memberi kebaikan. Tetap semangat menyebar kebaikan. Karena kebaikan tidak untuk disebut, tapi untuk dirasakan.

Dalam banyak budaya, guru dihormati sebagai figur otoritatif yang memiliki peran kunci dalam pembentukan karakter dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Dalam konteks spiritual atau filosofis, kata “guru” juga digunakan untuk merujuk kepada seorang guru spiritual atau pandita yang memberikan ajaran dan bimbingan dalam pencarian makna hidup dan pengembangan diri.

Guru adalah pengukir sebuah peradaban. Peradaban mencerminkan tingkat kemajuan suatu kelompok manusia dalam mengelola sumber daya, membangun struktur sosial, dan mencapai pencapaian budaya yang kompleks.

Sebuah sistem pendidikan yang baik mampu memberdayakan generasi muda dengan pengetahuan dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memajukan peradaban.

“Peradapan” adalah istilah yang berkaitan dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti budaya, sosial, ekonomi, dan teknologi.

Istilah ini mencakup berbagai elemen yang menandakan tingkat kemajuan suatu masyarakat, termasuk norma-norma perilaku, sistem nilai, institusi sosial, dan pencapaian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan merupakan pintu peradaban dunia.

Pintu tersebut tidak akan terbuka kecuali dengan satu kunci. Yakni, seorang atau sosok guru yang peduli dengan peradaban dunia.

Semua orang pasti setuju jika pendidikan yang berkualitas merupakan asset yang nanti bisa menjadi sebuah kekuatan mahadahsyat membawa suatu negara menuju peradaban yang tinggi.

Sedikit demi sedikit, tapi pasti, pendidikan yang baik akan secara perlahan setes demi setetes dapat membentuk karakter bangsa yang kuat dan tangguh.

Peserta didik tidak membutuhkan guru yang sumpurna. Peserta didik membutuhkan seorang guru yang membuat mereka bahagia. Siapa yang akan membuat mereka bersemangat untuk datang ke sekolah dan menumbuhkan kecintaan untuk belajar.

Guru yang sejati adalah guru yang bisa membuat peserta didik percaya akan kemampuannya sendiri, dan bangga melihat perkembangan muridnya sekecil apa pun. Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tetapi guru yang bermutu dapat melahirkan ribuan orang-orang hebat.

Dalam hati dan jiwa seorang guru yang idealis harus selalu terperi tertanamankan adalah ; harapan, keikhlasan dan kejujuran, maka marilah pelihara ketiganya di hati kita (guru) dengan sentuhan kasih sayang, cinta dan kebaikan.

Serta lakukan dengan sesungguhnya agar membuat kita guru bisa meraih sukses mendidik anak bangsa, yakni dengan ; tekad, kemauan, dan fokus.

Guru kita sekarang harus mempunyai kekuatan yang dapat membuat generasi sekarang menjadi asset, yang penuh tantangan, yang hanya dapat guru atasi dengan selamat dengan sebesar mungkin sikap ilmiah, rasional dan keterbukaan.

Guru harus belajar bersyukur walaupun dalam hidupnya selalu dalam kekurangan, guru harus belajar ikhlas meskipun terasa berat untuk menghadapinya/menerimanya, guru harus belajar bersabar meski terasa terbebani, guru harus belajar menghargai meskipun tidak dihargai profesinya, guru harus belajar tulus meskipun tersakiti dengan kebijakan yang ada, guru harus belajar jujur meskipun tak dipercaya, guru harus belajar merawat meskipun dalam kondisi sakit, guru harus belajar membahagiakan meskipun kesedihan selalu menghampiri, guru harus belajar untuk selalu tersenyum dihadapan peserta didik meskipun tak sanggup karena bebani hidup yang di jalani, guru harus belajar memaafkan meskipun dalam kondisi marah. Maka guru harus terus belajar karena hidup adalah belajar.

Pendidikan adalah kunci kesuksesan dalam hidup yang ditekuni oleh guru dan itu merupakan satu profesi yang teramat mulia. Dari guru, kita belajar banyak ilmu pengetahuan. Dengan kesabaran dan kegigihannya, guru senantiasa mendidik peserta didiknya menjadi pribadi yang bermanfaat.

Guru adalah garda terdepan untuk membawa bangsa ini menuju peradaban yang tinggi dan harus bertanggungjawab penuh untuk membekali generasi kita dengan pengetahuan dan skill yang sesusai dengan tuntutan zamannya nanti.

Karena mereka milik kehidupan yang akan datang, yang kita sendiri tidak tahu bagaimana suasana kehidupan yang akan datang. Mereka bagaikan anak panah yang melesat entah kemana. Ali Bin Abi Thalib mengatakan :”Didiklah anak sesuai zamannya karena mereka hidup bukan dizamanmu”. Dan seorang anak bukan photocopy/duplikat orang tuanya.

Guru berdiri di depan kelas, dan siswa memberi penghormatan, itu bukan karena guru haus kehormatan, tetapi karena siswa sedang diajar untuk tahu menghormati, Guru mengajar didepan kelas, siswa diminta memperhatikan, bukan karena guru tak tahu metode mengajar yang baik, tetapi karena siswa sedang diajar untuk menghargai orang lain.

Guru memberikan Pekerjaan Rumah, siswa diminta menyelesaikan, bukan karena guru memberi beban tambahan, tetapi karena siswa sedang diajar untuk bisa mengisi waktu berkualitas.

Guru merobek kertas ujian karena menyontek, siswa diminta mengikuti ujian susulan, bukan karena guru berlaku jahat, tetapi karena siswa sedang diajar pentingnya kejujuran.

Guru membuat jadwal kebersihan, siswa diminta membersihkan lingkungan, bukan karena guru mau seenaknya memerintah, tetapi karena siswa diajar untuk bisa bertanggung jawab.

Guru berbicara keras karena siswa kurang memperhatikan, bukan karena guru benci, tetapi karena siswa sedang diajar untuk sadar akan kesalahan, Guru menghukum siswa karena bandel, bukan karena guru marah, tetapi karena siswa sedang diajar untuk mengerti kebaikan.

Guru memberi hukuman yang wajar, bukan karena guru tak punya kasih, tetapi karena siswa sedang diajar mengakui kesalahan, Guru melarang siswa melakukan hal-hal yang terlihat asyik, bukan karena guru tak mengerti kesenangan siswa, tetapi karena siswa sedang diajar untuk melihat masa depan lebih baik.

Tanyakan pada mereka yang sukses sekarang, pantaskah membenci seorang guru ?
Guru bagaikan lilin yang membakar dirinya demi untuk menerangi orang lain. Tak ada sedikitpun keraguan akan jasamu. Jasamu bagaikan pilar-pilar menopang kejayaan Negara dan bangsa ini. “Selamat Hari Guru” dengana tema “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar.

Takengon, 23 November 2020

NB :

– Sebelum direvisi tulisan ini sudah pernah diterbitkan di media ini.
– penulis seorang antropologi, penulis buku Goresan Pene Cekgu dan kepala sekolah SMA Negeri 1 Permata Kab. Bener Meriah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.