Oleh : Kenara Seni*
Antusias peserta, kesederhanaan acara dan kebijaksanaan dewan juri terpancar saat kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu tingkat SD dan SMP di Kabupaten Bener Meriah. Ada 6 kategori perlombaan yang berbasis bahasa Gayo.
Dengan semangat membara peserta melewati rangkaian acara tersebut dan melalui seleksi yang ketat munculah tunas juara dan pemenang dan akan dibina untuk mengikuti event nasional.
Hakekat sebuah simbol budaya Gayo salah satunya adalah bahasa. Bahasa Gayo disebut bahasa ibu karena di gunakan untuk komunikasi sehari-hari.
Mayoritas bahasa Gayo digunakan sebagai komunikasi masyarakat yang tersebar di Aceh atau di sebut Gayo serumpun.
Banyak kalangan memprediksi bahwa bahasa Gayo itu akan punah dengan sendirinya. Begitu, diprediksi berbagai ahli bahasa. Karena hampir setiap hari, ada kosa kata yang mulai tak dipakai.
Ibrahim Sembiring dari Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) mengatakan, bahasa Gayo belum punah tetapi mengalami kemunduran, maka berdasarkan kajian vitalitas, bahasa Gayo disimpulkan berstatus rentan.
Maka diperlukan upaya penyelamatan sebagaimana yang dilakukan oleh Kepala BBPA Umar Solikhan, dengan menggelar koordinasi, pelatihan dan program kegiatan dengan menghubungkan antar lembaga pemangku kepentingan untuk mensukseskan program penyelamatan bahasa Gayo dari kepunahan.
“Sahan kiteee?” kata pak PJ
“Urang Gayooo!” Jawab pengunjung.
“Hana bahasanteee?” seru pak PJ lagi.
“Basaa Gayoo!” Jawab pengunjung serentak.
“Hana bajuntee?” Seru pak PJ lagi.
“Kerawang Gayoo,” serentak suara pengunjung menggema seakan membelah bumi.
Bak gayung bersambut suasana tegang itu pecah saat pak Pj menyemangati dan sekaligus memberikan arahan dan bimbingan kepada peserta dan pengunjung lainnya.
“Pak Pj a becerak Gere pake basa Gayo ge?” terdengar celetuk salah satu peserta pidato bahasa Gayo, seakan penuh tanya.
“Oo ge, sok di pak Pj a ge!” jawab temannya, masih bisa terdengar cakapan mereka.
“Kite kinie basa Gayo pidato, pak PJ a Gere Mera basa Gayo pidato!” Celetuk peserta pidato itu dengan penasaran
“Yoh ke beda, kite pake bahasa ibu, ike ni pak PJ a bahasa bapak. Ah enge ya, kite basa Gayo deh!” Jelas temannya.
Ceremonial dan rangkaian kegiatan itu terus berlalu, dan matahari sudah condong ke arah peristirahatan, menyambut malam di temani bintang dan aku masih teringat kata anak itu, kata hatiku berkata “suatu saat kau akan terus berpidato dengan bahasa Gayo nak.”
(Gayo Lues, 27 Oktober 2023)