Oleh : Fauzan Azima*
SEJAK 2018 alarm peringatan untuk pemerintahan Shabela Abubakar dan Firdaus di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, kami nyalakan. Tulisan-tulisan satire itu kami tayangkan di beberapa platform media massa dan media sosial.
Kami hanya ingin kedua pemimpin itu mengakhiri masa jabatan dengan pendaratan mulus. Ya, seperti pesawat yang mendarat tanpa gunjangan saat menyentuh landasan. Tidak ada teriakan penumpang yang panik karena pilot tidak melakukannya dengan sempurna.
Kami menulis sebuah artikel pendek berjudul Bupati Shabela Tak Sampai ke Batas; Waspadai OTT. Alasan kami menulis hal tersebut, pada waktu itu, adalah sikap permisif orang-orang di sekeliling Bang Bela–demikian biasa kami memanggilnya–dalam praktik dugaan korupsi yang dilakukan lewat “bagi-bagi” proyek.
Terkait : Bupati Shabela Tak Sampai ke Batas [Full Version]
Kami khawatir sekali karena pada waktu itu mata publik menyoroti pengadilan Bang Wandi (Irwandi Yusuf, bekas Gubernur Aceh), dan bekas Bupati Bener Meriah, Ahmadi, yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tentu saja semua tulisan kritis waktu itu bentuk dari rasa kasih sayang berbeda. Seperti orang menyatakan cinta dengan bunga dan syair pujian sampai pemerintah Shafda mabuk dan jatuh ke jurang penyewengan keuangan yang dalam.
Sebaliknya kami berada pada jalur oposisi. Tidak memuji-muji, tidak merayu-rayu dan tidak juga berharap. Keyakinan kami bahwa pada masanya tidak ada lagi yang mau dekat dan tidak lagi mau menolong ketika kasus hukum menjerat keluarga Bang Bela.
Sekarang coba renungkan siapa yang benar? Di mana orang-orang Bang Bela yang berkerumun mengikutinya seperti ikan baung? Di mana pula orang-orang yang menyenandungkan lagu-lagu pujian untuk Bang Bela dulu. Apa yang kami khawatirkan dulu terbukti. Keponakan saya; Mentari, Sastra Winata, dan Putri Nami terseret-seret.
Hikmah yang bisa diambil pejabat. Kalimat manis jangan terlalu cepat ditelan dan kata-kata pahit jalan terlalu cepat dimuntahkan. Coba direnung-renung dulu. Bisa jadi manis adalah racun dan pahit adalah obat bagi dirimu.
Sikap kami tegas, sa kona gere bebela (siapapun yang kena tidak ada yang bela). Siapapun yang kami telanjangi tentang perbuatan salahnya telah dewasa. Tidak mungkin kami rinci sedetail-detailnya seperti nonton film sinetron. Pikirkan saja apa yang bakal terjadi pada masa depan kalau alarm peringatan tidak diindahkan.
Sampai sekarang pun, untuk keselamatan dan kebahagiaan bapak-bapak pejabat kelak, kami tetap pada posisi sa kona gere bebela. Anggap kami sedang melaksanakan tugas wajib kifayah. Satu kelompok yang mencegah pejabat tidak korupsi, rakyat banyak tidak menanggung dosanya.
Orang-orang yang mencaci maki pada saat berdemonstrasi jangan dianggap sebagai musuh. Begitupun orang yang menulis tentang keburukan kita, jangan dianggap sebagai lawan sehingga akses ke pemerintahan ditutup. Percayalah, mereka orang yang pandai membaca tanda-tanda zaman untuk keselamatan kita.
(Mendale, Oktober 25, 2023)