Petimang Stan

oleh

Oleh : Muhammad Syukri*

Stan bukan akronim Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, melainkan kata pasaran di Dataran Tinggi Gayo. Stan dalam bahasa sehari-hari di daerah penghasil kopi ini diartikan sebagai modis, bergaya, atau keren.

Di akhir tahun 1970-an, kata stan pernah sangat populer. Anak muda di kota Takengon sampai menulis ungkapan stan disetiap ruang terbuka.

Alhasil, dinding ruko, tong sampah, badan jalan, dan tempat-tempat umum ditulisi grafiti yang berbunyi “biar mati asal stan.”

Sebagai anak kecil pada masa itu, saya belum bisa mencerna maksud kalimat “biar mati asal stan.” Bahkan sempat terpikir, kata stan itu maksudnya “setan.”

Sampai akhirnya saya mengerti maksud kalimat tersebut. Itupun setelah mendengar obrolan sekelompok anak muda bergaya bintang rock.

Mereka mengatakan, seorang dapat dikatakan stan kalau berpakaian seperti dia. Barcelana yeye (kembang pada bagian bawah), kemeja ketat dengan kancing atas dibuka (buka dada), bersepatu hak tinggi, dan berambut gondrong ala John Lennon.

Sekelompok anak muda itu kerjanya “mupetimang stan,” mondar mandir menyelusuri emperan toko di kota Takengon.

Gaya langkahnya melenggak-lenggok, seperti berjalan diatas catwalk. Mereka meniru gaya berjalan para penyanyi kelompok The Beatles.

Lelah melenggak-lenggok, mereka nongkrong ke warung kopi didepan terminal. Waktu itu, terminal berada di jalan Malim Dewa.

Sambil nyeruput kopi dan menghisap tembakau, mereka bersenandung lagu-lagu The Beatles, diantaranya Yesterday.

Disebelah warung itu, ada toko elektronik dan kelontong. Orang Takengon menyebutnya toko kaca kolak. Tetiba, dari toko itu diputar lagu Imagine yang dinyanyikan oleh John Lennon.

Seperti tersentak, mereka berlarian menuju kedepan toko kaca kolak. Disitu, mereka berdiri, tepekur menundukkan kepala. Khusyuk mendengar bait demi bait lagu Imagine.

“Galip mupetimang stan!” pekik seorang lelaki paruh baya.

Sekelompok anak muda tadi kaget, lalu lari tunggang langgang. Mereka menghilang kedalam los diantara Jalan Sudirman dan Jalan Peteri Ijo.

Lelaki paruh baya itu, yang salah satu putranya ada dalam kelompok anak muda tadi, terus mengoceh.

Sambil mengacung-acung tongkat ke orang-orang yang mengelilinginya, dia memaki-maki putranya dan berkata: “tiap hari bolos sekolah, malas belajar, ke sawah nggak mau, disuruh ke kebun malah asyik mupetimang stan.”

Aksi “mupetimang stan” tidak berakhir pada hari itu. Anak muda dimasa itu terus berusaha tampil stan, mengikuti trend dan perkembangan zaman. Mereka ingin menjadi pusat perhatian dengan mengandalkan penampilan. Begitulah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.