Oleh : Kenara Seni*
Buah tidak jauh jatuh dari pohonnya ungkapan ini sering terdengar. Harapan sebuah kesusksesan terhadap anak, tak pernah lepas dari belenggu pemikiran orang tua.
Tetapi akhir ini fenomena baru mulai muncul ada orang tua juga bisa durhaka kepada anaknya. Minsal, ayah melakukan pelecehan anak kandungnya, bahkan banyak orang tua bercerai dengan dalih ekonomi, perselingkuhan sehingga anak menjadi korban.
Sebuah idiom di dataran tinggi Gayo dengan menyekolahkan anak bisa menjadi pengabdi negara. Separuh semangat itu bisa di pakai tapi selebihnya mari kita bangun generasi dengan semangat penyelamatan untuk peradaban Gayo yang akan hilang.
Tanda kehilangan peradaban Gayo itu, sudah mulai muncul. Minsal, kurangnya penutur muda berbahasa Gayo. Situasi ini diperparah, komunikasi dalam keluarga juga sudah tidak menggunakan bahasa Gayo.
Situasi destruktif peradaban Gayo saat ini berada di level waspada kalau menurut saya, kenapa? Pengaruh globalisasi dan derasnya informasi membawa kita kearah global yang tak menentu.
Peran orang tua masih minim, cenderung ikut arus bahkan tidak ada upaya preventif mempertahankan nilai luhur budaya Gayo itu sendiri.
Pemerintah memiliki kewenangan dan perangkat untuk mempertahankan bahkan memajukan peradaban Gayo. Upaya hari ini masih di tahap sosialisasi. Sangat dinanti, pemerintah dan akademisi memprakarsai sebuah momentum aksi penyelamatan itu, pasang niat baik, mari kita bahas, dan kita angkat tangan berdoa memohon ridho-Nya.
Kenapa saya katakan demikian? Dari segi pendidikan coba kita lihat. Banyak orang tua menyekolahkan anaknya ke luar daerah walau dengan biaya tinggi. Ada apa pendidikan di negeri Linge ini?
Harapan saya, bila pemimpin negeri dan akademisi hanya datang, duduk dan mengisi absensi sambil menunggu waktu datangnya tulah dan gaji.
Bagaimana nasib generasi nanti, mari kita pakai hati nurani. Duduk kita diskusi walau di warung kopi, berbicara masalah substansi bukan basa basi.
(Kuta Radja, 08 Oktober 2023)