Tauhid (Fondasi Beragama)

oleh

Oleh : Dr. Jamhuri Ungel, MA*

Banyak perbuatan yang dikerjakan oleh masyarakat baik masyarakat yang paling rendah stratanya sampai pada masyarakat yang mempunyai strata paling tinggi, dimana perbuatan yang mereka kerjakan bertentangan dengan agama.

Disisi lain masyarakat mempunyai palsafah “agama kin senuen edet kin pegere” artinya agama diumpamakan sebagai tanaman sedangkan adat yang berfungsi sebagai pagar yang menjaga. Untuk tidak terlanggarnya agama maka seharusnya adat terlebih dahulu tidak terlanggar, tetapi dalam kenyataannya adat tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.

Semua kita dapat melihat langsung, membaca dalam berita-berita tertulis dan juga mendengar dari omongan orang lain alangkah banyaknya terjadi kejahatan-kejahatan, baik itu kejahatan terhadap diri sendiri dan kejahatan kepada orang lain.

Kejahatan terhadap diri sendiri umpamanya, kasus bunuh diri, malas melakukan ibadah, tidak mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup (malas bekerja), tidak mau mendengan saran atau masukan dari orang lain. Sedangkan kejahatan untuk orang lain adalah melakukan pencurian, perampokan, zinah, pemerkosaan dan lain-lain.

Dari sekian banyak kejahatan yang telah disebutkan dan masih banyak lagi kejahatan-kejahatan lain yang tidak disebutkan, dapat kita perhatikan tidak ada penyelesaian dan terjadi pembiaran.

Menelisik pelanggaran terhadap agama dan adat dalam masyarakat sehingga seolah terjadi pembiaran dan tidak ada yang merasa bersalah, tidak lain ini disebabkan oleh tidak kuatnya fondasi agama. Untuk itu terlebih dahulu kita harus mengetahui apa yang dinamakan dengan fondasi tersebut.

Karena kalau kita perhatikan dalam pengamalan ibadah, semua orang shalat, semua orang berpuasa, berzakat, naik haji serta melakukan perbuatan-perbuatan yang baik lainnya, namun kejahatan tetap tumbuh subur dalam masyarakat.

Para ulama merumuskan bahwa fondasi dari agama adalah Tauhid. Makna dari tauhid inilah yang sekarang tidak lagi dipahami oleh masyarakat, di sisi lain banyak ulama yang takut ketika berbicara atau mengkaji atau membahas tentang tauhid, karena pada dasarnya berbicara tentang tauhid adalah berbicara tentang Diri Allah itu sendiri.

Bila kita membaca al-Qur’an pada surat al-Ikhlas kita temukan kesan bahwasanya Allah itu tau kalau manusia pada dasarnya tidak kenal dengan tuhan, sehingga Allah memberi tahu kepada Nabi Muhammad, apabila ada orang yang bertanya tentang Allah maka Muhammad diajarkan untuk menjawab “Allah itu Ahad, Allah tempat bergantung, Allah tidak beranak dan tidak di peranakan, dan tidak ada yang serupa dengan-Nya.”

Dalam ayat ini ada isyarat bahwa pada dasarnya hamba Allah tidak mengenal siapa itu Allah, sehingga Allah memperkenalkan Diri-Nya melalui firman-Nya kalau Dia itu Esa (satu). Ke-Esa-an Allah tersebut dihendaki tanpa ada dalam pikiran dan bayangan manusia, karena itu Allah memberi kalau manusia berpikir tentang zat Allah, kare dikhawatirkan manusia akan memikirkan bahwa Allah menyerupai apa yang ada dalam pikiran, untuk itulah manusia diajarkan tentang ilmu ketauhidan.

*Ketua Perbandingan Mazhab dan Hukum Fak. Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.