Kegagalan Pj. Bupati dan Sekda Aceh Tengah, Dampak Buruk Kinerja Pemerintah Sebelumnya

oleh

Oleh : Maharadi*

Keresahan masyarakat Aceh Tengah terdengar lagi di gedung parlemen kemarin. Untuk kesekian kalinya selama kepemerintahan Pj Bupati T. Mirzuan, beragam topik menjadi pembahasan tentang kegagalan Pj. Bupati dan Sekda Aceh Tengah ini, merupakan dampak buruk dari kinerja pemerintah sebelumnya.

Keresahan itu adalah cerminan kinerja pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, yang merupakan warisan dari pemerintah sebelumnya.

Perbedaan antara pemerintah sebelumnya dengan yang saat ini hanya pada pucuk pimpinan. Menjelang berakhirnya kepemimpinan Shabela Abubakar dilakukan mutasi dan rotasi personil. Sepertinya rotasi dan mutasi dimaksudkan untuk melumpuhkan kepemimpinan Pj.

Hasilnya, beberapa kali muncul aksi demo, baik dari internal pemerintahan, mitra kerja (Reje) maupun dari eksternal pemerintahan. Pj Bupati “dipaksa” menerima bola panas, cerminan rendahnya kualitas tata kelola pemerintahan.

Aksi demo dengan judul yang sama seperti tulah reje, honor nakes, persoalan guru, sepertinya teratasi. Tapi masalah defisit yang menjadi penyebab para Reje dan Nakes datang ke DPRK belum teratasi secara optimal yang mendorong komponen masyarakat kembali mendatangi gedung DPRK.

Sayangnya, Pj Bupati seolah “lari”, mendahului keluar daerah sebelum pendemo hadir. Beberapa kali masyarakat yang ingin bertemu Pj Bupati menelan kekecewaan karena beliau sedang “keluar daerah”.

Kabarnya sedang melobi anggaran ke pusat, bukti foto bersama pejabat pusat selalu terpampang di halaman Instagram beliau. Tentunya tidak berlebihan bila masyarakat ingin tahu apa yang telah dihasilkan dari sekian kali perjalan keluar daerah.

Minsalnya, perbandingan antara SPPD dengan total anggaran yang dialokasi ke Aceh Tengah. Atau persoalan apa yang diatasi dari perjalanan tersebut. Kenapa hal ini perlu diketahui oleh masyarakat? Karena salah satu tugas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan dan menyediakan pelayanan dasar.

Pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan sempat mencuatkan aksi protes. Demikian juga dengan pelayanan administrasi ditingkat Reje. Apakah ada korelasinya dengan perjalanan dinas pak Pj? Atau cukup dengan menata kembali APBK yang tingkat koordinasinya dilevel eselon 3.

Evaluasi kinerja Pj, merupakan kewenangan Mendagri untuk menilainya. Semoga Mendagri juga menilai efektivitas penggunaan anggaran perjalanan dibanding dengan peningkatan kinerja.

Kalau dari indikator kepuasan masyarakat kinerja jelas belum memuaskan, ukurannya aksi protes masih terjadi dan menyoroti kualitas kinerja.

Jika pak Pj dievaluasi oleh Mendagri, apakah pak Pj juga melakukan evaluasi untuk jajarannya? Termasuk Sekda.

Jawaban Sekda soal penanganan sampah sangat menarik “itu persoalan lama” kata beliau. Artinya tidak ada upaya apapun dari Sekda untuk mengatasi masalah sampah sehingga selalu berulang sejak lama sampai saat ini.

Sekiranya saja memiliki kapasitas yang cukup, tentunya beliau akan memanfaatkan gadgetnya untuk “googling” mencari bagaimana solusi untuk masalah sampah, dan menyampaikan upaya-upaya yang telah ditempuh.

Defisit anggaran yang berimbas berbagai aspek pelayanan dasar nampaknya masih belum teratasi, termasuk soal sampah. Masalah ini tidak akan selesai jika solusinya hanya perjalanan dinas. Semakin sering perjalanan dinas hanya bermuara pada menghambur-hamburkan APBK yang pada gilirannya akan semakin memperbesar defisit.

Untuk memperkecil defisit mestinya memperbesar pendapatan atau memperkecil belanja. Evaluasi kinerja perlu dilakukan secara komprehensif kepada seluruh pegawai. Hasil evaluasi digunakan sebagai landasan untuk merotasi dan memutasikan sektor yang lemah.

Jika rotasi dan mutasi tidak berdasarkan evaluasi yang objektif, hasilnya hanya memindahkan penyakit dari kantong kiri ke kantong kanan. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.