Betapa Hatiku Berbunga-Bunga

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Hari itu, matahari sudah mulai condong ke barat. Birunya langit membuat ratapannya membuat kulit gosong. Pertanda daerah ini kelembabannya lumayan tinggi.

Sementara angin berhembus liar tak menurunkan suhu bumi. Nuansa alam kala itu adalah perwujudan suasana hati yang menyerap cahaya kemudian melepaskannya kembali menyinari separuh bumi.

Seperti tawamu yang lepas saat menyambut diriku waktu itu pejejik lagu tersik, pejenyong lagu tolong. Senyum dari bibir ranum merekahmu menembus sampai ke ulu hatiku.

Bunga anthurium, bugenvil dan bunga-bunga lainnya berjejer rapi di teras tempatmu mengais rezeki sebagai implementasi bersih, rapi dan indah.

Beberapa bunga itu melambangkan sifat dirimu; keceriaan, kejujuran, mandiri, percaya diri dan tegas, kadang sedikit cengeng. Sayangnya ada juga bunga mewakili suasana hati yang belum bisa melupakan kenangan pahit di masa lalu.

Dari seluruh gerakmu, hanya satu yang mengguncangkan hatiku, yakni tatapanmu. Padahal aku tahu makna “pelototanmu” itu bercinta bukanlah prioritas untuk saat ini.

Padahal kamu adalah orang yang rela melakukan apapun tanpa pamrih, mengorbankan kebahagiaan demi orang yang kamu sayangi. Bola matamu adalah saksi bisu bahwa keluarga adalah puncak perjuanganmu.

Kamu sering menahan air matamu untuk itu, sampai turun hujan sehingga tampak bias mana air mata, mana air hujan, keduanya larut dan benarlah hidup akan hambar tanpa air mata sebagai garam kehidupan.

Beruntunglah kamu berada di antara orang-orang baik dan penuh kasih sayang. Sungguh anugerah Ilahi Yang Agung.

Aku berharap dan berdo’a pada masanya kamu bertemu seseorang yang sesuai “spek” dan selalu membuatmu tersenyum bahagia. Tunggulah! Meskipun ada yang berkata hidup terlalu singkat untuk menunggu.

Begitulah, tidak ada peraturan tentang larangan kasmaran. Hanya saja dihimbau jangan sebab mabuk asmara mengurangi produktivitas berfikir dan bekerja.

Katanya, paling kurang sekali seumur hidup orang merasakan gelora jatuh cinta, namun berdasarkan kitab tafsir cinta, bisa jadi beberapa kali seseorang mengalami semangat mencintai atau dengan kata lain seksologis menyebutnya sebagai masa puber.

Sayangnya, sebagian kalangan berpendapat peraturan dibuat untuk dilanggar, sehingga perintah untuk membersihkan hati dari “najis” atau mengekang jin, iblis dan syetan, justru untuk menyalurkan puber bukan pada tempatnya sehingga melanggar hukum adat dan agama.

Memang benar, sebagaimana energi, mabuk cinta tidak bisa ditutup seratus prosen, sebagian harus dilepas, atau dengan kata lain harus ditata atau dikelola. Ada rasa khawatirkan kalau dikekang sepenuhnya justru akan kebablasan.

Tidak salah kalau ada kalangan yang pendapat, tanpa kasmaran, tidak ada peradaban dan kebudayaan. Duh, rasanya kalau sudah jatuh cinta, “Betapa hatiku berbunga-bunga.”

(Mendale, Mei 15, 2023)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.