Antara Pasar Monyet, Caleg dan Semiang

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Penamaan suatu tempat pasti ada fakta sejarahnya. Tidak mungkin ujug-ujug nama suatu tempat dinamai sesuatu kalau tidak berasal usul berkaitan dengan Sesuatu itu.

Begitupun Pasar Monyet di Daerah Pelabuhanratu, Sukabumi, walaupun secara kasatmata jarang terlihat satwa monyet di Pasar Monyet itu, kalau tidak ada cerita tentang monyet yang melatarbelakanginya.

Ceritanya pada tahun 80-an ramai orang meminta kekayaan dan jabatan dengan mendatangi dukun atau yang menyamar sebagai ustadz. Mereka dikenal sebagai orang pinter atau populer dengan sebutan orang yang mempunyai indera ke-6.

Selanjutnya sang dukun memfasilitasi mereka pergi ke sebuah gua di daerah sana, dengan syarat calon pejabat dan orang kaya harus menyediakan tiga nampan besar sesajen. Satu nampan diletakkan lewat sedikit dari pintu gerbang gua. Begitu diletakkan siluman monyet yang bertubuh besar segera menyantapnya. Sedangkan dua nampan lagi diletakkan di atas batu besar di dalam gua itu.

Dukun sebagai guru kunci gua itu mulai berdialog dengan penghuni yang tidak “ghaib” itu. Dukun itu membuat perjanjian dengannya. Isi perjanjiannya adalah calon pejabat dan orang kaya akan menikmati jabatan dan kekayaannya selama 20 tahun dan setelah itu, 20 tahun mereka wajib menjadi monyet yang hidup di kegelapan gua.

Setelah dukun mengikrarkan perjanjian itu, seketika ratusan monyet menyerbu sesajen itu dan dalam sekejap makanan yang dipersembahkan habis.

Kalau sudah cukup waktunya 20 tahun, orang yang sedang bergelimang harta dan memangku jabatan, dalam keadaan hidup atau mati langsung dijemput monyet atau harimau dan dilarikan ke dalam gua untuk dijadikan monyet sanderaan. Mereka selama 20 tahun, tidak boleh keluar dari gua.

Kslaub tidak ada orang ysng mengantar sesajen atau keluarganya yang mengantar makanan ke dalam gua itu, selama itu pula manusia yang menjadi monyet itu akan kelaparan.

Setelah dikurung selama 20 tahun dalam, baru mereka boleh keluar dari kegelapan gua itu, tetapi “kutukan” sebagai monyet belum berakhir. Setelah mereka bebas, Kalau mereka mati di tangan manusia maka sempurnalah kematiannya, tetapi kalau dimakan harimau maka hukuman sebagai monyet akan bertambah waktunya.

Konon perempuan yang menjadi kupu-kupu malam di Pasar Monyet adalah monyet betina yang pada malam hari menjelma sebagai perempuan cantik. Sehingga kalau siang hari monyet mengambil barang dagangan tidak dipermasalahkan oleh pedagang karena pada malam hari akan dibayar setelah mereka mendapat bayaran dari laki-laki hidung belang.

Dari cerita di atas kita dapat mengambil pelajaran untuk mendapatkan jabatan dan harta, jangan sampai pergi ke dukun atau yang dianggap orang pinter karena kita tidak tahu dengan siapa dan apa isi perjanjiannya mereka.

Mudah-mudahan dengan banyaknya monyet yang turun ke jalan di daerah Enang-Enang bukan orang yang pernah membuat perjanjian dengan mereka untuk mendapatkan kekayaan dan jabatan.

Pada tahun 2024 akan datang, banyak caleg, calon bupati dan gubernur yang mendaftar untuk ikut pemilu dan pemilukada. Ingat, jangan sampai membuat perjanjian yang aneh-aneh, kalau tidak ingin berakhir dengan makhluk seperti di Pasar Monyet.

Perilaku menyerahkan diri sebagai wadal demi harta dan jabatan sangat bertentangan dengan prestasi nenek moyang kita yang disebut sebagai orang semiang, yaitu orang-orang yang mehiyang atau orang yang selalu jujur dan benar dalam niat, ucapan dan perbuatan. Sehingga tidak perlu heran, mereka selalu terpelihara kecerdasan dan kesaktiannya.

(Mendale, Mei 7, 2023)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.