Menjaga Fitrah Kemenangan Pasca Ramadhan

oleh

Oleh : Ihsanuddin, S.Ag*

Setelah sebulan penuh umat Islam yang beriman menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, tibalah saatnya bertemu dengan hari raya Idul Fitri. Hari raya kemenangan umat Nabi Muhammad Saw, usai melawan hawa nafsu dengan pengendalian maksimal setiap individu muslim mukminin demi meraih derajat muttaqin.

Setiap individu yang berhasil melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan suci, kembalilah fitrahnya menjadi jiwa-jiwa yang menang. Dan memang, sejatinya setiap individu manusia dilahirkan adalah sebagai pemenang.

Ibadah puasa sebulan penuh seiring kegiatan ibadah lain dan amal shaleh pendukungnya, menjadi saham besar dalam meraih ridha dan ampunan Allah Swt. Terutama dosa yang berhubungan langsung dengan Allah.

Untuk lebih sempurnanya mendapat ampunan Allah, tentu dosa lain yang berhubungan dengan sesama insan juga harus menjadi perhatian dan kesadaran kita. Sangat kita yakini, bahwa ampunan Allah tentu juga sangat bergantung pada keridhaan dan pemaafan sesama kita.

Karena itu, kita dituntut untuk saling bersilaturahim, saling kunjung-mengunjungi, serta saling maaf dan memaafkan. Momen hari raya kemenangan yang fitrah ini, menjadi kesempatan yang tepat untuk saling meleburkan, mencairkan segala kesalahan-kesalahan sesama. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Kesalahan kita dengan sesama bisa termaafkan dan dosa-dosa kita kepada Allah Swt juga terampuni. Selanjutnya kita semua kembali sebagaimana fitrah kita, mulus tanpa dosa, yang ada hanyalah kebaikan, dan dengan itu semua kita akan merasakan kebahagiaan.

Supaya kita tetap berada dalam kefitrian dan selalu dalam ridha Allah, tentunya kita mesti menghadirkan nilai-nilai Ramadhan mewarnai hidup dan kehidupan keseharian kita. Kita wujudkan spirid Ramadhan dalam sebelas bulan kemudian. Selama-lamanya hingga kita bertemu lagi dengan suasana Ramadhan di tahun yang akan datang.

Kita mengokohkan semangat ketakwaan dan jangan sampai buyar semangat itu. Allah Swt memperingatkan kita dalam surah An-Nahlu ayat 92: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan tua yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…”.

Bangunan yang telah kita tegakkan jangan lagi kita rontokkan dengan sia-sia. Justru harus ada upaya penyempurnaan agar bertambah indah.

Bangunan dimaksud tentu bisa saja berupa fisik, seperti rumah, istana, jalan dan lain-lain. Atau juga bisa non fisik, seperti akhlak yang terpuji, suka berlaku jujur, sabar, istiqamah. Gemar dengan kebiasaan shalat malam, gemar bersedekah dan lain sebaginya.

Ketaatan selama Ramadan dengan segenap aktifitas ibadah pendukungnya telah kita tegakkan dengan baik, sehingga meraih gelar mutaqqin, maka kini di bulan Syawal ini kita memasuki fase penerapan atau implementasi dari hasil didikan Ramadhan.

Oleh karena itu melalui kutipan ayat di atas, Allah mengingatkan kita untuk tidak mengurai kembali jalinan kain yang telah kita tenun selama Ramadan. Paling tidak kita harus dapat mempertahankan ikatan ketaatan dan pengabdian kepada Allah yang telah kita ukir selama Ramadhan.

Di hari kemenangan ini kita berhasil menjadi alumni Ramadhan. Ramadhan telah mendidik kita menjadi orang-orang yang jujur dan berani. Kita dilatih menjadi orang-orang yang sabar dan disiplin dalam bekerja dalam rangka ibadah.

Semua itu tentu harus bisa diimplementasikan dan diterapkan dalam hidup dan kehidupan kita. Baik sebagai petani, sebagai pedagang, sebagai buruh, maupun sebagai seperti Aparatur Negara baik PNS maupun yang lainnya. Kita semua menjadi orang-orang hebat yang taat, apapun profesinya.

Kita harus merasa tertuntut untuk selalu dapat meningkatkannya pada masa-masa sesudahnya. Bila ini bisa kita dilakukan, berarti bersesuaian dengan penamaan bulan setelah Ramadhan yaitu Syawal yang bermakna peningkatan.

Berarti dengan semangat makna Syawal, kita harus melakukan upaya-upaya sungguh meningkatkan segala ibadah dan amal shalih kita. Jangan pernah berhenti dan cenderung hanya euporia pasca Ramadhan.

Jadikan perayaan Idul Fitri sebagai hari kemenangan menjadi lebih bermakna. Kita tidak boleh berhenti berupaya untuk hal-hal peningkatan iman dan takwa. Menjadi hamba Allah yang lebih baik dan berkualitas. Baik dalam berhabluminallah maupun berhabluminannas.

Seiring dengan doa-doa yang kita panjatkan, semoga Allah Swt memasukkan kita ke dalam hamba-hamba-Nya yang pintar dan pandai bersyukur, dan selalu mentaati perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya.

Dengan selalu mensyukuri nikmat Allah, tentu Allah Swt akan menambah nikmat-nikmarNya dan menjauhkan kita dari adzab dan siksa-Nya yang amat pedih. Wallahu a’lam bish-shawab.

*Ihsanuddin, S.Ag adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Tengah. (Tulisan ini disarikan dari Khutbah Idul Fitri 1 Syawal 1444 H yang disampaikan penulis di Kampung One-One Kec. Lut Tawar, Aceh Tengah)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.