Heroiknya Pahlawan Gayo Yang Terlupakan

oleh

Oleh : Aina Sabela*

Tanah Gayo merupakan daerah yang terakhir yang ditaklukkan oleh kolonialis Belanda di nusantara ini dan tempat kesultan Aceh untuk mengatur sterategi gerilya jangka panjang yang diterapkan untuk menghindari penangkapan pasukan Belanda.

Untuk meredam perlawanan pejuangan Aceh, pasukan Belanda mulai memfokuskan sasaran, yaitu Tanah Gayo. Belantara hutan pengunungan Gayo itulah benteng terakhir pertahanan kerajaan kesultanan Aceh. Inilah awal meletusnya perang Gayo.

Ketika sebahagian besar wilayah pesisir daerah Aceh dikuasai oleh pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda justru semakin mengintensifkan sasaran ke bagian tengah Aceh (Tanah Gayo).

Karena daerah tersebut dijadikan tameng tempat berlindungnya para pejuangan Aceh yang menjadikan daerah berhawa sejuk ini sebagai tempat mencari perlindungan, sembari terus berjuang bergerilya menetang penjajahan kolonialisme Belanda.

Awal tahun 1900-an merupakan salah satu tahun terpenting bagi masyarakat Gayo karena pada tahun ini adalah awal masuknya Belanda ke daerah dataran tinggi Gayo. Kedatangan Belanda ke tanah Gayo pertama hanya untuk mengejar dan menangkap sultan dan keluarganya yang bersembunyi di sekitar danau Laut Tawar.

Tapi dalam proses perjalan waktu sifat kolonialis yang merupakan catatan hitam Belanda ketika memberikan mandat kepada Van Daalen secara kejam dan beringas menyerang rakyat Gayo secara besar-besaran tanah Gayo yang tentu tidak terlepas dari keinginannya untuk mengembangkan sayap atau hegemoni wilayah kekuasaannya.

Untuk menembus belantara hutan Gayo, pasukan Belanda harus menghadapi perlawanan rakyat Gayo. Catatan sejarah mengatakan telah dua kali melakukan serangan secara besar–besaran ke tanah Gayo.

Pertama pada tahun 1902 pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Coliju menyerang tanah Gayo melalui kawasan Isaq, tapi hanya hanya sampai wilayah dekat Burni Intem–Intem. Serangan ini mengalami kegagalan, karena perlawanan yang sengit dari pejuang Gayo dan sulitnya medan yang dilalui.

Kedua pada 08 Februari 1904 di bawah pimpinan Van Daalen dengan menggunakan 3 buah kapal berkekuatan 10 Brigade Morses dengan 12 perwira terbaik.

Sebelum melakukan penyerangan ke tanah Gayo, penguasa tertinggi Kolonel Belanda di Aceh Letnan J.B. Van Heutsz membentuk Pasukan Morsose (Het Korps Mareshaussel) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Van Daalen. Pasukan khusus ini dibentuk untuk menguasai tanah Gayo.

Untuk keberhasilan serangan pasukan Belanda yang kedua ini berbekal laporan seorang Antropolog berkebangsaan Belanda yaitu C. Snock Hurgronje dalam bukunya yang berjudul Het Gayoland En Zijne Bewoners (Negeri Gayo dan Penduduknya), yang sebelumnya telah banyak mempelajari sosial budaya ekonomi politik rakyat Gayo dan Aceh sampai ia bermukim lama di Mekhah.

Rakyat Gayo bangkit dan siap menyambut kedatangan pasukan Belanda di bawah pimpinan Van Daalen yang berjumlah sangat besar dan unggul dalam persenjataan pada saat itu.

Tragedi pembantai yang terjadi pada tahun 1904 adalah saat Letnan Colonel GVE Van Derlan menggempur Tanah Gayo, yang mengakibatkan 2.500 orang rakyat Gayo tewas. Ini merupakan fakta tertulis dengan tinta emas atas perjuangan rakyat Gayo.

Keberingasan dan kebiadapan pasukan Belanda dalam menaklukan rakyat Gayo, menimbulkan amarah sehingga pergolakan terjadi diberbagai tempat di wilayah tanah Gayo ini.

Perjuangan masyarakat Gayo melawan penjajahan Belanda tentu tidak terlepas dari semangat serta keinginan untuk mempertahakan tanah air ini dari negeri jajahan menjadi negeri merdeka.

Banyak tokoh-tokoh perjuangan terlibat pertempuran dengan pasukan Belanda di luar maupun di dataran tinggi Tanah Gayo sendiri, sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Dari sekian banyak syuhada yang gugur dalam mempertahankan kesucian tanah Gayo diantaranya adalah Aman Njerang, Tengku Tapa, Tgk. Ilyas Leube, Datuk Pining, Kolonel M Din, Aman Dimot. Onot Pejebe dan masih banyak lagi. Yang sebahagian besar dari nama-nama itu hampir terlupakan dalam catatan sejarah perjuangan rakyat Gayo.

Dari sekian nama-nama pejuang Gayo tersebut salah satunya adalah tentang sepak terjang pasukan yang dipimpin oleh Aman Nyerang telah banyak membuat pasukan Belanda ketakutan. Muncul secara tiba-tiba menghadang pasukan Belanda.

Korban pasukan Belanda berjatuhan. Kegelisahaan pasukan Belanda menghadapi Aman Nyerang, akhirnya dibentuk pasukan khusus Belanda mengejarnya hidup atau mati sang pemberani Aman Nyerang.

Beliau salah satu tokoh perjuang yang cukup penting kita ketahui. Pejuang gagah berani yang 20 tahun lebih mengembara di belantara hutan tanah Gayo. Beliau syahid pada 3 Oktober 1922, ketika bertempur dengan Morsose di kawasan pengunungan Van Daelan, wilayah Geumpang perbatasan Aceh Tengah dengan Aceh Barat.

Begitu penting sosok Aman Nyerang bagi pasukan Belanda dalam menaklukkan Tanah Gayo hingga pedangnya harus dibawa Letnan Jordans ke Belanda.

Akhirnya pedang yang telah berumur 120 tahun (setelah 82 tahun berada di Belanda), pada hari jumat (14/3/2003) dikembalikan Belanda ke Aceh. Sekarang pedang tersebut tersimpan di meseum Aceh.

Perjuangan yang panjang telah dilakukan oleh Aman Nyerang di negeri ini, untuk menjunjung tiinggi tanah pusaka demi kehidupan yang terang benerang, namun sangat disayangkan catatan sejarah menghilang begitu saja sehingga regenerasi dikalangan masyarakat lokal banyak yang tidak mengetahui sosok tokoh Aman Nyerang.

Sosok yang patut dicontoh dan gagah perkasa karena tekat dan kemampuannya serta keberanian yang dimiliki bisa menjadi panutan untuk kehidupan kita sebagai regenerasi bangsa ini.

Mari bersama kita bangkit wahai para regerasi negeri ini mari kita bangkitkan lagi kobaran api semangat perjuangan tokoh Aman Nyerang dalam diri kita terus berjuang jangan pernah takut untuk melangkah serta mampu menjaga bangsa ini agar tidak terjajah kembali dengan tampilan yang berbeda,

Jadikan gambaran semangat perjuangannya menjadi spirit kita untuk maju dan terus maju menuju Aceh Carong menyiapkan generasi Emas tahun 2045 yang saat itu nanti Indonesia genap berumur 100 tahun (Indonesia Emas).

Sebagai bentuk rasa penghormatan, kami selaku regerasi pelajar masa kini sangat menginginkan, sekaligus sengat berharap besar untuk mengaprisiasi sosok tokoh Aman Nyerang dijadikan sebagai pahlawan Nasional yang berasal dari wilayah tengah Aceh tanah Gayo.

Karena gelar ini memang sangat pantas untuk didapatkannya bagaimana heroik perjuangannya menentang kekuasaan Belanda yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk menjaga tanah pusaka ini.

Pahlawan Nasional adalah gelar yang yang harus didapatkan oleh tokoh ini karena seorang warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan tindakan kepahlawanan dan sangat berjasa bagi bangsa dan negara. [SY]

*Aina Sabela, putra dari Ayah Fauzi dan Ibu Suarni, tinggal di Kampung Umah Besi, Kec. Gajah Putih Kab. Bener Meriah.

Daftar Pustaka
1. Tanah Gayo dan Penduduknya, Snouck Hurgroje dan Penerjemah Budiman S. 1936. Penerbit Jakarta Netherlands Cooperation in Islamic Studies.
2. People Of The Coffee, Hammaddin, 2015, Penerbit Mujahid Press,

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.