Israk dan Mi’raj Nabi Dan Pengenalan Sikap

oleh

Oleh : Dr. Jamhuri Ungel, MA* 

27 Rajab Nabi Muhammad menjalani Israk dan Mi’raj, yakni diperjalanan Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian diperjalankan menuju Sidratul Muntaha.

Perjalanan yang dilakukan semua berada di luar kemampuan akal manusia, karena seharusnya kisah yang dirangkum dalam perjalanan tersebut tidak dapat dilakukan oleh manusia walau bagaimanapun kemajuan teknologi yang digunakan.

Dalam Al-Qur’an dikisahkan bahwa perjalanan Israk dan Mi’raj Nabi hanya dilakukan dalam waktu semalam dan dalam perjalanan yang jauh tersebut Allah nampakkan tanda-tanda kebesaran-Nya.

Diantara kebesaran-Nya dimana Muhammad mengimami Nabi-nabi sebelumnya dalam shalat, serta ketika dalam perjalannya menuju sidratul muntaha Nabi Muhammad pada setiap langitnya dipertemukan dengan nabi-nabi Allah.

Pada langit pertama nabi bertemu dengan nabi Adam, pada langit kedua bertemu dengan nabi Yahya dan nabi Isa, pada langit ketiga bertemu dengan nabi Yusuf, langit keempat bertemu dengan nabi Idris, langit ke lima bertemu dengan nabi Harun, pada langit ke enam bertemu dengan nabi Musa dan pada langit ketujuh bertemu dengan nabi Ibrahim.

Setiap bertemu dengan nabi-nabi pada setiap tingkatan langit mereka mendo’akan kebaikan untuk nabi Muhammad.

Misi yang dilakukan nabi Muhammad dari israk dan mi’raj ini adalah menjemput shalat, pertama sekali nabi Muhammad menerima kewajiban shalat secara langsung dar Allah sebanyak 50 kali, tetapi nabi turun ke langit enam nabi Musa menyarankan kepada nabi Muhammad untuk meminta kepada Allah untuk dikurangi akhirnya sampailah kepada 5 kali shalat sehari semalam.

Dalam perjalanan menjemput shalat Allah menampakkan kepada nabi Muhammad tentang sejarah alam dan manusia semenjak awal sampai akhir, untuk ini penulis menyebutnya dengan istilah ekstrak masa (alam) dalam semalam.

Ketika keesokan harinya nabi Muhammad selesai melakukan perjalanan israk dan mi’raj, beliau menceritakan kepada para sahabat.

Para sahabat menyikapinya secara berbeda, sebagiannya menerima dan mengakui kebenaran apa yang dilakukan dan yang diucapkan oleh nabi karena tidak mungkin nabi berbohong, namun sebagian lagi karena perjalanan nabi berada di luar kemampuan akal mereka dalam memahaminya maka tidak secara serta merta mempercayainya.

Walaupun akhirnya mereka yang tidak langsung mempercayainya menjadi yakin juga karena kepercayaan terhadap nabi yang dilandasi dengan keyakinan (iman).

Itulah bentuk sikap sahabat terhadap nabi, sebagian dari mereka langsung mempercayainya dengan dilandasi keimanan kepada nabi dan sebagiannya lagi memerlukan proses pemahaman dan berakhir dengan keyakinan akan kebenaran Rasulullah.

Sikap seperti juga nanti terjadi ketika mendengan nabi Muhammad wafat, dimana sebagian mereka mempercayainya secara langsung karena nabi Muhammad sebagai manusia dan di sisi lain mereka menganggap hal itu terjadi karena nabi Muhammad sebagai nabi, tetapi akhirnya berkeyakinan bahwa semua yang terjadi terhadap nabi harus didekati dengan keyakinan.

Dari bahasan di atas perlu suatu pemahaman dalam menyikapi masalah keagamaan seperti halnya israk dan mi’raj nabi, sehingga kehidupan kita dalam beragama menjadi seimbang.

Pemahaman pertama kita tidak bisa melepaskan diri bahwa peristiwa israk dan m’raj nabi adalah masalah keimanan yang tidak memerlukan adanya pertanyaan atau diskusi dan diskusi karena kebenarannya harus diterima dengan keyakinan, kedua kebenaran israk dan mi’raj didekati dengan akal yaitu dengan suatu proses keraguan dan akhirnya juga berakhir dengan keyakinan.

*Ketua Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fak. Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.