TAKENGON-LintasGAYO.co : Sebutan Ceh Didong tidaklah sembarang sebut sebagai sebuah gelar dalam kesenian Gayo, seseorang dapat disebut dan dipanggil sebagai seorang Ceh jika dapat memenuhi beberapa keriteria. Diantara keriteria tersebut diantaranya adalah harus mampu menciptakan lirik dan syair Didong sendiri.
Demikian dikatakan oleh Ceh M. Din dalam “Seminar dan Musik Masuk Sekolah, Nilai Kreativitas Dalam Kesenian Didong” yang dilaksanakan bertempat di SMA 8 Unggul Takengon, Rabu 15 Februari 2023.
Seminar Kebudayaan tersebut diadakan oleh Perguruan Tinggi Negeri Institut Seni Budaya (ISBI) Aceh dalam rangka sosialisasi dan penerimaan mahasiswa dalam tahun ajaran baru tahun 2023, dihadiri oleh puluhan siswa serta guru bidang humas dan guru kesenian, mendatangkan dua narasumber penting yaitu Ceh M. Din sendiri sebagai pelaku seni Didong Gayo dan seniman budayawan serta akademisi Dr. Salman Yoga S, S.Ag.,MA.,Med.
Menurut M. Din diantara syarat menjadi seorang Ceh adalah harus mampu mencipta lirik dan syair Didong, disamping itu mempunyai suara yang bagus, seorang yang menjadi panutan, cerdas dan tanggap dalam hal-hal soal kehidupan yang mampu diangkat menjadi bagian dari karya.
“Jadi untuk menjadi sorang Ceh sebenarnya sangat berat, namun sekarang banyak diatara kita menyebut seseorang sebagai Ceh ketika sudah membawakan lagu Didong, padahal tidak. Untuk menjadi sorang yang sebenarnya Ceh adalah orang yang mampu mencipta karyanya sendiri dan tidak berasal dari karya orang lain apalagi dari lagu India atau lainnya,” kata M. Din yang juga seorang Ceh sejak tahun 1970-an.
Ditambahkan, langkah mencipta sebuah lagu yang pertama adalah lirik atau lagu, baru kemudian syairnya, jelas M. Din dengan menyebut beberapa nama Ceh Didong legendaris Gayo seperti Ceh Daman, Lakiki, Sali Gobal, Sahaq, Ecek Umang dan lain-lain.
Dibagian penutup persentasinya Ceh M. Din juga menyayangkan akan perubahan yang terjadi dalam seni Didong Gayo seperti syair yang kasar tidak lagi bertamsil. Padahal, sepatutnya syair Didong yang baik adalah syair yang berisi tentang adat, budaya, agama dan norma-norma.
“Kalaupun harus membalas kata-kata atau syair lawan dalam Didong Jalu hendaklah dipilih kata-kata yang halus dan bertamsil,” jelasnya.
[AR]