Sesat, Akibat Lupa Sejarah

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

SAYA tulikan kisah ini dengan sebuah permintaan maaf bagi siapa saja yang pernah bersinggungan dengan saya. Memohon maaf atas segala kesalahan yang saya sadari atau tidak. Sembari berharap agar semua pembaca, di manapun Anda berada, senantiasa dijauhkan dari berbagai macam penyakit agar dapat beraktivitas seperti biasa.

Ingatkan saya jika ada kesalahan. Peringatan adalah kunci agar kita tidak lupa tentang siapa diri kita sebenarnya. Peringatan agar kita semua bisa mengambil hikmah. Agar kita tidak kehilangan arah dan tersesat. Peringatan agar kita selamat hidup di dunia dan akhirat.

Sejarah mencatat lima orang saleh yang hidup setalah Nabi Adam as sampai banjir besar di masa Nabi Nuh as. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mengajak orang lain untuk berakhlak mulia. Kebiasaan ini senantiasa mereka lakukan hingga ajal menjemput. Nama-nama mereka tertulis dalam Nuh ayat 23. mereka adalah Wadd, Suwa’, Yagus, Ya’uq dan Nasr.

Lalu orang-orang pada masa itu membuat patung berbentuk lima orang tersebut. Mereka beranggapan, patung kelima sosok itu bisa memotivasi untuk lebih giat beribadah dan berbuat baik.

Waktu pun bergulir. Generasi berganti. Lantas iblis mulai membisikkan ide konyol ke hati manusia. “Sesungguhnya pendahulu kalian senantiasa menyembah patung tersebut dan bahkan mereka meminta hujan dengan perantaraan mereka.”

Manusia yang mendengarkan bisikan itu tergoda. Seperti biasa, iblis menunaikan tugas dengan sangat presisi. Sejak itulah manusia mulai mengenal berhala dan menyembah patung atau benda apapun yang dianggap memiliki kekuatan gaib.

Begitulah bahaya tersembunyi saat manusia memilih melupakan sejarah alih-alih mencari kebenaran dari masa lalu untuk modal menjalani hidup hari ini dan hari-hari berikutnya. Kemalasan itu membawa pada jalan yang sesat. Lebih parah lagi, hal-hal itu malah menyesatkan karena cerita kesesatan yang diturunkan terus menerus ke generasi berikut.

Di Gayo, kita juga kerap melupakan sejarah. Negeri yang menjadi titik nol kerajaan-kerajaan penting di Aceh ini malah kehilangan benih pemimpin karena masyarakat mengabaikan petunjuk yang ditinggalkan endatu dalam hidup dan menjalani kehidupan.

Cara dan jalan pikir kita disesatkan. Bahkan tidak sedikit dari kita yang mencoba menyembunyikan sejarah karena malu dengan asal usulnya. Siapa kita, siapa bapak dan ibu kita, siapa kakek dan nenek kita, siapa datu, siapa muyang kita dan apa perannya di masa lalu, tidak pernah benar-benar dikenali dan dipelajari.
“Man arafa nafsahu, faqat arafa Rabbahu (barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya).”

Seperti pada keindahan. “Sesunguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan.” dari hadis ini, Nabi Muhammad saw mengingatkan kita untuk senantiasa menghadirkan keindahan dalam sikap, tampilan, dan perilaku.

Saat kita melihat perempuan berhias untuk mempercantik diri, pria merapikan kumis dan rambut, serta memakai wangi-wangian, mungkin itu cara mereka bersyukur kepada zat yang Maha Indah. Begitupun orang yang memberi salam dan penghormatan kepada tanah dan pepohonanan. Lagi-lagi, itu bisa jadi cara untuk menghormati Tuhan lewat ciptaan-Nya.

Sejarah Gayo sangat familiar dengan alam. Sehingga sebelum ada kalimat Assalamualaikum ada ungkapan populer di Tanah Gayo, “Tabi mulo langit sijunjung seringkel payung, maaf ku bumi seringkel tapak.” Kemudian permisi dengan menyebut nama semula jadi anasir empat; Nurkatun, Babussalam, Baburrahim dan Rahim Tonga.

Berjarak dengan alam dan lingkungan menjadikan kita pribadi tanpa roh. Kita jadi pribadi penyendiri dan sombong. Padahal alam menyediakan semua yang kita butuhkan untuk hidup. Dari sikap yang berjarak dengan alam, kita menjadi generasi yang gagal memadukan khasiat yang disediakan alam dengan teknologi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Disadari atau tidak, diucapkan atau tidak, kita perlu dukungan orang-orang di sekitar. Keluarga, kerabat, andai taulan, udara dan air yang bersih, untuk tumbuh dan berkembang. Untuk sembuh dari segala penyakit. Untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai ancaman yang nampak dan bersembunyi.

Kita diikat oleh sejarah dan dikuatkan pula oleh sejarah. Ada banyak sejarah yang hilang namun kita juga diajarkan sejarah untuk terus menggali dan mencari kesamaan alih-alih perbedaan. Menyambungkan rantai sejarah memang sukar, tapi sepanjang kita memilih untuk merangkai sejarah itu, semua bakal terhubung. Bak kata pepatah, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Sejarah mengajarkan kita tentang jalan itu. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.